Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setelah Dialektika

30 April 2023   09:05 Diperbarui: 23 Mei 2023   06:35 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh bergerak di Hari Buruh Internasional, 1 Mei (Sumber gambar: voaindonesia.com)

Kita mengetahui, 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Membicarakan mengenai peluh, terik panas, hawa dingin, tangan berurat kencang, wajah pucat, dan banting tulang siang dan malam melebihi kesadaran dan tubuh murni yang dimilikinya tidak lain adalah buruh kasar atau pekerja pabrik. 

Anehnya, pekerja pabrik terutama orang-orang yang tidak menamatkan pendidikan formal atau putus sekolah dan bahkan buta huruf nampaknya tidak lebih menarik pembicaraan terhadap dialektika Hegelian. 

Mereka mungkin tidak terangsang untuk membaca tentang teori materialisme dialektika, buku tentang dialektika pencerahan, dan gagasan mengenai sintesis dialektika. 

Hasrat, mimpi, dan fantasi mereka akan bersentuhan dengan ‘teori mengambang bebas’ seiring ‘mata uang yang mengambang bebas’ di tengah kemelimpah-ruahan obyek atau benda-benda.

Pabrik-pabrik industri dan obyek-obyek konsumsi berupa parfum, alat kecantikan, hiburan, rokok hingga media massa tidak hanya menciptakan selera, kesenangan, fantasi, dan hasrat untuk lebih berbelanja, tetapi juga “proses ganda,” yaitu ritualisasi dan menjadi

Lantas, pemikiran modern mengenai ekonomi hasrat meletakkan narasi kecil kaum pekerja untuk meritualisasi dirinya tanpa tontonan supaya tidak lagi memproduksi ilusi.

Dalam hal ini, batas-batas ritualisasi konsep terletak dalam ‘akhir perjuangan kelas’ dari kaum buruh diselingi dengan mesin ketidaksadaran dan mesin permainan dalam sistem produksi global. Agar buruh lupa, jika jam kerja, lama kerja, dan upah tidak sebanding dengan beban kerja, maka pengusaha "mencuci otak" mereka melalui produksi. Barang dan jasa yang diproduksi.

Kerja, laba, dan biaya tidak lebih dari ritual buruh. Buruh berubah menjadi mesin.

Saat krisis apalagi resesi ekonomi, buruh ibarat tertindih oleh satu ton benda padat. Krisis dan resesi berdampak pada melonjaknya biaya produksi. 

Laba perusahaan pun terancam merosot. Maka, buruh menanggung akibatnya. Perusahaan tidak ingin menanggung beban berat krisis. Buruh di-PHK-an karena biaya produksi "meroket." Kerja formal dijalankan oleh buruh yang bukan korban PHK di perusahaan.

Ada jenis produksi yang lain. Aliran produksi ketidaksadaran secara mekanis dan sosial tidak memerlukan lagi relasi antara cara produksi ketidaksadaran revolusioner kaum buruh dan cara produksi material. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun