Mohon tunggu...
Erna Suminar
Erna Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar, sederhana dan bahagia

# Penulis Novel Gerimis di El Tari ; Obrolan di Kedai Plato ; Kekasih yang tak Diinginkan ; Bukan Cinta yang Buta Engkaulah yang Buta. Mahasiswa Program Doktor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ferdian dan Mak Erot (Dukun Alat Vital)

17 April 2010   04:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:45 3276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu, Ferdian datang menghampiri saya dengan wajah sumringah, bola matanya berbinar dan bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa ia ingin bercerita banyak hal yang diketahuinya, kepada saya..

Saya memang memiliki sebuah sanggar belajar yang lebih mirip homeschooling bersinergi dengan beberapa orang guru lebh mengerti dan m emiliki ilmu mendidik. Beberapa anak didik sangat cerdas ada disini, namun karena keterbatasan kedua orang tuanya yang sibuk, mereka dititipkan di sanggar. Namun tak jarang pula kasus anak disleksia yakni kesulitan membaca, anak yang hiperaktif (ADHD) dan anak yang kesulitan konsentrasi dengan rentang perhatiannya pendek (ADD) menjadi anak-anak terkasih saya dan “memaksa” saya untuk mengeluarkan energi lebih untuk menghubungkan mereka dengan ahlinya, karena bukan seorang psikolog ataupun dokter spesialis syaraf anak. Saya hanyalah ibu yang sederhana dengan basic Magister Komunikasi, yang berusaha mencintai anak-anak dan dunianya dengan sepenuh jiwa.

Di Sanggar, anak-anak boleh berekpresi apa saja dan bercerita apa saja, saya akan mendengarnya dan akan tertawa dengan mereka. Kemarin, ada Luna anak kelas 5 SD yang mengatakan bahwa ia sedang jatuh hati pada temannya yang bernama Kiki. Saya tidak terkejut dengan pernyataannya, walaupun saya rasa ia terlalu dini untuk bermain api asmara. Namun saya harus menghargai perasaannya. Saya katakan pada Luna, “ Luna, kamu tidak takut menyebut nama Kiki karena nama itu terdengar sangat menakutkan ?”. Kata saya dengan mimik pura-pura serius.
“ O...mengapa bisa begitu bu Erna ?”.jawab Luna kaget
" Ya...terutama di malam hari “. Kata saya. Luna tak mampu menyembunyikan keterkejutannya sekaligus rasa penasarannya.
“Dengarkan bu Erna mau menyebut nama Kiki...kik...kik..kik...kik...kik..ki..bayangkan nama itu disebut tepat jam 12 malam sambil tertawa”. Luna tertawa terpingkal-pingkal.

Murid yang lainnya bernama Lola anak kelas 6 memperlihatkan foto profil seorang teman facebooknya kepada saya di Blackberry-nya, “ Ganteng ga menurut bu Erna”. Saya mengamati foto profil, anak laki-laki berumur sekitar 12 tahunan berkaca mata hitam , “ Siapa nama anak ini?"
“ Daniel, bu..gimana bu..ganteng ga?”.Kata Lola penasaran.
“ Aaah kau ini salah pilih ya Lola...ini mirip sekali dengan orang yang ditemui bu Erna di Panti Tunanetra...disana kebanyakan laki-laki berkaca mata hitam, mirip sama Daniel..apa Daniel berasal dari sana juga..? “, kata saya menggodanya.
"Lola berteriak...” Bu Ernaaaa....!”.

Yup! Begitulah cara saya menghentikan petualangan cinta anak-anak kecil, tak perlu di marahi, cukup digoda. Cinta prematur akan terhenti dengan sendirinya. Mungkin juga akan ada cinta yang lain nanti, itu soal berikutnya. Akan selalu ada cara untuk mencoba mendengar dan memahami dan membimbing mereka.

"O, ya...kembali ke kisah Ferdian anak kelas 1 SD dan mak Erotnya. Ketika ia menghampiri saya, ia berbisik di telinga saya. “ Sssst...bu Erna tahu mak Erot tidak ?”. Saya tidak mampu menunjukkan ekspresi keterkejutan saya mendengar pernyataan Ferdian. Saya tahu mak Erot orang Sukabumi, ia pemijat untuk membesarkan alat vital pria dewasa yang bermasalah dengan panjang dan diameter (..he..he..he..) yang sangat terkenal di Jawa Barat. Namun saya harus pura-pura tidak tahu agar dapat menggali sejauh mana pengetahuan Ferdian tentang Mak Erot.
“ Mak Erot itu nama rumah makan “, kata saya pura-pura bodoh.
“ Salah....!!”, kata Ferdian dengan senyum kemenangan dan saya dianggap keok di matanya.
“ Jadi..siapa mak Erot ?”.
“ Tapi ini rahasia ya bu Erna..bu Erna harus janji jangan bilang sama mama Ferdian, soalnya ini mama yang cerita sama papa. Janji ?“, kata Ferdian dengan mimik serius.
“ Janji..!!”, kata saya sambil berdiri dengan kaki satu diangkat dan tangan disilangkan dan dirapatkan di dada.
" Mak Erot itu..pemijat titit (kemaluan laki-laki-bhs. Sunda) “.
“ Supaya apa ?”.
“ Supaya enak....nih begini caranya bu Erna...”. Ferdian lalu terlentang tiduran di lantai, tanpa sungkan ia memperagakan bagaimana cara kerja Mak Erot mengobati pasiennya....Saya mencoba istighfar dalam hati, namun saya tidak boleh menyakiti hati Ferdian atas tingkah lakunya, ia hanya ingin saya terkesan bahwa betapa banyak yang ia ketahui tentang Mak Erot, sementara gurunya yaitu saya tidak mengetahui apa-apa.
“ Ah...kau bisa saja, Ferdian...tapi menurut bu Erna mak Eroh lebih hebat di banding Mak Erot “, kataku sengaja. Karena anak seumur Ferdian suka dengan permainan kata-kata dan tertarik kepada keajaiban-keajaiban yang tidak masuk akal untuk memuaskan imajinasi kanak-kanaknya.
“ Memangnya Mak Eroh gimana ?”, katanya penasaran.
“ Mak Eroh sudah tua, ia menggali bukit sendirian untuk membuat terowongan air agar bisa mengaliri sawah dan kebun untuk seluruh penduduk desa. Dulu dia disangka orang gila karena nekad menggali tanah yang cukup jauh dan dalam “.Ferdian melongo....
“ Aneh...?!”.
" Mana yang lebih rame..cerita Mak Erot atau Mak Eroh ? “, kata saya sambil menepuk pundaknya.
“ Aaaah....ramean main need for speed atau GTA..laaahh”.

Begitulah, banyak cerita yang sepanjang saya mendampingi anak-anak hingga mengajar di Perguruan Tinggi. Cerita lucu, menyedihkan dan cerita menyeramkan mengenai anak-anak dan remaja datang silih berganti. Namun, saya teramat sering menemukan banyak perasaan, pikiran dan pengalaman yang ditutupi anak kepada orang tuanya. Mereka lebih suka menceriterakan isi hati dan permasalahannya kepada teman sebaya atau orang lain. Mereka takut curhat, khawatir dengan reaksi dan tanggapan orang tua yang terlalu berharap kesempurnaan pada anak-anak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun