Mohon tunggu...
Erman Loy
Erman Loy Mohon Tunggu... wiraswasta -

Running A Small Social Business To Empowering Local People In Flores, FLORES HANDMADE floreshandmade.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rasa yang Aneh

5 Januari 2012   14:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bulan belum memunculkan keindahannya yang paling sempurna. Belum bulat bentuknya. Masih sabit. Walaupun demikian kecemerlangannya mengalahkan indahnya bintang yang berkelap-kelip di angkasa yang jernih. Kilaunya seolah memeluk semua langit yang cerah tak berawan. Ratusan bahkan ribuan pasang mata mungkin mengamatinya. Namun saat malam semakin meresap, yang tertinggal cuma kesunyian yang damai. Ada sosok yang duduk di bawah rimbun yang gelap menatap kilaunya dengan galau.

Sesuatu yang berat menghimpit dadanya namun ia tak bersuara. Cuma napasnya yang sesekali terhempas ke tanah berebu di depannya. Tatapanya berbicara jauh menembus angkasa ke sebuah tempat yang membuat gundah. Entah kenapa, rasa itu begitu aneh namun sangat manis. Rasa yang datang tanpa diundang. Seperti pencuri namun tidak mau pergi sendiri. Diremas jemarinya untuk menghalaunya namun tetap saja rasa itu bertengger dalam dirinya, yang tak diketahui sebelah mana harus menggapainya. Diam ia memandang langit seolah bertanya pada bulan.

Ia menoleh ke arah rumahnya. Suara pintu yang terbuka memaksanya beringsut dari tempat duduknya. Dengan lembut ia merangkul bahu wanita yang berdiri di sana lalu membimbingnya ke kamar mereka. Dipeluknya wanita itu dengan erat dan penuh kasih sayang seolah tak mau melepaskannya. Ia membisikan sesuatu yang kurang jelas terdengar. Beberapa saat kemudian ia membaringkan wanita itu dan menyelimutinya. Jemarinya mengusap anak rambut yang menutupi kening indahnya lalu menciumnya. Lalu wajahnya turun ke perut yang tampak gendut di balik selimut. Ia menempelkan telingnya di sana lalu dengan ekspresi seorang bocah ia tampak tidak sabar untuk memiliki sesuatu. Wanita itu tersenyum sangat bahagia dan dengan matanya terus mengikuti sang pria yang menghilang di balik pintu kamar mereka. Matanya kemudian terpejam saat mendengar pintu rumah depan ditarik.

Kegelisah semakin tak karuan, hembusan napas berat semakin sering terjadi. Diraihnya handphone dari dalam saku celananya. Beberapa nama bergeser dengan cepat lalu diam. Sebuah nama terpampang di sana. Keraguan menghampiri dirinya. Sekian pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Ia berdiri dan berjalan sedua langkah untuk mengambil keputusan. Sebuah alasan sudah ada di dalam kepalanya.

“Halo, Andi bagaimana. Ketinggalan tiketnya? Suara dari seberang menggetar.

“Sorry, saya telepon sudah larut malam. Betul. Saya lupa di mobilmu”

“Sudah tidak apa-apa. Nanti saya antarkan besok siang. Belum tidur?”

“Oh belum, tidak bias tidur. Menghitung bintang sambil menunggu ngantuk”

“Ya sudah, kalau begitu kita ngobrol saja sambil menunggu bintang-bintangmu mengabur”

Selera humor yang bagus. Tidak ada yang memilikihumorsemenarik itu. Itu membuat gundahnya berganti riang. Ngalor ngidul lalu ada saja bahan yang membuat keduanya tertawa lepas. Semakin cemburulah si malam karena tidak mampu menularkan aroma magisnya.

Sukacita meluap-luap membanjiri angkasa yang semakin lama seolah semakin benderang dengan bintang-bintang baru yang berhamburan. Pukul 04.00 dini hari. Keduanya mulai tersadar. Ada orang lain yang harus dipikirkan.

“Sudah jam empat Anton. Istrimu tidak marah?

“ Dia sudah tidur sebelum kita telepon”

Dari balik tirai wanita itu mengintip. Wajahnya tersirat kelegaan melihat suaminya tak gundah lagi. Senyum haru menghiasi wajahnya. Pria pujaannya menari bersama bintang dan bulan.

“Saya pikr ada hal penting yang perlu diketahui olehmu”

Sunyi mengisi antara mereka

“Ada apa? Tanya yang di balik rimbun.

“Engkau sudah beristri sekarang dan saya akan menikah.”

Jantung semakin berdebar. Benar ada sesuatu yang penting. Pasti soal rasa. Tetap sunyi.Semesta terdiam.

“Saya tidak bias berhenti memikirkanmu”Suara dari seberang bergetar.

“Maksudnya?”

“Saya mencintaimu, Anton”

Sunyi lebih lama lagi. Terdengar napas memburu dari bawah rimbun yang gelap.

“Maafkan aku, tapi saya tidak bisa menutupi ini. Saya juga mencintai tunanganku. Ini aneh tapi ya sudalah, ini soal rasa dan saya tidak mampu mengubahnya”

Sosok di bawah rimbun setia mendengar. Tak menjawab.

“Aku tahu pasti kamu akan marah dan tidak ingin berhubungan denganku lagi. Maafkan aku”

Tetap sunyi.

“Apa kamu mendengarku?

Susah payah ia membuka mulutnya karena tenggorokannya yang seret. Sebuah kalimat baru mau meluncur dari mulutnya saat suara di seberang mendahuluinya.

“Oke, sudahlah. Ini terasa aneh. Sekali lagi saya minta maaf” Malam girang saat mendengar nada telepon terputus.

Sosok di bawah rimbun cuma terperangah dengan apa yang barusan didengarnya. Bening tertahan di pelupuknya. Dengan sedu sedan ia membayangkan tangan yang merangkulnya dengan penuh keramahan. Canda tawa dan kegilaan yang dilakukan bersama.Berbagi ide dan mimpi-mimpi konyol tentang masa depan. Ia tak mampu menghapus wajah itu dari pandangan matanya yang mengabur. Suaranya menggema di seantero jiwanya. Aroma tubuhnya begitu jelas mengambang di sekitarnya. Dari bibirnya yang bergetar cuma ada bisik samar.

“Carlos, sahabatku. Tidak tahukah engkau bahwa aku juga mencintaimu?

Batinya bergemuruh. Apakah Carlos benar akan datang besok siang?

“Carlos kan? Hidupnya runtuh seketika. Suara lembut itu tepat di telinganya dan tangan lembut itu seperti godam yang menindih semua yang ada padanya. Ia cuma mampu memandang wanita yang duduk merapat padanya.

“Aku tahu dari cara engkau menatapnya kemarin, Anton” Harga dirinya langsung menciut.

Wanita itu seperti malaikat maut yang akan mencabut nyawanya. Pelukan tangannya seperti belitan ular yang memandangnya penuh sinis dan kebencian. Tubuhnya kaku.

“Aku mencintaimu Anton. Semuanya. Maukah engkau mencintaiku?

Ketakutan masih membayang di wajahnya.

“Maukah engkau tetap menjadikannya sahabatmu?

Ia merengkuh wanita di sampingnya. Ia tidak mampu menjawabnya. Sekarang. Karena rasa itu sangat aneh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun