Mohon tunggu...
Ernest Himalaya
Ernest Himalaya Mohon Tunggu... -

terima kasih Allah, aku bisa menulis..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dilema Anak Atut di Pilkada Banten

30 Juni 2016   09:04 Diperbarui: 30 Juni 2016   11:04 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lagi pengalaman pahit Rano saat menjadi Wakil Gubernur Banten. Rano saat itu dibatasi gerak geriknya oleh Atut, sang Gubernur. Bahkan, Rano sempat ngambek dan patah arang. Ia pun pernah mau mundur dari jabatannya gara-gara tak dianggap oleh Atut. Itu diungkapkan Rano kepada sohib partainya, Miing Bagito, dan terekspos luas ke media. Berkat nasihat Megawati, Rano urung mundur dan tetap jadi wagub.

Resistensi juga datang dari masyarakat umum. Sudah jadi stereotype bahwa Banten adalah sarang koruptor. Bahkan KPK memberi gelar juara kedua terbanyak korupsi, setelah Sumatera Utara. Ini tak lepas dari beberapa kali Banten dirundung kasus korupsi. Sialnya, beberapa di antaranya dilakukan oleh kerabat Andika. Adik ibunya, Tb Chaeri Wardana alias Wawan, ditangkap oleh KPK. Publik pun sempat kaget saat disuguhi tayangan gambar kekayaan Wawan, terutama puluhan mobil mewah di dalam garasi. Tak hanya satu, Wawan dijerat KPK dengan tiga kasus. Tak lama kemudian giliran sang ibu yang ditangkap disusul bibi tirinya, Lilis Karyawati.

Andika memang belum tentu seperti ibu, paman atau bibinya. Tak bisa ia didakwa mewarisi kebiasan buruk tersebut. Tak adil jika ia harus mewarisi kesalahan-kesalahan itu. Namun, Andika dipastikan harus memeras banyak energi guna meyakinkan hal tersebut kepada publik, terutama dalam kampanye Pilkada nanti.

Jujur saja, masa pemerintahan pasangan Atut-Rano inilah, publik menilai sebagai penyebab munculnya stereotype tentang Banten sebagai sarang koruptor, meski itu bukan semata-mata akibat kepemimpinan pasangan ini atau bahkan sudah ada sejak sebelumnya. Tapi, jika keberlangsungan duet ini muncul lagi meski dengan wajah berbeda, akan banyak pertanyaan yang harus dijawab demi melegakan perasaan publik.

Bahkan, resistensi dipastikan juga datang dari aparat penegak hukum (baca KPK). Saat ini saja, KPK sudah menempatkan tim khususnya di Banten untuk “mengobati” kebiasaan buruk kaum eksekutif dan legislatif. Jika personifikasi rezim sebelumnya muncul lagi ke permukaan dan mirip teka-teki "serupa tapi tak sama", bukan tak mungkin orang-orang KPK akan lebih sering nongkrong di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.

Itulah resistensi-resistensi yang bisa jadi muncul terhadap kemungkinan pasangan Rano-Andika di Pilkada 2017. Jujur saja, inilah pasangan terkuat bahkan dipastikan bisa menang di Pilkada Banten 2017 nanti. Namun dipastikan juga perjalanannya membutuhkan energi yang tidak sedikit. Energi untuk meyakinkan publik maupun energi untuk meyakinkan diri sendiri bagi Rano dan kawan-kawannya.

Tak hanya sulit untuk pendampingnya, Andika dan timnya juga dipastikan tidak bisa duduk manis dalam perjalanan ke depan. Meski terlihat tak adil bagi Andika, suka atau tidak stereotype-stereotype itu memang harus dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan komunikasi dan kampanye yang baik dari Andika dan tim suksesnya untuk menepis segala resistensi tersebut. Dilema memang, tapi itulah bayangan kenyataan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun