Mohon tunggu...
ermi nurcholimah
ermi nurcholimah Mohon Tunggu... -

keep smile ✌

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengasuh Anak Usia Sekolah Dasar

8 Desember 2016   23:55 Diperbarui: 9 Desember 2016   00:21 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagi banyak anak, memasuki kelas satu menandai peralihan dari “anak rumah” menjadi “anak sekolah”, suatu situasi yang membawa peran dan kewajiban baru. Anak-anak mengemban peran baru sebagai pelajar, berinteraksi, menjalin hubungan baru, mengadopsi kelompok acuan baru, dan mengembangkan standar baru untuk membentuk perasaan diri mereka.

Semakin banyak bukti bahwa sekolah di masa lalu berjalan mengikuti feedback negatif. Nilai diri anak-anak di akhir sekolah dasar lebih rendah daripada nilai diri anak-anak di awal sekolah dasar, dan anak-anak yang lebih tua menilai diri mereka kurang pintar, kurang baik, dan kurang bekerja keras dibanding anak-anak yang lebih muda (Blumenfeld dkk., 1981; Eccles & Wigfield, 2002).

Para guru sekolah dasar sering merasa ditekan untuk “menyelesaikan kurikulum”. Guru sering kali melakukannya dengan menjadwalkan secara ketat segmen waktu yang terpisah-pisah untuk tiap pelajaran. Pendekatan ini mengabaikan fakta bahwa anak sering kali tidak perlu membedakan pelajaran dari area pelajaran. Sebagai contoh, mereka meningkatkan pengetahuan mereka tentang menulis dan membaca ketika mengerjakan proyek ilmu sosial, mereka belajar konsep matematis melalui musik dan pendidikan fisik (Katz & Chard, 1989).

Karenanya, untuk membantu pembelajaran, kelas mungkin memiliki pusat penerbitan yang lengkap dengan materi untuk menulis, membuat ilustrasi, mengetik, dan menjilid buku buatan siswa, sebuah area sains dengan hewan dan tumbuhan untuk observasi dan buku-buku untuk dipelajari, dan area lain yang serupa. Kelas harus memberikan kesempatan bagi permainan spontan, mengingat bahwa anak-anak sekolah dasar terus belajar di semua arena melalui permainan tak struktur.

Banyak ahli pendidikan kontemporer percaya bahwa anak-anak harus menjadi pembelajar konstrutivis yang aktif dan diajar melalui pengalaman partisipatif yang konkret (Bonk & Cunningham, 1999). Mari kita teliti sebuah kelas sekolah dasar yang didasarkan atas prinsip-prinsip ini (Katz & Chard, 1989). Anak-anak sedang meneliti sebuah bus sekolah, mereka menulis surat kepada pengawas sekolah distrik dan bertanya apakah mereka bisa meminta sebuah bus parkir di sekolah mereka selama beberapa hari. Mereka mempelajari bus tersebut, menemukan fungsi dari bagian-bagiannya, dan mendiskusikan tentang peraturan lalu lintas.

Lalu, di dalam kelas, mereka membuat bus mereka sendiri dari karton. Anak-anak tersebut bersenang-senang. Namun juga belajar menulis, memecahkan masalah, dan bahkan aritmatika. Ketika kelas tersebut mengadakan pertemuan orangtua, guru sudah siap dengan laporan tentang bagaimana kemajuan tiap anak. Namun, hanya bus itulah yang ingin dilihat orangtua karena anak-anak mereka terus membicarakannya di rumah selama berminggi-minggu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun