Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jadian, Bubar, dan Hal Biasa Lainnya

30 Agustus 2023   18:33 Diperbarui: 16 Februari 2024   10:54 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawan yang lain menanggapi obrolan saya. "Pernah juga melenceng hasil survei Denny JA kanda. Sewaktu pilkada DKI 2017 dua kali gagal. Pertama hasil surveinya menyatakan Anies-Sandi Gagal masuk putaran kedua. Hasilnya malah lolos. Yang kedua, masih pada periode yang sama akan dikalahkan oleh Ahok-Djarot (hasil survei, bahkan Quick Count. Tapi sekali lagi gagal, karena Anies-Sandi yang menang. Bahkan dalam rilisnya, meskipun margin error-nya terjadi, Anies-Sandi akan kalah. Tapi hasilnya seperti yang telah terjadi Anies-Sandi memimpin Jakarta.

Karena namanya juga Survei, maka ruang untuk keliru tetap saja ada kanda. Kecuali 'sensus', hehehe."

"Tapi memang banyak yang benar kanda. Hampir semuanya yang disurvei, terlebih lagi jika LSI jadi konsultannya, maka bisa dipastikan menang. Untuk pilkada DKI, memang banyak lembaga survei yang "kalah". Hehehe.

Tapi kita tunggu saja pesta demokrasi 2024, siapakah yang bakal unggul. Atau malah pertarungannya di Oktober. Siapakah yang berhasil meraih tiket untuk maju. Ganjar sudah pasti, Prabowo semakin menguat. Anies, masih harus menjaga soliditas koalisinya. Nah, patut ditunggu ... hehehe."

Saya mencoba menimpalinya. Konteks Pilpres dan konteks Pilgub berbeda. Jika KPK Anies bertumpu pada konteks Pilgub 2017 untuk Pilpres 2024, saya ragu Anies menang. Pilgub dan Pilpres berbeda mapingnya. Cuma pertanyaannya. Apakah survei sebelum atau setelah kasus Ahok?

LS hanya membuka kemungkinan apakah menang atau kalah. Lagian, LS beri gambaran bahwa si A lagi jongkok, si B lagi jogging, si C lagi nge- sprint,  etc etc.  He he he. Tapi, memutlakkan semutlak-mutlaknya menang itu naif, absurd. Belum lagi kita ngobrol tentang "margin error."

Katakanlah metodologi multistage random sampling di Kabupaten X = 400 ribu DPT-nya. Palingan sampel sekitar 500 orang. Nikmat apa nikmat?

Muncul komentar kembali dari kawan. "Berarti ada momentum kanda, karena kasus pidato ahok, hehehe. Berarti ada instrumen lain yang juga perlu dijadikan alat selama survei. Jangan sampai semua calon sempat terpeleset lidah lagi jelang pemilu, hehehe."

Runtuhnya nalar di sini. Jika bukan "politisasi agama," apa yang bisa diandalkan untuk mendulang suara dukungan pada Anies. Orang juga sudah tahu siapa dan apa motif politisasi agama.

Sedikit lagi. 56 persen pemilih ada di pulau Jawa. Ini pulau Jawa. Impossibility begitu gede jika salah satu kompetitor: Prabowo, Ganjar, dan Anies sebagai pemenang dengan persentase tersebut. Belum lagi di luar pulau Jawa.

Ada logika yang berkembang. Jika Prabowo atau Ganjar yang "menang," maka Pilpres 2024 dicap "curang." Padahal, elektabilitasnya papan teratas dari kebanyakan LS. Saya cuma usap-usap kepala dengan cara berpikir demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun