Awalnya, sangat sulit mengajak zus Linda bercerita tentang dirinya. Lestari mahfum, tentu tidak nyaman kalau baru kenal lalu membuka diri kita pada orang lain. Tetapi ia sedikit terhibur ketika melihat sorot mata perempuan itu. Kali ini lebih hangat. Berjalan-jalan di tepi lapangan yang luas tidak membuatnya lelah. Kelihatan lebih segar malah.Â
Lestari sudah mempersiapkan bekal; roti manis dan air mineral untuk makan mereka kalau perut sudah minta diisi lagi. Tapi sudah 2 jam berada di luar ruangan, zus Linda belum kelihatan haus, apalagi lapar. Ia lebih asyik memandang ke sana-sini sambil berceloteh bahwa pemandangan penuh pepohonan di sekitar asrama selalu mengingatkannya pada kota Ambon, kampung halamannya.
Akhirnya Lestari berterus-terang. Ia mengaku bahwa keinginannya untuk bekerja di asrama Opa dan Oma ini karena ia ingin merasa dibutuhkan.
"Oh, begitu ya?" tanya Linda.
"Begitu memang Zus. Saya senang bergaul dan berteman dengan banyak orang. Dari berbagai umur juga. Saya ingin seperti ibu saya, yang kalau membantu orang, malah merasa lebih sehat," terang Lestari.
Linda tersenyum ketika mendengar pengakuan Lestari. Meskipun ia ingin sekali mewanti-wanti gadis itu bahwa bergaul dengan banyak orang pun bisa sangat menguras energi. Namun setidaknya ia kini paham, mengapa perempuan ini nekat bekerja di tengah para lansia yang kadang menyebalkan tingkahnya.Â
Linda masih ingat saat diantar anak sulungnya ke tempat ini. Tatapan mata para bapak yang tengah bersantai di selasar Aula, tak henti-hentinya terarah padanya. Linda merasa risih. Ia tidak merasa heran kalau itu terjadi di jalanan.Â
Tapi di asrama? Asrama lansia pula. Sekarang, ada pegawai magang dan baru saja ia mengakui bahwa jika diterima, ia ingin sekali menjadi ibu asrama di sini. Ia sedikit khawatir perempuan itu akan jadi bulan-bulanan.
"Zus tidak takut bosan nanti?" tanya Linda.
"Saya kan tidak longterm bekerja di sini."
"Jadi, cuma sekedar nyoba saja, begitu?" untunglah Linda mengatakannya sambil menyungingkan senyum manisnya.