Mohon tunggu...
Ernawati Putri
Ernawati Putri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pluralisme sebagai Pemantik Budaya

6 Desember 2016   20:56 Diperbarui: 6 Desember 2016   21:01 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gemah Ripah Loh Jinawi, sebuah ejawantah yang pantas untuk menggambarkan keadaan Indonesia. Indonesia memiliki hasil kekayaan bumi yang melimpah ruah. Terbentang keragaman yang indah meluas dari Sabang sampai Merauke. Disatukan dalam sebuah ideologi, yaitu pancasila. Pancasila sebagai sebuah bentuk replika yang berkisah tentang kemajemukan masyarakat Indonesia yang disatukan dalam sebuah kawah yang sama dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa. Hal ihwalnya, yang menjadi pokok permasalahannya adalah apa yang menjadi pemantik api dari kebudayaan yang ada? Disintegrasi kah? Atau primodialismenya?

Indonesia terdiri atas 1.128 suku bangsa dari 17.000 pulau yang bernama atau anonim, dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. Nah, dari sekian ribu kemajemukan yang ada, apalah arti dari sebuah masyarakat multikultural di suatu bangsa? Multikulturalisme merupakan sebuah elemen-elemen yang terbagi ke dalam sub-sub sistem yang masing-masing hidup sendiri disertai tanpa adanya pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik (Furnivall).

Kadang kala, kemajemukan ini membawa kita ke ranah konflik. Konflik yang terjadi diakibatkan karena rasa primordialisme masyarakat yang tinggi, yakni menganggap etnis mereka lebih tinggi dari ras yang lain. Hal inilah lambat laun menyebabkan perpecahan antar etnis. Seperti halnya, kasus kemanusian yang pernah terjadi beberapa tahun lalu, seperti perang Sampit, Poso, dan lainnya. Terlebih lain, akhir-akhir ini pemilu menjadi masalah hangat yang kerap diperbincangkan.  Namun, kini mengarah pada pertikaian. Hal ini timbul karena atas dasar ketidakpuasan terhadap satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Dari adanya masalah yang krusial itu, maka diperlukan penangan khusus agar permasalahan yang terjadi tidak merembet dan menjadi semakin kompleks. Lalu, bagaimana cara kita untuk mereduksi atas permasalahan kulturalnya? Yakni, tentunya dengan melalui kesadaran masing-masing, sikap toleransi dan saling membahu membangun cita-cita luhur bangsa. Dengan kita bersikap damai dalam keragaman budaya, masyarakat akan damai dan tentram tanpa disertai permusuhan antara satu sama lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun