Thrifting adalah aktivitas membeli barang-barang bekas, terutama pakaian yang masih layak pakai dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga baru. Barang-barang ini biasanya dijual ditoko-toko thrifting, pasar loak, platform online, dan biasanya banyak yang mengadakan ivent thrifting secara besar-besaran. Saat ini, thrifting sedang menjadi tren dikalangan anak muda karena dengan membeli pakaian thrifting bisa mendapatkan pakaian yang unik dan branded dengan harga yang sangat terjangkau. Dengan melakukan thrifting juga dapat mendukung gaya hidup ramah lingkungan dengan memanfaatkan kembali barang bekas yang masih bernilai dan layak pakai. Namun, karena biasanya pakaian-pakaian ini berasal dari luar negeri dan harganya yang sangat terjangkau, maka kegiatan ini dapat memberikan dampak kontroversial terhadap industri fashion konvensional dan produk lokal.
     Industri fashion konvensional bergantung pada permintaan konsumen akan produk-produk baru yang terus berubah sesuai dengan tren. Namun, akibat dari thrifting yang menawarkan alternatif pakaian bekas yang berkualitas dan lebih terjangkau, dapat mengurangi permintaan akan produk-produk fashion baru. Ini pada akhirnya dapat memengaruhi pendapatan merek-merek besar dan menyebabkan perlambatan produksi. Beberapa perusahaan fashion bahkan mengakui bahwa penurunan penjualan produk baru mereka sebagian besar disebabkan oleh popularitas thrifting. Thrifting juga berdampak langsung pada produsen lokal, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Banyak pakaian bekas yang dijual di thrifting berasal dari negara-negara maju dan diekspor dalam jumlah besar ke Indonesia. Pakaian bekas ini dijual dengan harga yang sangat murah, sehingga seringkali membuat produk lokal tidak dapat bersaing dari segi harga. Akibatnya, produsen lokal dan usaha kecil yang bergerak dibidang produksi pakaian dapat mengalami kesulitan dalam mempertahankan pasar dan penjualan mereka.
     Salah satu alasan utama mengapa orang mendukung thrifting adalah karena aspek berkelanjutannya. Thrifting dianggap dapat mengurangi limbah fashion dan emisi karbon yang dihasilkan oleh industri pakaian, yang dikenal sangat boros sumber daya dan mencemari lingkungan. Namun, thrifting juga dapat mendorong konsumerisme yang berlebihan, dimana orang membeli pakaian bekas dalam jumlah yang besar hanya karena murah, tanpa mempertimbangkan kebutuhan mereka. Selain itu, beberapa pihak menganggap hal ini sebagai bentuk ketidakadilan ekonomi. Karena negara-negara maju menggunakan negara berkembang sebagai pasar tempat mereka membuang pakaian bekas mereka, tanpa memperhatikan dampaknya pada industri lokal.
      Thrifting memang memiliki banyak manfaat, seperti penyediaan pakaian-pakaian yang mudah terjangkau oleh masyarakat dan dari sudut pandang berkelanjutannya. Namun, dampaknya terhadap industri fashion konvensional dan produksi lokal tidak dapat diabaikan. Meskipun di satu sisi thrifting membantu mengurangi limbah fashion, di sisi yang lain, ia juga menantang keberlanjutan industri lokal dan mengubah dinamika ekonomi pasar fashion global. Dimana thrifting dapat menciptakan ketidaksetaraan perdagangan antara negara maju dan negara berkembang. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang seimbang dan adil agar thrifting benar-benar memberikan manfaat tanpa merugikan pihak-pihak lain dalam rantai industri fashion dan produksi lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H