Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Individu yang Berbahaya

1 November 2022   09:05 Diperbarui: 17 Juli 2023   08:46 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini bukan bahaya sosok teroris. Dia bukan Zakiah Aini (ZA), wanita berpistol sebagai pelaku penyerangan ke Markas Besar Polisi Republik Indonesia (31/03/2021) atau Siti Elina (SE), wanita berpistol yang ingin menerobos Istana Negara (25/10/2022). ZA tewas ditembak oleh polisi. SE sedang dalam penanganan oleh pihak berwewenang. Keduanya diduga bagian dari Lone Wolf Terrorism, "gaya aneh" dari tindakan teroris secara sendirian atau individual. 

Pergerakannya tanpa komando, tanpa hirarki. Masih ada definisi lain dari para ahli, yang tidak sempat dikemukakan. Meskipun sosok teroris berbahaya, tetapi tidak termasuk apa yang kita bicarakan di sini.

Lalu, apa yang dimaksud dengan 'individu yang berbahaya'? Dia ingin lebih banyak belajar tentang moral agung. 

Anehnya, individu akan berbelasungkawa terhadap ketinggian moral. Dia akan mengambil tempat perlindungan dirinya dari marabahaya rasa jumud, bisu, pasrah, dan absolut.

Saat ini, dalam kerawanan dan kenekatan, individu-individu tumbuh bersama tubuh yang jinak. 

Seperti seseorang bersedia menerima secara membuta terhadap sesuatu, padahal sesungguhnya tidak lebih dari 'kebenaran yang bertopeng', sebagai akibat dari orang-orang terbujuk rayu, tetapi membebek parah. 

Pada siapa kita bertanya mengenai orang sakit moral dan apa yang menjadi obat penyembuhnya? 

Satu-satunya jalan sementara dari kejahatan yang terselubung tanpa dorongan dari fantasi individual dan fantasi kelompok adalah menghubungkannya dengan individu yang berbahaya dibanding membusuknya pikiran.

Individu yang berbahaya tidak mencerminkan sesuatu sesuai kedalaman yang kosong dari moral Anda. Kita tidak dapat juga membayangkan seorang pesohor negeri diserang dengan kekerasan fisik (dari orang-orang yang tidak dikenalnya?). 

Aura kejahatan dari seseorang nampaknya bukanlah kejahatan moral. Karena itu, setiap pernyataan dari pesohor negeri merupakan kata-kata terakhir. Bagi sosok bayangan tidak terlihat dengan mata kita menjadi individu yang berbahaya di sekitar kita.

Sebaliknya, seorang anak kecil begitu polos. Lanjut, naik ke tingkat abstrak pikirannya, dimana satu tahapan perkembangan tubuhnya merupakan pelengkap dari proses regenerasi kepemimpinan. 

Dari "jejak-jejak ketidakhadiran?" Kemurnian individu untuk membuka kedok kepalsuan sehingga dirinya tidak tertipu oleh bayangan dalam cermin diri.  Memang betul, kita masih perlu menguji sejauh mana manusia obyektif, yang orang menyebutnya sebagai "cermin."

Sekali waktu, dia merapikan tubuhnya agar nampak bersih dan berwibawa. Di lain waktu, dia nampak buram, pucat, dan humoris, yang menutupi 'cermin monster moral tanpa bayangan diri'. 

Individu menjadi bayangan yang dipantulkan melalui cermin, tanpa kepura-puraan dan komedikal. Pembentukan jejak-jejak dalam ingatan kita terbebas dari "sang Lain." 'Di bagian dalam' dan 'di luar' dunia nyata menjadi tahapan untuk mengosongkan kesadaran. 

Ia bukan lagi jenis keintiman melalui kedalaman kesadaran dan moral dari apa-apa, yang tidak dapat disembunyikan melalui individu yang berbahaya, dari aparat kuasa negara dan pihak lainnya yang larut dalam kesenangan akan kejahatannya sendiri. 

Bagi individu yang berbahaya, ketika kesenangan nyata akan kejahatan sebagai akibat dari mesin ketidaksadaran beroperasi antara diskursus tentang ketidakadilan dan kesetiaan atas 'yang nyata' (uang, jabatan).

Siapa sebenarnya diri kita? Apakah asap, zat cair ataukah kita tidak dapat dirangsang dengan "bayangan tubuh tanpa cermin"? 

Bandingkanlah ajaran kebenaran diserap dan dikacaukan yang berada dalam benteng moralnya sendiri melalui kekuatan identifikasi tubuh (ramping, mulus, cantik mendekati sebagian individu yang bersih dan sehat)! Mereka terus-menerus menemukan dirinya dengan godaan moral sekaligus tipu muslihat dalam penyamaran panjang! 

Apa yang harus kita yakini dalam suatu dunia yang disimulasikan, ditirukan dan digandakan citranya bersama sebuah kepicikan, dimana 'kepalsuan' dianggap 'kebenaran' yang memiliki relasi bolak-balik bersama pelajaran moral yang fantastis dan ironis. 

Kebenaran menyerupai obyek yang direpresentasikan dalam pikiran dan kata-kata.

Dalam akuntabilitas kuasa negara di hadapan tatanan, isi dan bentuk disamarkannya. Mereka tidak dapat dirangsang dan diejakulasi apabila kita diperhadapkan pada sesuatu hal. 

Kecuali, dia melahirkan kekerasan hasrat dialirkan dalam arus tanda kebenaran universal paling loyal, bersih, kuat, dan berani melintasi tubuh, dari 'agen pendengung', buzzer akan nyaman memperbincangkan hal-hal yang panas dalam diskursus politik kuasa. Mereka tidak lagi melihat fatamorgana.

Permasalah utama dari moral adalah moral itu sendiri. Moral Nietzschean terdiri dari dua tingkatan. Pertama, bentuk kenikmatan nyata dan kedua, bayangan terbalik (reserve shadow). Bentuk kenikmatan merupakan jejak-jejak dan tanda-tanda baru yang alamiah dan virtual demi kelangsungan hidup. 

Kenikmatan yang anti moral menolak peran ejakulator (pengumbar kenikmatan), yang menampilkan dirinya melalui proses 'perkembang-biakan' dan 'penyebaran' dirinya sendiri. 

Peran ejakulator tidak bisa memasuki rezim kebenaran seks, dari mana saja kemunculannya yang dikorupsi. 

Kuasa bukanlah permasalahan moral selama individu menolak representasi pikiran yang membusuk. 

Permasalahan itu terjadi, boleh dikatakan hampir di setiap institusi dan kelompok: 'proses dideritorialisasi (tanpa tempat) mesin cita rasanya' (Deleuzean). Individu yang berbahaya kerap lebih senyap. Dia bekerja sesuai dengan amanah konstitusi tiba-tiba dibelokkan dengan kepentingan sesaat.

Ironi dari institusi kuasa negara melalui penyelenggara negara yang bebas dari korupsi atau bersih dari segala manifestasi penyimpangan jabatan atau penyelewengan kuasa menjadi tata bahasa baru sebagai 'ejakulator'. 

Individu yang berbahaya dari orang-orang di luar institusi negara (mesin sosial) sesungguhnya tidak memiliki keterkaitan dengan moral. Karena itu, nilai moral hanyalah bayangan gambar terbalik. 

Dari cara berpikir kita, dimana "di bagian dalam monster," "di bagian luar berwajah moral" saling mengejakulasi antara satu dengan yang lain.

Sebagaimana teks tertulis dan pembaca, nilai moral mengakhiri keterbukaan dari nafsu yang termaterailisasi melalui tubuh. Kita mungkin sering memenuhi pikiran dengan fantasi dari mesin-mesin berbicara pada ruang yang kosong, tetapi bukan hal-hal yang berurusan keremeh-temehan dengan moral. 

Taruhlah misalnya, suatu kursi pesakitan memperlihatkan dirinya diantara tatanan sublim yang dikepung oleh tulisan dan citra-citra juga di luar pertimbangan moral. 

Setelah itu, dunia yang kita saksikan tidak lagi berada dalam metafora atau dalam mimpi ilusif. 

Karena itu, kita lebih terangsang dengan rangkaian tentang "perang melawan terorisme" dan bentuk kekerasan lain, "Meja Bandar," "Rumah Ibadah," "Erotisme" hingga penyelewengan kuasa negara, yang seluruhnya tidak mengenal lagi simbol dan sarana-sarana vital. Pada akhirnya, berubah menjadi berbahaya yang dimulai dari individu. 

Sejarah ilmu pengetahuan kita sekarang masih melepaskan nilainya dari moral, kecuali nilai guna atau nilai performativitas seperti terjadi dalam dunia yang tersibernetisasi. Anda mengambil uang secara ilegal itu bernilai sejauh itu berguna dan merugikan saya dan Anda.

Kepentingan diri sendiri lebih mendapat perhatian yang luas, dibandingkan sama sekali tidak berguna bagi seseorang dalam kehidupan. Dalam satu kasus, X telah melakukan penyiksaan secara fisik terhadap Y. Dia tidak serta merta dihukum pidana sebagai bentuk pelanggaraan moral.

Betapa nilai moral seseorang selalu memasukkan peran ejakulator dalam kenikmatan melalui teknik penghancuran kreatif atas nalar, seperti takhyul atau dogma belaka. 

Ingatan diganggu bukan bahaya masa depan, melainkan kita diingatkan dalam gambaran masa lalu. 

Titik tolaknya dari individu. Bahaya masa depan dalam kaitannya dengan individu yang berbahaya, diantaranya perang nuklir dan krisis iklim global. 

Wujud individu seakan-akan mendekati kenikmatan irasionalitas melewati cahaya malam, yang hidup antara celah-celah siang dengan kekacauan mimpi. Lalu, buat apa ada kejujuran di lubang kecil, yang dibentuk oleh sang ironis besar?

Demi kestabilan dan demi kedalaman cita rasa, setiap individu yang jujur adalah musuh bersama dalam individu-individu yang memproduksi kemiripan monster dalam pikirannya. 

Penampilan luar kadangkala yang tidak menakutkan, justeru di bagian yang tersembunyi dalam dirinyalah paling berbahaya. Kata teman: “Lebih baik memilih sosok garong, karena sudah ditahu belangnya dan berbahaya, ketimbang sosok terselubung, tidak diketahui apa isi pikiran atau wataknya.” Suatu saat tersembunyi, saat lain muncul ke permukaan melalui kedalaman moral yang kosong, sebagai sesuatu yang tidak bisa diukur.

Penyelewengan kebenaran dalam korupsi tidak lebih dari luapan kenikmatan untuk mengejakulasi kenikmatan lain melebihi analisis tentang moral. 

Kata lain, korupsi sebagai kenikmatan dan hasrat yang terepresif akibat energinya tidak disalurkan dan dibagi secara produktif dan institutif. 

Banyak data kasus, prilaku koruptif melibatkan wakil rakyat atau individu-individu terhormat di parlemen atau sebagian pejabat negara lain secara individual tidak luput dari bahaya monster moral yang membayanginya.

Misalnya, negara secara institusional terus melawan korupsi akibat dari individu yang berbahaya. Ia telah menjadi penyakit kronis dan merajalela dimana-mana. 

Paradoks dari kuasa negara yang direpresentasikan dirinya melalui pejabat negara yang terindividualkan, terhadap kejahatan individu tidak dihubungkan dengan kelompok teroris tertentu, tetapi prilaku koruptif. 

Sementara, pejabat negara secara individual mengeluarkan pernyataan, pandangan, dan sikap terhadap kejahatan diri secara individual diangap biasa-biasa saja.

Dalam rezim kenikmatan yang berada dalam kebenaran yang bertopeng, setiap individu yang berada di luar rezim kuasa negara yang mengganggu kewibawaan dan posisinya akan dianggap sebagai individu berbahaya tidak tampak sebagai monster moral

Sebaliknya, individu yang berbahaya secara non personal dan institusional lebih memiliki kemiripan dengan energi dari ejakulator, yaitu "obat penenang" sekaligus "obat perangsang" dalam mimpi, fantasi dan pikiran. 

Setiap individu yang berbahaya merupakan suatu mekanisme melawan vitalisme kehidupan.

Mengapa kita masih menginterpretasikan sang perubah tentang teks mimpi dalam arus "figur ironis besar," tatkala arus produksi hasrat untuk berkuasa menyamarkan individu yang berbahaya dalam lingkaran kuasa"? 

Bukankah setiap arus produksi hasrat untuk berkuasa yang tidak terkontrol menciptakan persatuan individu yang tercabik-cabik? 

Tidak tergantung pada kepentingan politik menjadi kesatuan absurd dari strategi "yang lain dalam yang sama," akhirnya rezim kebenaran dikacaukan dengan cita rasa moral.

Sebagaimana dialektika, logika pengulangan akan kekacaubalauan ternyata muncul dalam individu yang berbahaya. Sosok berbahaya dibentuk sejauh ketidaksadaran atas teks  yang dipantulkan oleh obyek hasrat, dalam sintaksis bahasa kemabukan. Nietzsche ala Indonesia adalah sosok gila, yang bukan hanya pandai meniru "melempar dadu," tetapi juga masih mencari di mana gerangan "api di siang bolong." Michel Foucault dalam The History of Sexuality: An Introduction, Volume 1 (1990) telah menyusun sebuah penyelidikan yang berbeda terhadap 'tontonan kecil tanpa seribu adegan' melalui penampilan ars erotica (seni erotis) sebagai pengakuan diri, tanpa basa-basi.

Pada siapakah kita tidak bertanya tentang perkara kebajikan, seni, musik, tarian, kronis, dan intelek, kecuali sesuatu yang nyata, fantastis dan ilahiah?

Banyak jiwa, tetapi sedikit manusia (bahkan "tuhan-tuhan berhala" dan dunia virtual terjebak dalam relasi dominasi: daya menguasai dan dikuasai)!  Betapa uniknya kerawanan manusia! 

Masih terbuka bagi kita untuk mengarahkan mata pada kekaguman ini! Lihatlah, bagaimana kita membuat segala sesuatu menjadi tubuh pucat, kalut, bersinar, dan bergulat kembali! 

Bukankah kita cukup teliti untuk memberikan jejak-jejak kenikmatan pada pilihan bebas individu menuju segala sesuatu yang sifatnya superfisial atau artifisial. Satu langkah lagi, kelengahan sedikit saja atas ketidaksadaran memberikan sifat yang tamak pada dirinya sendiri.

Meilahiakan berahi untuk melakukan lompatan panjang dan kekeliruan! Kita melihat, bahwa tontonan politik yang memikat dengan latar belakang kisah nyata dari individu yang berbahaya.

Orang-orang awam masih tetap berpikir, bahwa persepsi atas kejahatan kreatif, berarti mengetahui sampai akhir. Individu yang tidak terindividualisasi dalam masayarakat sampai mereka menipu diri sendiri, dimana filsuf harus berkata pada dirinya sendiri. "Apabila aku menganalisis proses yang diungkapkan dari proposisi "psikiater menganalisis," bahwa kita sekarang mendapatkan serangkaian penegasan yang cukup sulit diterima secara utuh dari nalar."  

Bahwa dunia inilah harus ada sesuatu yang melakukan 'berpikir. Bagaimana kita berpikir adalah suatu tindakan sekaligus akibat dari keberadaan yang dipikirkan. Ia sebagai individu penyebab, bahwa sebuah "Aku" yang tidak terindividualkan ada dalam bahaya. 

Dalam pandangan lain, kita pada akhirnya akan mengatakan, bahwa kita sekarang akan memahami filsafat dan psikologis. Misalnya, pertanyaan masih berulang-ulang. 

Apa yang dimaksud dengan subyek berpikir,--- bahwa Aku 'mengetahui'? Apakah yang dimaksud dengan hasrat yang represif?  

Penampilan suatu premis yang dirangsang dan ditentang oleh individu yang berbahaya. "Anda berpikir" untuk mengasumsikan bahwa diri Anda akan membandingkan keadaannya sekarang dengan keadaan-keadaan lain. Yang Anda alami sendiri datang dari rujukan kembali ke 'sejarah pengetahuan'. 

Selama individu masih kelam dengan pengetahuan, maka sejak itu pula individu akan berada dalam bahaya. Paling tidak pengetahuan tentang diri. Siapa dan mengapa disebut individu? 

Jadi, dunia individu sebagai pertukaran 'kepastian langsung', banyak diyakini orang awam. 

Dalam sebuah insiden kecil, dari oknum pesohor yang diperhadapkan dengan pertanyaan metafisika. Hal ini bagi kita justeru benar-benar merupakan serangkaian pertanyaan 'kaum muda terhadap individu yang berbahaya'. 

Misalnya, dari mana asal-usul kejahatan yang terencana, terorganisir atau tidak? Mengapa aku percaya pada relasi sebab dan akibat, dari kondisi apa?

Apa yang memberikan hak-hak padaku untuk berkata mengenai "prinsip keadilan" dan  terlebih lagi kebenaran yang bertopeng dari kelompok dan institusi yang mengorbankan individu. 

Satu kata, seluruhnya menjadi individu yang berbahaya. Ia menjadi mesin bagi dirinya sendiri. "Mesin hasrat untuk berkuasa sebagai penyebab pikiran (Deluzean)?" Seseorang memberanikan menjawab dan menentang pertanyaan metafisik sebelum individu yang berbahaya melihat seseorang lebih berbahaya dari individu lainnya. 

Individu yang berbahaya seakan-akan mengetahui apa-apa yang akan terjadi padanya dibalik pikiran yang diselimuti oleh nafsu gelap.

Setidaknya "benar," "nyata," dan "pasti" akan diperhadapkan dengan setiap senyuman dan dua tanda tanya besar dari para filsuf. "Dengar bawahanku!" "Apakah sang reformis telah menggumuli seluruh atau sebagian saja yang dikuasai di bidang kehidupan? "Tidak mungkin Anda tidak salah." 

Tetapi, mengapa kita tetap bersikeras terhadap kebenaran yang bertopeng, padahal gagal mendukungnya dari balik layar?  

Disitulah tujuan kita, dimana inti rangsangan atau daya pikat politik kuasa pertama kali dibentuk menuju arah pembagian kesenangan baru dan diskursus tentang kebenaran. 

Singkat kata, "di dalam" dan "di luar" rezim kuasa masing-masing memiliki daya pikat tersendiri, sekalipun dengan cara berbeda, diantaranya secara terpaksa menampilkan individu yang berbahaya.

Dibandingkan jika dia harus dilihat sebagai penegasan diri sebuah kelas dari individu yang berbahaya: perlindungan, penguatan, dan ketinggiannya, akhirnya akan diperluas pada yang lain sebagai individu yang tersosialkan (demi 'negara' dan 'bangsa' atau tujuan ideologis yang dicita-citakan, mereka rela mengorbankan dirinya dan mengorbankan pihak lain). 

Setiap diskursus tentang kebenaran muncul bersama rezim kuasa, yang pada saat tertentu akan di bawah bayang-bayang individu lainnya menuju suatu permainan yang berbahaya dari sebelumnya.

Pada satu titik, individu yang didefinisikan dan disejajarkan dengan "Diri" dan "Aku" juga merupakan langkah yang terlalu jauh, karena "tanda kehidupan" yang memuat suatu interpretasi tentang sebuah proses, bukan bagian dari proses itu sendiri.  

Sebagian orang akan menyimpulkan menurut kebiasaan gramatikal: "Berpikir dengan birahi adalah suatu ledakan dari dalam."

Karena itu, sebagian pikiran, pembicaraan dan tindakan seseorang secara cermat dan sistemik.

Dalam hal lain, dari sudut pandang filsuf dan psikiater tentang dunia pikiran tidak akan mencoba memalsukan prasangka individu yang berbahaya. 

Siapa saja yang saat ini hanya melihat 'sebagian' dari 'keseluruhan' kehingar-bingaran panggung politik? 

Peristiwa yang manakah sehingga membuat kita tidak mampu melihatnya hanya sebagai tontonan? 

Apakah individu yang berbahaya hanya berurusan dengan politik? 

Berkenaan dengan predikat 'individu yang berbahaya' muncul diantaranya sebagai akibat dari 'paradoks identifikasi' hingga akan melahirkan perbedaan kesimpulan antara institusi negara melalui individu atau kelompok tertentu. 

Lantas, siapa sesungguhnya "ancaman" bahkan "musuh" di sekitar kita? Hingga saat ini, kekerasan yang dilakukan secara individual terhadap rezim kuasa negara akan mudah diidentifikasi sebagai radikalis atau teroris.

Sebaliknya, jika ada seseorang yang terindividualkan melakukan kekerasan terhadap individu lain, yang berada di luar rezim kuasa negara akan diidentifikasi sebagai orang gila. 

Seluruhnya akan berpotensi menjadi individu yang berbahaya berasal dari cara berpikir, berbicara dan bertindak dalam oposisi duaan. "Aku" dan "sang Lain." "Aku" bukan "sang Lain," "Aku" adalah "sang Lain," "Aku" adalah "Negara" atau "anti-kuasa negara," ... "salah satu dari/atau." "Sang Lain" adalah salah satu dari/atau musuhku. Pada dasarnya, pemikiran atau intelektualitas secara senyap, terbuka, dan tersebar itulah menjadi sumber kelahiran 'individu yang berbahaya' untuk membebaskan kehidupan dari tirani dan teks-teks yang membelenggu lainnya.

Sepatutnya, kita masih tertahan untuk membicarakan semalam suntuk tentang individu yang berbahaya dipergunakan sebagai konsep murni. 

Sebagai jenis fiksi demi tujuan-tujuan penggambaran atau pengendapan liar dibalik kedalaman yang kosong dari selera, moral dan kesadaran, ternyata mereka memberi inti penjelasan apa itu bahaya. 

Kitalah yang mampu untuk menghancurkan mata rantai rasa takut, daya tarik, kebebasan, alat, tujuan, gejala, dan pementasannya. Mata individu yang berbahaya memproyeksikan suatu dunia dalam segala sesuatu. 

Dia seakan-akan ilusi dalam kehidupan sebagai sesuatu yang nyata dan ganda.

Dari titik tolak ini, sosok individu yang berbahaya memerlukan titik ketidakpastian (indeterminacy). Kita juga masih diberitahu, bahwa kita telah "dibelokkan" dari kebenaran dengan daya-daya yang sifatnya asing (tubuh, hasrat, minat inderawi). Satu langkah lagi, individu yang berbahaya digiring atau menggiring dirinya sendiri dalam kemiripan. Kata lain, bahwa kita tidak hanya sebagai makhluk berpikir, tetapi juga ada sisi kemiripan monstrum in animo, monstrum in fronte (berjiwa monster, berwajah monster)! Justeru yang pertama itulah paling berbahaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun