Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hilangnya Separuh Wujud Alamiah Karena Internet

12 Juni 2023   09:17 Diperbarui: 20 Juli 2023   14:38 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak suku Baduy (Sumber gambar: GuruPendidikan.Com)

Bakal hilang separuh wujud alamiah suku Baduy jika internet mencangkok nilai lama menjadi nilai baru. Nge-internet sebagai nilai baru bisa menggilas adat istiadat mereka. 

Apa mungkin terjadi jika internet di zaman now bisa merawat perbedaan dan identitas? Ringsek sedikit, internet dijadikan biang dari kehancuran manusia.  

Orang juga pada tahu, jika internet banyak berjasa dalam kehidupan. Suku Baduy juga punya hak hidup. Lantas, mereka tidak dianggap kebangetan jika menolak sinyal internet.

Mengapa hal-hal positif saja dari internet yang diserap dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Kita tidak serba menyederhanakan permasalahan.

Katakanlah, suatu hari, saya sempat ngobrol sejenak dengan anak dan ponakan. Keduanya seusia SMP. Satu pertanyaan untuknya. "Apa pendapat anakku soal ada orang yang nolak sinyal internet?" Di luar perkiraan. "Kita bisa stres, karena selama ini kita terbiasa dengan internet dalam kehidupan sehari-hari," jawabnya mereka. Lanjutnya lagi. "Tanpa internet, kita tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Sekarang, separuh hidup kita dengan internet. Lewat internet, kita bisa berinteraksi dan bertoleransi bersama dunia luar." Pertanyaan berikutnya anakku. "Jika suku Baduy menolak sinyal internet masuk di kampungnya, bagaimana pendapatmu?" "Mereka sudah terbiasa dengan tanpa internet itu wajarlah. Ogahan dengan internet juga tidak apa-apa. Mereka kan hidup apa adanya." Dapat jawaban dari mana anak-anakku ini? Apa bocor soal? Nyonteknya lewat apa? Begitu gumanku.

Satu pertanyaan lagi. "Maukah anak-anak dijuluki sebagai pecandu internet?" "Saya rasa tidak aneh jika kita disebut pecandu Internet, karena pada zaman sekarang dunia seolah-olah pindah ke internet," pungkasnya.

Obrolan sejenak dalam suasana kekeluargaan itu saja cukup mewakili apa isi kepala kita. Apa yang tidak mungkin? Bagi masyarakat penjunjung nilai tradisi dan adat istiadat punya sudut pandang berbeda dengan pihak lain.

***

Sudah tentu, anak-anak suku Baduy tidak sekeren dan sepopuler Lauvey, Stacey Ryan hingga Mahalini saat tampil beken di internet dan di panggung musik jazz. Tanpa merasa minder, anak-anak suku Baduy tetap riang gembira tanpa internet. 

Saya pikir obrolan tentang suku Baduy tidak mentok dari sistem pengetahuan dan sistem kepercayaan. Seseorang tidak harus melakukan penelitian untuk memastikan sahih tidaknya data tentang kebersahajaan dan canda tawa anak-anak suku Baduy saat tidak punya "makhluk" bernama internet.

Meski ada pihak lain ngebet agar terjadi perubahan, dari ruang alamiah ke ruang siber, maka anak-anak muda suku Baduy jauh dari "demam" K-Pop, misalnya. Mereka abai dengan FOMO (Fear of Missing Out), tidak ingin ketinggalan zaman alias khawatir enggak hits. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun