Bagai disambar petir di siang bolong andai PDIP mengucapkan 'selamat tinggal' pada Puan Maharani. Istilah orang, hil yang mustahal kalau Puan ditinggalkan oleh PDIP.
Tetapi, ada kemiripan kiasan atas tahapan pra kualifikasi piala liga sepak bola. Apa Puan memulai debutnya dalam bursa bakal calon presiden (bacapres) melalui survei maupun penjaringan aspirasi dari bawah ke atas terutama ditangani oleh PDIP itu sendiri.
Andai Puan akan terdepak dari PDIP karena tidak mencapai suara dukungan terbanyak dari masyarakat sebagai syarat merahi tiket untuk masuk babak bacapres itu terlepas dari dua hal.
Pertama, Puan sebagai Ketua DPP PDIP. Meskipun bukan satu-satunya kader terbaik, Puan memegang posisi strategis dalam partai. Kedua, seumur-umur dalam sejarah PDIP akan terjadi bak tendangan bola "bunuh diri" di gawang sendiri.
Secara internal, PDIP masih berlangsung proses seleksi calon presiden yang bakal diusung. “Ojo kesusu,” ujar Presiden Jokowi di satu kesempatan.
Sejauh ini, tidak bakalan “balik badan” PDIP kalau memang “garis tangan” Puan dapat tiket bacapres berdasarkan bukti membanjirnya dukungan dari berbagai pihak terhadap dirinya.
Tetapi, keadaan dan kenyataannya lain?
Terbukti (ya, kendati sementara, bisa mutar-mutar sebelum mendarat) dari sekian hasil survei belum kelihatan “batang hidungnya” Puan. Apalagi berbicara peringkat atau skor ke berapa.
Diluar alasan mengenai tidak mengandalkan elektibilitas, Puan pede saja karena sekitar dua tiga parpol sudah memberi sinyal padanya. Asyik kan?
Bukannya berita gembira, itu juga tidak lucu. Atau ia dianggap lucu yang tidak lucu.
Puan tidak menertawi dirinya, pihak lainlah yang menertawakan dirinya lantaran parpol tidak cukup ambang batas presidensialnya.