Pendidikan merupakan pilar penting bagi proses berkembangnya individu dan pengadaan Sumber Daya Berkualitas demi memajukan suatu Negara. SDM yang berkualitas dapat terwujud ketika semua kalangan mendapatkan haknya dalam menempuh pendidikan yang layak, namun pendidikan yang belum merata menciptakan adanya kesenjangan bagi sebagian kalangan untuk menempuh pendidikan (Mashudi, 2018). Upaya pemerintah dalam meningatkan kualitas pendidikan di Indonesia salah satunya adalan program zonasi. Program zonasi merupakan suatu system baru yang diterapkan untuk menerima peserta didik sesuai dengan radius tempat tinggal terdekat dari sekolah dengan kapasitas tertentu. Program ini memiliki tujuan untuk meniadakan "label" atau stigma yang berada dimasyarakat mengenai sekolah favorit dan tidak favorit. Namun tentu program ini memiliki pro dan kontra dalam implikasinya di dunia nyata.
Menurut penelitian yang dilakukan Mashudi (2018), program zonasi dapat menguntungkan orang tua dan peserta didik dikarenakan pendidikan yang merata akibat tidak adanya predikat favorit dan tidak favorit, menghemat waktu peserta didik dalam jarak tempuh, hemat biaya transportasi, kondisi fisik peserta didik yang lebih bugar dan kemacetan yang dapat berkurang. Di lain sisi, program zonasi masih menuai polemic dari kalangan masyarakat akibat kurangnya sosialisasi, adanya kecurangan dan memunculkan perilaku yang kurang disiplin dari peserta didik. Seperti berkurangnya antusiasme dalam pembelajaran. Imbas dari kecurangan yang dilakukan oleh beberapa oknum masyarakat agar putra-putrinya memasuki sekolah favorit pun menimbulkan kerugian kepada siswa-siswi lainnya. Banyak siswa-siswi yang berprestasi dan sesuai dengan zonasi sekolah favorit yang harus terlempar karena kuota penerimaan sekolah yang sudah penuh. Akibatnya banyak orang tua yang merasa kebingunan untuk memasukan putra-putri mereka ke sekolah mana.
Penelitian yang dilakukan Suryanti dkk (2020) menyatakan bahwa berdasaekan wawancara yang dilakukannya terhadap 12 orang peserta didik kelas X dan XI menunjukkan adanya 7 orang yang setuju dan 5 orang kurang setuju dengan program zonasi. Peserta didik kurang setuju dikarenakan kurangnya sosialiasi sehingga membuat sebagian peserta didik tidak memahami alur seleksi PPDB, meningkatnya pembatasan kesempatan bagi peserta didik berprestasi untuk bersekolah di sekolah negeri, adanya keinginan untuk memiliki relasi yang banyak dengan bersekolah di daerah yang jauh, belum meratanya fasilitas pendidikan di sekolah yang masuk dalam zonasi baik dari segi fasilitas dan kualitas tenaga pendidik sehingga muncul persepsi untuk lebih baik bersekolah di sekolah favorit yang sudah terjamin fasilitasnya, lalu system zonasi dianggap mengurangi semangat kompetisi antar siswa untuk meraih prestasi dan kecurangan melalui SKTM dan KK. Sedangkan alasan peserta didik setuju dengan program ini adalah adanya penyamarataan status di sekolah negeri, jarak tempuh yang tidak terlalu jauh, menyamaratakan peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda, adanya harapan untuk memunculkan semangat karena meratanya status siswa, memudahkan orang tua untuk mengontrol anak, serta mendekatkan peserta didik dengan lingkungannya tinggal dengan harapan mengurangi kenakalan sdan meningkatkan pengawasan.
Menurut Syakarofath dkk (2020), sistem zonasi dapat menciptakan ketenangan bagi orang tua dalam mengawasi anak-anaknya dan memudahkan orang tua mendiskusikan capaian hasil belajar anaknya. Sedangkan bagi sekolah, system ini dapat meningkatkan mutu sekolah karena beragamnya kemampuan siswa sehingga guru-guru termotivasi untuk meningkatkan kualitas diri. Di satu sisi, system zonasi memunculkan permasalahan utama yaitu ketidaksiapan dan ketidaksinambungan siswa, orang tua dan pihak sekolah dalam mengahadapi perubahan system. Maka dari itu, sistem zonasi memiliki keunggulan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Pengimplementasian sistem zonasi ini dapat dilakukan dengan maksimal jika disertai dengan peningkatan mutu pendidikan dan manajemen sistem zonasi itu sendiri, namun jika terbukti tidak adanya peningkatan bahkan tidak menciptakan perubahan, system zonasi dapat kembali dipertimbangkan. Kedepannya mungkin perlu dilakukan perbaikan terhadap implementasi sistem zonasi dan penyerataan fasilitas sekolah-sekolah agar merata dan setiap siswa dapat merasakan fasilitas serta manfaat yang sama.
Referensi
Karmila, M., Syakira, N., & Mahir, M. (2020). ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN SISTEM ZONASI DALAM PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU. JURNAL MAPPESONA, 3(1). doi:https://doi.org/10.30863/mappesona.v3i1.827
Mashudi, Ahmad. (2019). Kebijakan PPDB Sistem Zonasi SMA/SMK dalam Mendorong Pemerataan Kualitas Sumberdaya Manusia di Jawa Timur. Nidhomul Haq: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 186-206. DOI: https://doi.org/10.31538/ndh.v4i2.327
Suryanti, P., Musadad, A. A. & Isawati. (2020). Efektivitas Pelaksanaan Sistem Zonasi Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Serta Pengaruhnya Terhadap Upaya Manajemen Mutu Pendidikan Berdasarkan Asas Keadilan di SMA Negeri Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2016-2018. Jurnal Candi, 20(1), 111-126.
Syakarofath et al. (2020). Kajian Pro Kontra Penerapan Sistem Zonasi Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 5(2), 115-126.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H