Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Hasrat dan Nafsu: Akhir Nalar

12 Maret 2024   10:03 Diperbarui: 31 Maret 2024   12:23 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi (DOK.PRI)

Mengapa sebagian orang bertanya tentang sang ayah begitu ngotot mempertahankan kuasanya? 

Mengapa sang ayah mewariskan politik kuasa negara pada anaknya? Kita adalah ayah.

Peristiwa anyar terjadi saat hiasan emas kubah masjid seharga 3 milyar rupiah dicuri. Ia bukan soal harga milyaran dan tidak pandang bulu apakah di masjid sebagai simbol suci atau tidak? 

Ini bukan pula soal hiasan emas kubah ternyata kembali ditemukan. 

Ia berada di luar nalar. Ini sulit dicerna oleh nalar. Peristiwa tersebut melampaui analisis karena hasrat tidak terbendung dan nafsu yang menggoda.

Di tempat lain, kita masih bisa bertanya pada suatu tanda ekspresif. Mengapa warga buruan belanja bahan makanan jelang bulan puasa Ramadhan? Antara kegembiraan dan eforia belanja di tengah harga melonjak?

Kita tahu, kegembiraan sebagai tanda ekspresif untuk menyambut Ramadhan. Patut kiranya hasrat untuk berbelanja dikendorkan dan nafsu dikekang untuk mengonsumsi jelang dan selama puasa Ramadhan, malah dijadikan momen terbaik. 

Ia bukan silau dan sok berbelanja. Kerap kali terdengar keluhan bukan karena capek, melainkan uang ingin dihabiskan kemana?

Belum lagi berbicara soal pengaruh hasrat dan nafsu. Mengapa orang risih atau menghindar ketika kita berbicara tentang perkara hasrat dan nafsu? Apa mereka tidak punya malu jika banyak korban dari hasrat yang buas atau nafsu gelap? 

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menghakimi hasrat dan nafsu. Kita tidak menguak seluruh kasus yang memalukan. 

Marilah kita memulai kata demi kata dari persfektif lain seputar hasrat dan nafsu. 

Berikut ini diskursusnya.

***

Kelahiran hasrat seiring dengan fenomena tubuh, yang dirasuki dengan nafsu di antara nilai tanda (tajir, parlente, cerdik, kuasa). Hasrat dan nafsu begitu dekat dengan selera saat nilai tanda terbungkus dengan tubuh. 

Suatu penampilan tubuh yang dipolesi dengan nilai mulia dan dipuja karena keindahannya, yang ditampilkan dalam ruang terbuka.

Tetapi, ia tidak lebih dari bentuk-bentuk yang memberitahukan pada kita melalui tubuh yang menyebar. Pengetahuan sampai pada satu kesimpulan sementara tentang sesuatu yang membuat seseorang terpikat dan tergelincir. 

Secara tergesa-gesa, seseorang bisa mengetahui bahwa hal-hal yang membuat individu tergoda dan tergiur oleh sesuatu melalui hasrat dan nafsu yang meluap-luap. 

Padahal, perpaduan hasrat dan nafsu diselipkan dalam kuantitas yang mengiringi diskursus kuasa. 

Dua periode atau lebih dalam masa jabatan presiden, misalnya, dimana kualitas terdapat perbedaan kecil merasuk antara nilai tanda hasrat dan nafsu untuk kuasa. Berdasarkan kuantitas dan kualitas itulah, maka relasi kuasa bernilai tinggi.

Kita tidak bisa memastikan apakah tatanan ilmiah memiliki pemihakan akan terbentuk dari penyajian secara kuantitas. Saya tidak percaya jika orang yang tidak berhasrat bisa merahi apa yang tertanam di dalam kepalanya. 

Ketika tatanan ilmiah hanya menyelidiki mengapa benda-benda atau obyek mampu menciptakan hasrat dan kesenangan, seperti rokok, busana, tas, jam tangan, dan sebagainya, maka sebagai nilai terendah dan tertinggi dari hasrat. Setiap nilai sesuatu yang dilihat sekadar sambil lalu dan satu persfektif saja lantaran ketergesa-gesaan dan prasangka yang merenggut pikiran kita. 

Sampai di sini, ada beberapa hal yang perlu dicatat sebelum kita menoleh yang lain.  

Perpaduan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa nilai yang lebih rendah dan tinggi tidak menjadi pilihan utama serta-merta di bawah nafsu yang memabukkan. Hal-hal yang dikuasai berselang-seling dengan hal-hal yang menguasai. 

Dalam hasrat, tidak ada daya yang lebih rendah sebagai identifikasi dan perpaduan antara tubuh dan penampilannya. Tubuh nampaknya tidak kehilangan jejak-jejak kekuatannya, dimana tubuh tidak sekadar bergerak secara mekanis, tetapi juga tubuh dalam pengertian luas. 

Tubuh terbebani dengan syarat, struktur dan fungsi, tetapi terbebas dari beban hasrat dan nafsu. Tubuh tetap tubuh. 

Bisakah hasrat dan nafsu tanpa tubuh bergerak kemana-mana? Kedua kekuatan tersebut bukan berarti tubuh di satu arah dan hasrat atau nafsu di arah yang lain.  

Tidak bisa dikatakan benar secara kuantitatif, jika kita melupakan kualitas, karena keduanya sebagai “tanda ganda.” Nafsu adalah invisibilitas kekuatan yang menerobos permukaan tubuh. 

Pemikiran dan kehidupan tidak jauh dari hasrat, nafsu, dan tubuh. Berkat nafsu yang menggelora, ia bisa menghapuskan dua kutub antara hasrat dan tubuh, maka alam pun saling menetralisir antara nilai baik dan buruk. Dalam kedua nilai tersebut sama-sama memiliki ‘pertukaran nilai tanda’ yang tidak terlihat, sekalipun ditengah pergulatan sensasi. 

Satu sisi, tanda hasrat bukanlah mencirikan kejahatan atau kepalsuan, dan di sisi lain tanda nafsu bukan juga menandakan pembalikan arah kebaikan dengan kejahatan dalam dunia. Keduanya bukan reinkarnasi dalam kesadaran berupa pikiran. 

Melalui hasrat dan nafsu sebagai kesatuan energi terlahir di setiap zaman dan sejarah. 

Contohnya, perang terbuka dengan ragam teknologi datang dari nafsu begitu yang menyilaukan sekaligus menghancurkan dirinya sendiri.  

Di bawah pergulatan internal, nafsu sesungguhnya merupakan anti kesadaran semu terhadap apa yang dianggap paling tinggi dalam diri manusia. Di banyak kesempatan merupakan kawan terdekat dari hasrat. 

Tubuh dilingkari hasrat dan nafsu. Sebagaimana kehidupan, rangkaian kebenaran dari hasrat dan nafsu, ketika cahayanya ‘berasal dari bukan dirinya’, maka kebenaran yang bukan dirinya patut diragukan. 

Daripada ia menjadi sebuah racun bagi teka-teki kehidupan yang menghilang dalam nalar. Dunia intelek yang jujur tidak bisa dipisahkan dengan nafsu. Lengah sedikit, intelek direbut oleh nafsu. Hasrat dan nafsu membawa dirinya ke ‘pementasan’ melalui tubuh.

Kita bisa bayangkan, sebuah kilatan cahaya yang terbagi keluar setelah bayangan pendek terhapus dalam kegelapan. Demi mengosongkan kegelapan yang berlarut-larut, hasrat dan nafsu tertuju pada permainan cahaya dan kegelapan. 

Nafsu yang terkutuk akibat asumsi-asumsi terkini memotong pergerakan tubuh. Setengah dari tipu muslihat adalah sesuatu yang berada di luar permukaan tubuh. Tetapi, “persfektif setan dekil” yang mengaburkan cahaya yang mengambang bebas di sekitar tubuh. 

Tidak lebih dari sebuah mekanisme tubuh, kekuatan hasrat dan nafsu merupakan kehidupan dengan seluruh pemikiran didalamnya. Nafsu hanya bisa diketahui pergerakannya, ketika berada dalam ruang bebas dengan suatu cakrawala tersendiri. 

Dalam nafsu, sisi gelap adalah efek-efek dari tubuh.  Nafsu menjadi hasrat atau sebaliknya dengan bahasanya sendiri. Ia tidak lagi bagian dari emosi manusia, melainkan berdaya aktif atau terlibat langsung untuk menghancurkan segala bentuk kepalsuan, termasuk dirinya sendiri.

Semakin jauh kita melangkah dengan nafsu, maka semakin solid dan dekat dengan hasrat dan tubuh. Mengumpulkan kekuatan diri untuk menguasai sesuatu;  berada di antara pemahaman tentang nafsu dan kepicikan pikiran. 

Kita mesti juga memahami nafsu yang sungguh-sungguh memiliki efek yan lain. Kata lain, bahwa hasrat dan nafsu merupakan upaya abstraksi penubuhan terhadap dunia luar. 

Meskipun nafsu sedalam hasrat, yang tetap terdiferensiasi dalam satu dunia yang menubuh. Hasrat untuk pengetahuan, termasuk pemikiran tentang nafsu dan tubuh.

Hasrat dan nafsu saling berinteraksi satu sama lain dengan dunia eksternal melalui tubuh. Hasrat dan nafsu, silih berganti, datang dan kembali. Kadangkala tubuh yang telah dipermainkan oleh nafsu untuk kuasa. 

Tubuh dibalas dengan tubuh. Hasrat muncul sebagaimana nafsu, kecuali tubuh sudah tidak dilibatkan dalam proses pemuasan dan penyaluran.

Nafsu tidak akan terlepas dari realitas sepanjang hasrat yang bergonta-ganti dengannya dari dalam. Nafsu menggodanya (realitas sebelum menggoda hal lain karena nafsu itu sendiri sebagai realitas). 

Sedangkan tubuh melebihi penampilan itu sendiri yang dimainkan oleh hasrat. Memang betul hasrat tidak tergantung pada nafsu. 

Demikian juga sebaliknya, ia sampai mengekor kepada seluruh pemikiran tentangnya. 

Satu pergerakan fantasi dari nafsu secara otomatis seiring dengan hasrat. Detak jantung yang menandakan kita bisa hidup dari hasrat dan nafsu besar. Nafsu yang menggoda dan hasrat paling nyata melalui tubuh. 

Hasrat sebagai jagat mikro yang tertanam dan menyebar melalui tubuh. Nafsu bukan saja penyeimbang antara tubuh dengan hasrat, tetapi juga saling menopang jagat makro, kehidupan bumi dan benda-benda luar angkasa yang lain. 

Hasrat memasuki kutubnya sendiri dan nafsu juga memasuki kutub yang sama. Atas nama tubuh, warna, bunyi, dan skema yang lain paling mudah dikenal secara dekat.  Begitu juga, hasrat dan nafsu sebagai sesuatu yang nyata. Di balik indera terdapat hasrat dan nafsu bertubi-tubi saling menandakan sebagai sesuatu yang ada dan nyata .

Anehnya, mesin perang sama kuatnya dengan hasrat dan nafsu, yang membayangi tubuh saat terjadi kelengahan fatal.  

Sementara, nafsu membuat penderitaan melipatgandakan kekuatan dirinya. Tubuh diritualisasi dengan hasrat dan nafsu untuk menunda penderitaan.

Hasrat dan nafsu yang terlibat dalam kebebasan tidak lebih dari ilusi. Nah, dari sini, manusia tidak bebas akibat nafsu memerangi nafsu yang lain.

Citra, selera, dan indera menyatu sebatas pengetahuan yang didasari oleh kekuatan persepsi indera atau intuisi. Kecuali hasrat dan nafsu. 

Contoh, sebuah patung lilin dari tokoh fiktif atau nyata, sesungguhnya hal yang nyata juga muncul dalam imajinasi dan teknologi sebagai suatu jeritan dalam dunia seni. Ia bisa dijelaskan melalui lisan dan tulisan sekalian. Daripada sebuah gambar hidup yang terperosok dalam kesadaran palsu ala Nietzsche, mending tubuh ditampilkan kekuatannya demi hasrat yang bergelora dan nafsu yang menggoda.

Tanpa melalui kontemplasi metodis ala Descartes, pikiran tidak akan pernah berakhir pada sesuatu yang pasti dan jelas. Betapapun kita mulai dan sedang berpikir, tidak lebih sebagai hasrat untuk pengetahuan. 

Tubuh aktual itu ada sebagaimana tubuh virtual yang nyata. Tidak ada titik akhir, kecuali perpaduan hasrat, nafsu, dan tubuh.

Pengobaran dan pergerakan. Semakin kuat hasrat dan nafsu, maka semakin muncul titik kerawanan dari tubuh. Nyatanya, tubuh yang dieksploitasi. Hasrat yang bangkit dan nafsu yang mencair juga melalui tubuh.  

Nafsu bisa mengurangi kualitas bisikan atas obyek yang disenangi. Hasrat atau nafsu yang memboncengi dinamika dan pergerakan kehidupan.

Ketika hasrat dan nafsu meluap-luap akan semakin diketahui titik celahnya. Dalam tipologi binatang rasional, dimana hasrat dan nafsu hanyalah sebuah garis demarkasi antara hal-hal yang kompleks dan sederhana. 

Tubuh berhubungan dengan penciuman dan penglihatan, buram dan tajam, bersamaan teks dan suara musik yang sebenarnya. Pada dasarnya, indera sangat peka juga melalui tubuh. 

Nalar hadir bukan untuk menjinakkan nafsu. Gejolak nafsu yang membungkan rangsangan saraf otak, mengalir dan menyelinap kedalam peradaran darah.

Tubuh berhubungan dengan siapa ia melahirkan kehidupan dan pemikiran. Kekuatannya hanya menjadi musik kehidupan. Titik paling rawan tubuh yang mandek terletak pada pikiran yang belum berpikir, bukan rangsangan syaraf. Di situlah tubuh bisa hidup dengan Hasrat dan nafsu. 

Karena itu, musik tidak berhubungan lagi dengan asal-usul penderitaan, dimana jaringan-jaringannya sesungguhnya merangsang kelahiran hasrat atau nafsu. 

Ketika kita merenung sebelum tidur di bawah kilatan cahaya siang, mengosongkan pikiran dan mengendalikan nafsu sehingga kemurnian dan kewaspadaan bercampuraduk dengan realitas.  Sebaliknya, ketika nafsu yang terkontrol berarti menyelaraskan nafsu itu sendiri dengan tubuh.

Meluap-luapnya hasrat dan nafsu bersama cahaya malam dalam kegelapan siang. Akhirnya, hasrat bertumpang-tindih dengan nafsu. Dimana ada hasrat, di situ ada nafsu. Mungkin bahaya pujian atas tubuh seakan-akan mendekati lingkaran nafsu. 

Tubuh justeru akan terancam sebagai kekuatan pinggiran karena gejolak hasrat dan nafsu yang tidak terkontrol sebelumnya.

Melalui pergerakan nafsu, maka berbagai penampilan tubuh ditutupi oleh seberapa banyak hukum akal diseimbangkan dengan nafsu. Tetapi, nafsu dengan seluruh hukum yang diketahui manusia; dan ia melupakannya saat tatanan nalar menjadi tidak berkutik kembali.  

Nafsu adalah intelek yang diwaspadai. Belajar mencintai kehidupan dengan nafsu berarti untuk menghindari ruang kosong, yaitu kemalasan. 

Kegelapan siang muncul karena godaan merenggut dalam cahaya malam. Pada ujung ruang kosong sebuah mimpi ilusif mulai ditangkap dan dilepaskan melebihi persepsi inderawi.  

Betapa titik awal yang memunculkan gambaran nafsu, yang kekuatannya disterilkan dari ruang kosong.  

Setelah nafsu, maka tubuh tidak saja membutuhkan makan, minum, istirahat, dan hal-hal yang dihidupkan melalui pergulatan sensasi; tetapi juga tubuh terjalin kelindan dengan hasrat.  Relasi kuasa datang dari aliran hasrat. Karena itu, hasrat sebagai asal-usul keberanian untuk mengetahui di mana celah-celah hasrat itu sendiri.  Di atas permukaan tubuh, pergolakan hasrat sejauh apa yang dapat dicairkan dan dipadatkan kembali melalui permukaan tubuh, yang diukur dengan tinggi, datar, dan rendahnya pertarungan kehidupan.

Dilihat dari luar, akhirnya seperti sebuah bidang datar, menurunnya secara grafikal, rendah dari ketakutan. Khususnya ketakutan adalah bentuk dasar dari pengasingan yang menyebabkan kemandekan pikiran. 

Tubuh dengan seluruh pergerakan yang diminati manusia. Pada semua daya tarik, tubuh menggulati kemesan cita rasa; tubuh terkurung dalam desakan-desakan yang berlawanan dengan cakrawala paling luas. 

Di luar diri, mereka hanya dirasuki pikiran lemah, kekerdilan, dendam kesumat, angkuh, dan tanpa disalurkan keluar. Sebaliknya, bias dari hasrat dan nafsu, berarti menjumlahkan “tubuh” dengan persepsi inderawi. 

Membayangkan nikmatnya halusinasi cahaya di sudut ruang samar-samar. Berhitung cepat di setiap momentum kenikmatan yang tidak berasal dari pergumulan akut inderawi. Bisikan hanya menyamar dalam waktu lengang.  

Sebagai syarat pembuka dan penutup kehidupan, nafsu dengan cara membalikkan hasrat untuk kuasa, dari taraf berahi menjadi taraf hasrat untuk pengetahuan. Hasrat keluar dari dirinya yang tidak terkontrol dan bergerak di balik obyek-obyek alamiah dan artifisial. 

Sebaliknya, kebenaran dalam kaitannya dengan persepsi inderawi, yang dikacaukan oleh dunia ide, dimana ilusi perseptual berkembang dan menyebar setelah kelahiran nafsu. Tidak mungkin suatu ide, pikiran, dan nafsu memulai dan mengakhiri peristiwa saling serentak dan menghentakkan. Ide, pikiran, dan nafsu muncul saling menyilang.

Pikiran akan selalu dikalahkan oleh pembelokan sesaat yang bukan dirinya, sebelum ada di dalam pikiran mengenai hasrat dan nafsu. Setelah kelahiran nafsu menempatkan dunia sebagai sesuatu yang ringan. 

Hasrat untuk membaca teks, tetapi peristiwa dicatat dalam tatapan yang memberi efek pada tubuh. Ketika tubuh menjadi efek dari nafsu yang menggoda, maka persepsi indera yang dipertajam dalam imajinasi atau fantasi. Ia menambah ketidakhadiran nalar.

Dalam imajinasi, tubuh dihidupkan dengan humor. Sementara nafsu menetralkan dirinya sendiri. 

Kesenangan dan penderitaan dalam kehidupan tidak bisa dilepaskan dengan hasrat dan nafsu, yang diselingi oleh pergerakan air empedu. 

Namun demikian, pikiran bertentangan dengan nafsu buta yang mengacaukan selera humor-humor yang tinggi, tidak menunduk di bawah air empedu sebagai obyek pengetahuan.  

Sebagian besar sentilan dibumbuhi selera humor yang tinggi. Ia akan menyegarkan stamina tubuh.  Nafsu-nafsu yang sama menjaga tubuh agar lebih hidup.

Yang dihembuskan dengan nafsu sampai pada titik cair dan dilahirkan kembali bersama dengan hasrat. Di bawah serangan mendadak dari nafsu, kelengahan berpikir berakhir sampai tubuh dinyatakan mulai dari satu pergerakan ke pergerakan yang lain (alamiah dan virtual).

Ketika hasrat dalam kehidupan mengarah pada tubuh, maka hasrat yang bertujuan untuk membersihkan tanda hasrat “yang tidak terkontrol.”  Pada saat nafsu menentang diri sendiri, ia dipengaruhi oleh sesuatu yang sebetulnya bukan dirinya. Sebaliknya, kategori “suci” dan “kotor” akan berakhir melalui pergerakan dari dalam secara otomatis. Menjauhlah dari kesadaran palsu! 

Ketika kita dihantui oleh tipu muslihat setan pikiran (sebagai inti ilusi besar kita), justru itulah pertama kali kita tergiring dalam hasrat dan nafsu. Sesungguhnya kita mulai berpikir dan dicari selama ini ada di dalam diri kita tanpa hasrat, nafsu, dan tubuh.

Dari titik tolak ini, hasrat dan nafsu menyertai bisikan. Setiap bisikan terjadi antara cahaya dan kegelapan. 

Hasrat dan nafsu dalam titik singgung sebagai dunia terpancar sejelas-jelasnya dari dalam. Berbeda halnya dengan sensasi kenyang, lapar, cerdik, dan idiot adalah tubuh yang dilawankan dengan rakus, serakah kaya, kikir, dan angkuh. Semuanya ada separuh “terang” dan separuh “gelap.” Berkat hasrat dan nafsu, jadilah manusia pengecoh kawan dan perayu lawan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun