Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak-Anak Penyejuk Hatiku

20 November 2023   15:21 Diperbarui: 21 November 2023   08:30 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anakku Haya, Mumtaz, Nida (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Untuk Hari Anak Sedunia, 20 November 2023

Suara dan wajah anak-anak soleh solehaku sebagai pengobat rinduku saat melihatmu di video call. Memandang foto anak-anak di ponsel dan di media sosial kontan menjadi penyejuk hatiku.

Biasanya sekali sepekan, anak-anakku menelepon ke kami sebagai orang tua (maklum, ustadz-ustadzanya yang menyediakan ponsel). Tepatnya, setiap hari Jumat. Hari itu menjadi jadwal tetap anak-anak santri menelepon ke orang tuanya.

Saya mulai dari titik ini dulu. Sekitar tiga tahun yang lalu, 2020, anak sulung kami, Hayatun Nufus Muthahhari Ermansyah berlanjut ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama. Usianya 12 tahun waktu itu. 

Kami mendaftarkan anak sulung saat pandemi Covid-19 sedang "ganas-ganasnya" menyebar seantero bumi. Kami memilih pondok pesantren sebagai ruang pendidikan sekaligus ruang pengetahuan agama plus pengetahuan modern untuk anak-anak.

Karena pandemi Corona, maka pendaftaran masuk pondok pesantren berbasis online. Diawali dengan informasi pendaftaran dan ujian juga lewat online. Berbasis online lagi kencang-kencangnya sebagaimana pandemi Corona menerjang di berbagai penjuru.

Biar pandemi Corona menggila, kami tetap melenggang demi anak yang akan berkhidmat di pondok pesantren. Meski gencar work at home, kerja di rumah hingga isolasi, maka orang tua tidak urungkan niat untuk menyekolahkan anak-anak. Sekali gas-pol, pantang surut ke belakang. Pendaftaran atau proses pembelajaran online itulah yang dianggap lebih aman dan nyaman di rumah. Daripada tertular, mending lindungi diri dan keluarga dari pandemi Corona.

Satu sisi, kita membayangkan saja, sudah berapa banyak tenaga dan sumber daya untuk menyekolahkan anak-anak yang nyaris terbuang percuma saat terjadi pandemi. 'Jaga jarak sosial' (social distancing) membuat ruang gerak kita amat terbatas. Tetapi, anak-anak diarahkan pada hasrat untuk pengetahuan (desire to knowledge) melalui pendidikan pondok pesantren.

Di situlah mereka mulai digembleng untuk menggali hingga mengelola dirinya dengan memadukan epistemologi bayani (teks, ilmu kalam, ilmu Al Qur'an, fiqih, ushul fiqih), burhani (konteks, rasionalisme, empirisme, demonstrasi), dan irfani (zauq, kasyf, esoterik-sufistik). Wah, bakalan kurang dipahami oleh anak-anak santri jika istilah-istilah tersebut tidak diperkenalkan di pondok pesantren nih! Jika bukan sekarang kapan lagi! Saya juga membayangkan anak-anak santri dengan materi pembelajaran yang berat-berat.

Sisi lain, berkomunikasi langsung dengan sesama tertunda. Boleh dikata, pakai master, cuci tangan dengan hand sanitizer, hindari kerumunan, pertemuan tidak boleh lebih dari tiga orang, ngetes suhu badan, dan gunakan alat pelindung lainnya menjadi pemandangan sehari-hari.

Jika tidak penting dan mendesak, kita dianjurkan untuk menghindari perjalanan ke luar daerah. Terpaksa oleh kondisi darurat, anak sulung kami  belajar secara online berlangsung selama tiga bulan. Saya masih ingat, waktu itu, masa penjengukan juga nanti tiga bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun