Pandemi Covid-19 yang tidak terduga menyebabkan para siswa, guru, dan orang tua mengalami kendala karena ketidaksiapan dalam melakukan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Seperti yang dirasakan oleh Fulan, siswa kelas 10 di SMAN 1 Praya Tengah, Lombok Tengah.
Dia menjadi satu dari jutaan siswa di Indonesia yang dituntut untuk tetap bersekolah di tengah berbagai keterbatasan selama pandemi. Dia pun mengungkapkan berbagai keresahan dalam menjalani PJJ. Pertama adalah sulit berinteraksi aktif dengan guru.
Sebagai anak yang terbilang aktif saat melakukan pembelajaran langsung di kelas, perubahan interaksi dalam pembelajaran daring merupakan salah satu hal yang membuat sejumlah siswa kesulitan.
Bukan hanya itu Fulan juga memikirkan masalah ke ekonomian keluarganya yang dimana kalau bersekolah secara daring akan membutuhkan kuota yg banyak.
Sedangkan keluarganya memiliki ke ekonomian yang sangat kurang mendukung. Apalagi ayahnya hanya seorang petani biasa yang bekerja ke setiap sawah tetangga. Belum lagi upahnya yang tak seberapa. Dan ibunya pun hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan.
"Dia merupakan anak yang tergolong aktif saat pembelajaran di kelas. Dia kerap kali merespon berbagai pertanyaan yang dilontarkan guru dan juga melakukan presentasi di kelas. Selama melaksanakan pembelajaran daring, Fulan merasa kesulitan untuk berinteraksi langsung secara aktif dengan guru karena seluruh pembelajaran dilakukan menggunakan gawai."
Keresahan lainnya adalah tidak dapat bertemu teman baru, dengan sistem PJJ ini memaksa para siswa yang dituntut untuk dapat bersekolah secara individu dari rumah. Segala interaksi baik dengan guru dan juga teman dilakukan secara tidak langsung atau secara daring.
Sebagai siswa kelas 10 SMA, Fulan yang baru saja masuk ke jenjang pendidikan baru tentunya memiliki perubahan lingkungan dan perubahan teman sebayanya. Hal ini menjadi salah satu yang sangat disayangkan karena dia harus berkenalan dan juga berinteraksi dengan teman barunya hanya melalui gawai.
"Dia belum pernah bertemu dengan teman barunya dan juga tidak dapat belajar serta berdiskusi secara tatap muka," terang dia.
Begitu pula dengan kesulitan akses jaringan internet, bukan hanya Fulan, namun juga di berbagai daerah Indonesia mengalami hal serupa. Untuk Fulan, buruknya jaringan internet di dalam rumah membuatnya harus keluar rumah untuk mengumpulkan tugas melalui internet.
"Biasanya, Fulan hanya perlu ke depan halaman rumah atau harus berjalan kaki sejauh 50 meter ke sekitar masjid. Terkadang ia harus ke kebun dengan durasi tempuh 10 menit dari rumahnya dengan menggunakan kendaraan motor".