Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Pertanyaan Ulang tentang Narkoba

10 Juni 2023   10:33 Diperbarui: 13 Juni 2023   20:07 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narkoba (Sumber gambar: detik.com)

Meskipun ia menyimpan seribu rahasia kata-kata ‘menghentak’, ‘menjalani’, ‘alat isap’ atau ‘alat suntik’ merupakan cara untuk mengenal lebih dekat tentang tanda ‘bunuh diri’ secara pelan-pelan. Saat kesenangan dan fantasi menjadi jejak-jejak kekosongan akibat kecanduan berat dari Narkoba, maka pemisahan antara kata-kata atau benda-benda dan citra kuasa negara akan diuji.

Tetapi, diskursus akan selalu muncul di balik ketumpang-tindihan antara kausalitas khusus dan pelarangan Narkoba sebagai kejahatan luar biasa. “Aku berhenti mengisap ganja, Aku mengisap lagi.” Secara terbuka, kata-kata tidak lain untuk memerhatikan kausalitas, konsekuensi, dan persepsi dihubungkan dengan obat terlarang menjelma dalam kegilaan yang khas.

Setiap perhatian secara seksama terhadap penafsiran tentang “tatanan konsep” dan “tatanan kausalitas” menerima hasrat dan kesenangan otomatis. Masih diet kesenangan tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana menulis rangkaian kata-kata atau kalimat berlangsung tanpa persepsi dan kausalitas ilmiah sepanjang diterima dengan kode produksi laboratorium, penelitian dan ilmu pengetahuan lainnya. Psikiatris atau psikolog, dokter, pendidik, kritikus, komposer, pustakawan, pelukis dan pembaca, akhirnya segalanya menjadi aktor sekaligus subyek. Mereka menjadi aktor, tatkala tidak terikat oleh syarat-syarat yang ditawarkan subyek (hasrat?). Suatu saat mereka akan melahirkan konsep dan di saat lain tidak memerlukannya lagi.

Kebenaran dari manapun datangnya tidak lagi melihat ilusi sebagai teror dan musuh bebuyutannya, tetapi korban cogito sama sekali tidak berkaitan dengan subyek atau obyek obat terlarang dan pengendalian yang dibentuknya. Benda-benda dalam peristiwa obat terlarang yang menarik atau menggoda bukan lagi kekesalan, melainkan kesenangan, dimana rantai tanda hasrat merupakan tampilan luar. Kedalaman menjadi kelenyapan bagi permukaan, keduanya keluar dari pengawasan medis-hukum terhadap obat terlarang dan sejenisnya.

Fantasi kosong, halusinasi, persepsi keliru, dan gelombang paranoia bukanlah satu rangkaian penghancuran konsep yang memiliki relasi tanda ‘bunuh diri’. Konsep teoritis menghilang dalam kegilaan seiring hilangnya ‘perbudakan nilai’. Melepaskan diri dari rantai konsep teoritis tanpa rumus dan tanpa kausalitas ilmiah bukanlah kebenaran, kecuali ilusi sebagai kesenangan radikal berlangsung secara terbuka bagi siapa saja. Ia tidak penting lagi diperhadapkan dirinya dengan cermin yang hanya ingin melihat seberapa nilai obyektif atau tidak.

Bunuh diri adalah konsekuensi obat terlarang sesuai bunuh diri konsep teoritis dari instannya kematian. Bukankah semuanya tidak lebih dari relasi bolak balik, bukan hukum kausalitas? 

Ilusi menganggap dirinya benar atau kebenaran tidak lebih dari ilusi. Karena itu, teror nilai dari tanda kesenangan bukan dari kausalitas khusus atau persepsi-hasrat otomatis terhadap Narkoba. Tetapi, ia merupakan konsekuensi penampakan asal-usul dan ilusi dari kebenaran.

Eksperimentasi bukan hanya menjadi bagian dari peristiwa, tetapi juga menempatkan jejak dirinya sebagai sumber ketergantungan pada produk, yang menghilang dalam kausalitas khusus dan terapi bagi pecandu obat terlarang dan sejenisnya. Dalam setiap titik dan lintasan, persepsi dan kasulitas khusus hanya melampaui dirinya tetapi juga korban kebenaran sampai kekosongan yang menemuinya.  

Kebenaran acapkali bersama dengan halusinasi. Kaum seleb dan pecandu lainnya, mungkin saat disuguhi secangkir gelas berisi obat penidur bikin pulas para penggunanya. Mereka seakan-akan sedang terjaga dan teridur pulas dengan mimpi di atas tikar dalam keadaan terjaga.

Dalam model permainan nyata, sistem kuasa mengemas dan menyebar teks tertulis dalam rangka mengontrol pertumbuhan obat terlarang dengan melibatkan deseksualitas kesenangan atas obat terlarang dan sejenisnya. Sistem tanda sebagai daya tarik yang nyata dari obat-obatan tidak membekali dirinya dengan teknik penggodaan, melainkan mengembangkan produksi fantasi dan hasrat pada obat terlarang yang terlanjur digemari.

Tanda kesenangan juga tidak berasal dari sistem persepsi, melainkan datang dari suatu rezim diskursus yang diciptakan oleh tanda kuasa melalui sirkulasi dan jaringan kontrol dirinya sendiri. Gilles Deleuze dan Felix Guattari dalam Anti Oedipus: Capitalism and Schizophrenia (2000) merupakan teks tertulis tiba-tiba menjadi “mesin hasrat.”  Mengapa kita tidak terburu-buru untuk mengucapkan terima kasih pada Deleuze dan Guattari? Semuanya hanyalah tulisan ironis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun