Semilir udara pagi dingin menyeka
Sementara kroni burung-burung gereja
Berduyun menyibak awan yang tak berwarna
Geremispun berhambur mesra membasuh pagi Hari ini tanpa mentari
Hanya awan yang bermain kian kemari Kadang terhempas terbawa hembus sang bayuÂ
Sesaat saja sinar surya tiba meninggi menyapa dunia
Mengalungkan indah pelangi di cakrawala
Bocah kecil berlari membawa seikat bunga, bersama sahabatnya berbaris senyum wajah-wajah ceria meski tertunda
Ibu.. Aku bawakan bunga untukmu
Meski bukan bunga asli, Â tapi cinta kami abadi...
Kusertakan nama kami disetiap ujung daunya, Â agar ibu tak pernah lupa
Terimakasih ibu... Dengan tanganmu kurasakan kasihmu
Dengan lisanmu, menjauh ulah brutalku
Dengan sabarmu mengantarkan kami di gerbang prestasiku
Ibu aku bawa seikat bunga untukmu
Meski tak terukur pengabdianmu
Setidaknya aku muridmu yang selalu menempatkanmu dalam hatiku
Celoteh itu perlahan hilang...
Senyap meninggalkan Pintu gerbang
Meninggalkan sapa yang setiap Saat berdendang
Kemarin mereka meninggalkan seikat kembang
Kami yang terus menggadang-gadang mereka selalu menang menghadapi dunia yang kian menantang.
Berjalanlah terus wahai pejuang masa depan
Kembang yang engkau tinggalkan
Kelak akan mengharumkanÂ
Erna Ekaz
Malang, Â 17 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H