WA.Â
Cara terbaik untuk mengusir rasa sumpek, bete atau rasa malas melanda diantaranya berdiskusi bersama para sohib di grup WhatsApp. Ini bukan pertama kali kami brizzik di grupBerulang kali saya dengan teman-teman ngobrol soal apa saja, yang penting bunyi, yang perlu tidak sepi di lorong-lorong gelap kalau pertanyaan seputar kenapa kita berkumpul di jagat maya.
Khususnya di grup WA menjadi ruang diskusi yang tidak kalah serunya dengan diskusinya pak Karni Ilyas di Indonesia Lawyer Club. Atau obrolan di Mata Najwa, baik lewat tivi, kanal YouTube, TikTok dan media sosial lainnya.
Memang dalam diskusi, kami di grup WA kadangkala tergiring ke masalah yang semestinya tidak menjadi emosi karena terlalu normatif bahkan kelewat hitam putih konten pembicaraannya. Saya sadar, bahwa medsos atau WA betul-betul nyata bikin emosi. Sudah tentu, secuil saja dari teman-teman yang punya gaya seperti itu di grup WA.
Tetapi, alasan demi lebih hidupnya ruang diskusi di grup WA, ada saja jurus-jurus hantam kromo bahkan main bulldozer saat kita berdiskusi. Ya, santai dan gembira turut mewarnai diskusi kami sambil sedikit tegang, yang kerap tidak diketahui apa pemicunya. Ini diskusi lucu yang menyebalkan. Justeru sudah ramai begitu bikin kita terbebas dari rasa malas mengikuti perkembangan berita.Â
Pokoknya, top banget berdiskusi bareng di grup WA.
***
Sepekan yang lalu, ada teman menggebu-gebu dalam berdiskusi. Saking hebatnya, semua pendapat yang tidak bersumber dari kitab suci atau teks agama yang sejati itu batal adanya. Kalau dilihat, argumen-argumennya tidak begitu bagaimana.
Padahal, dia agak kurang menyentuh ke substansi. Di grup WA banyak kepala, bukan pendapat dan pemikirannya saja dari satu arah. Begitulah. Dia mengomentari soal moderasi beragama yang diplintir ke sana dan ke mari malah bikin kita sibuk sendiri. Dianggapnya campur tangan dari paham-paham modern dari penganut agama justeru bikin hidup bisa berantakan.Â
Lah, kenapa paham agama ikut terseret. Paham agama tertentu atau paham modernis menjadi biang dari kekaburan menghadapi perkembangan zaman. Berarti bukan agama dan paham penganutnya sebagai sumber masalah. Coba cek, orang per orang. Jangan sampai seseorang hanya paham tentang agama secara sepenggal-sepenggal.
Di tataran realitas, banyak penganut agama, entah itu modern atau tradisional belum memahami apa makna dan hakikat agama. Mereka mungkin belum sampai pada kualitas penghayatan agama yang dalam dan menyeluruh.Â