Malang, kota pertama saya melihat pengemis. Sungguh, sepanjang hidupku, peminta yang saya saksikan secara langsung cuma sebatas tante sebelah meminta garam ke rumahku karena kehabisan garam. Atau saat saya meminta sepotong kue kepada teman sekolah karena ingin makan kue yang dipegangnya. Bahwa pengemis adalah mereka yang duduk di pinggir trotoar dan jalanan saat manusia ramai lalu-lalang merupakan pengalaman baru. Dan saya pun tidak bisa melepaskan pandanganku dari mereka.
Jujur saja, saya belum pernah ke Jakarta, namun sebatas Surabaya dan Makasar bukan hal baru bagiku. Tapi mungkin di dua kota ini saya selalu menengadahkan wajah saat berjalan. Lalu saat saya berjalan sambil menunduk barulah saya lihat orang-orang malang ini di kota yang disebut Malang. Baru seminggu dan saya tiba-tiba sadar. Ada suara yang berseru: "Erman, apa yang telah kau lakukan. Uangmu bisa habis kalau semua yang menyodorkan kaleng itu tidak kau biarkan tanpa diisi"
Kini saya yang bingung sendiri. Saya memang bukan orang kaya. Di Malang saya tinggal hanya untuk sebuah waktu yang sangat singkat, mengejar mimpiku yang kutakutkan mungkin tidak kesampaian kalau tetap di Flores. Lalubagaimana kalau uangku akhirnya habis sebelum tujuankutercapai. Apakah itu karena aku memberi saudara-saudariku yang saat makan siang tiba cuma mengunyah sebungkus kerupuk yang dibeli dari receh yang menggemerincing?
Saat ini saya memang tidak terbiasa dengan berlalu begitu saja saat tanggan mengulur. Bundaran logam itu akhirnya selalu sukses berpindah ke kaleng mereka. Suatu saat saya mungkin jadi terbiasa, lalu untuk sekedar menoleh pun sudah malas. Itu yang kutakutkan, saat saya tidak mampu merasa lagi.
Saya tidak punya banyak uang. Semuanya serba pas-pasan.Tetapi saya yakin, memberi sedua koin yang kita miliki tidak akan membuat kita miskin. Saya cuma berjanji, walaupun agak sulit kukira, mengurangi biaya beli ini beli itu (Malang membuatku sedikit lepas kendali dengan harga makanannya yang miring-miring). Mungkin saya masih bisa memberi dari pengendalian-pengendalian kecil itu di samping rasa itu tetap terjaga di hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H