Berapa lama mendiskusikan, menelaah, menganalisis atau mengkaji hingga setuntas-tuntasnya itu jika bukan tidak, belum pernah dilakukan dalamproses legislasi Perppu Cipta Kerja.
Kita tidak tahu persis, apakah menghindari hujan kritik dari berbagai pihak jika dibuka forum dialok terbuka atau terjadi partisipasi publik yang luas. Sehingga keluaran Perppu Cipta Kerja masih dianggap "bola benjol."
Demi kepentingan yang lebih besar dan lebih tinggi melebihi kepentingan kelompok, politik hingga kepentingan jangka pendek lainnya justeru yang dikedepankan. Kita akan lebih kaget dan heran. Mengapa tahapan partsispasi publik dihindari.
Kita akan bertanya dan bertanya lagi. Nah, di sini, tahapan eksekusi malahlebih menarik daripada tahapan lainnya. Jurus seolah-olah "sudah jadi" regulasinya pun lebih enteng ditempuh jalannya.
Kita pantas bertanya soal batang tubuh Perppu Cipta Kerja. Apa susahnya diakomodir semua masukan, saran hingga kritikan dari berbagai pihak terutama dari kaum buruh dan ahli hukum.
Atau jurus yang penting mucnul dulu "barangnya," soal serangan, kritikan, dan bentu reaksi lainnya itu urusan belakangan. Ampun!
Seperti anak bangsa saling umpet-umpetan dalam perkara Perppu Citpta Kerja. Lantas, semua bisa jadi. Ayo, mainkan!
Makin curiga orang, kepentingan apalagi di balik Perppu Cipta Kerja. Kesal campur heran, kaget dibuatnya. Â
Kita sudah pahami, jika pihak pemerintah memiliki pandangan luas sekaligus demi kepentingan bangsa untuk menghadirikan Perppu Cipta Kerja. Cuma itu, ada proses dan tahapan yang terabaikan.
Mustahil juga terjadi transparansi, saya kira tidak heran jika itu terjadi, manakala partisipasi publik tidak terpenuhi selama proses pembahasan rancangan Perppu. Dijamin seratus persen tidak bakalah memenuhi hak-hak normatif kaum buruh.
Bukankah penerapan Perppu Cipta Kerja ditujukan pada tenaga kerja, termasuk kaum buruh? Mengapa kitas sewot? Ini bukan sewot atau tidak bung! Ini soal kemaslahatan umum.