Mohon tunggu...
Erlys Fera
Erlys Fera Mohon Tunggu... Administrasi - Manusia dengan Berjuta Cerita

P I I (Pegawai Ibu Istri)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepemimpinan Nusantara: Indonesia Memanggil

19 April 2022   08:00 Diperbarui: 19 April 2022   20:06 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Erlys Fera HS & Hani Karno Mu'minah

Sebagai negara terbesar ke-4 didunia setelah Cina, India, dan Amerika dengan jumlah pulau lebih dari 17.000 serta sekitar 300 suku bangsa, di Indonesia tentu dibutuhkan satu seni memimpinan tersendiri untuk mengelola semua potensi yang terkandung didalamnya. 

Pemimpin yang lahir untuk menjahit dan menjalin 273.879.750 jiwa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke tentu harus memiliki potensi yang diatas rata-rata. 

Literatur Ilmiah modern banyak mendefinisikan bagaimana sebuah kepemimpinan efektif harus memenuhi  sekian indikator serupa komitmen, kapasitas, karakter, kompetensi, confidence, dan atau dukungan komunitas menjadi faktor penentu suksesnya individu menjadi pemimpin.

Penulis meyakini kalimat bijak yang menyatakan bahwa Setiap masa ada pemimpinnya dan setiap pemimpin ada masanya. Bahwa acapkali teori dalam mendefinisi operasionalkan kata kepemimpinan atau memimpin bisa berupa menyesuaian konteks yang melingkupinya.

Kepemimpinan khususnya kepemimpinan politik di Indonesia tentu memiliki coraknya tersendiri. 7 (tujuh) pemimpin nasional telah dilahirkan dari rahim dinamika sosial potik Indonesia. Tidak sedikit literatur yang mengupas karakteristik kepemimpinan ke tujuh tokoh tersebut, Soekarno sang orator nan karismatik, Suharto yang merupakan Bapak Pembangunan Nasional, BJ. Habibie si Mr. Crack, Gus Dur Bapak Pluralisme, Megawati Putri Proklamator presiden perempuan pertama Indonesia, SBY Bapak Perdamaian dan yang sedang memimpin sekarang Presiden Jokowi Dodo.

Dalam hal ini penulis tertarik untuk turut mengurai bagaimanakan kedepan pemimpin Indonesia didalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, mengingat tidak lama lagi Indonesia akan dihadapkan pada pesta demokrasi berupa Pemilu yang akan diselenggarakan dua tahun lagi,  yaitu pada tahun 2024.

  • Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh BBC yang disarikan dari penelitian bertajuk BBC Future Now disampaikan bahwa 30 tahun kedepan dunia akan dihadapkan pada tantangan berupa modifikasi genetika manusia, jumlah penduduk manula yang membengkak, kota-kota yang hilang, evolusi media sosial, ketegangan geopolitik, perjalanan dengan aman (teknologi berkendara aman tanpa sopir), sumber daya yang semakin terbatas, perkembangan alternatif hunian baru di planet lain, stimulasi kemampuan otak dan dominasi artificial intelligence (AI)  dalam kehidupan. Tentu meski disampaikan hasil penelitian ini berjangka 30 tahun kedepan tapi tidak ada yang dapat memastikan apakah dalam realisasi prediksi itu bisa terlaksana lebih cepat ataukan lebih lambat. Di tarik kedalam konteks berbangsa dan bernegara Indonesia, Presiden Jokowi Widodo sudah mencanangkan adanya visi Indonesia Emas tahun 2045 dengan tagline : Berdaulat, Maju, Adil dan Makmur . Visi ini sendiri mengandung 7 (tujuh) poin antara lain: demokrasi Indonesia, supremasi hukum, emansipasi pendidikan, akses layanan kesehatan, Indonesia banyak entrepreneur, Indonesia kekuatan maritim dunia, dan pengentasan kemiskinan.
  • Sebagaimana disebutkan diawal bahwa dalam waktu dekat Indonesia akan melaksanakan domokrasi proseduran berupa pemilu. Tentu  penyelenggaraan pemilu menjadi momen strategis untuk kembali memberikan edukasi politik bagi bangsa Indonesia untuk dapat menempatkan right man in the right place, menempatkan orang tepat yang akan memberi komando dalam menyambut tantangan dan dinamika dunia khususnya di Indonesia.

Reintrepetasi Pemilu

  • Pemilu acapkali dijadikan rangkaian acara transaksional antara calon konstituen dengan calon pemimpin, hal ini tentu sangat mendistorsi makna dari Pemilu. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, Pemilu merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintah negara yang dibentuk melalui Pemilihan Umum itu adalah yang berasai dari rakyat, dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat dan diabdikan untuk kesejahteraan rakyat.
  • Pemilihan Umum bertujuan untuk memiiih wakil rakyat untuk duduk di dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat, membentuk pemerintahan, melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan, dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang sudah menggariskan pondasi kuat negara berdaulat dengan pemilu, mengembalikan pemahaman ini kepada masyarakat tentu perlu dilakukan agar pemimpin  transaksional tidak perlu hadir mempimpin. Pemahaman yang baik akan urgensi pemilu untuk menghindari pemimpin yang menawarkan apa yang dibutuhkan calon konstituen atas suara yang diberikan (transaksi), calon pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh konstituen dengan imbalan, dan pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi konstituen selama kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan konstituen. Hal ini tentunya akan menjadikan subjektifitas dan bias. Calon pemimpin dan konstituen terjebak pada yang tidak substantif dan jauh dari kepentingan publik.
  • Sudah bukan masanya lagi kita merutuk kepemimpinan nasional, tanpa dibarengi dengan perubahan sikap dan perilaku konstituen dalam pemilu. Bagaimanapun, baik dan buruk pemimpin, sedikit banyak ada suara public yang menentukan. Jadi edukasi  pemilihan pada publik tentu menjadi penting guna melahirkan kepempimpinan ideal.

Profiling Calon Pemimpin

  • Kolaboratif, pandemi Covid-19 menjadi satu pembelajaran bagi kita bagaimana seorang pemimpin harus hadir dalam kompleksitas masalah. Virus yang seperti diprediksi riset BBC Future Now menjadi satu tantangan jenis baru yang dihadapi pemimpin dunia modern. Virus yang tidak hanya terjadi dalam konteks lokal tapi juga mendunia membutuhkan satu kepemimpinan yang sigap untuk mengatasi. Krisis yang hadir diawali oleh krisis kesehatan merambah pada kehidupan sosial ekonomi politik secara global. Penyelesaian masalah dilakukan secara global sehingga membutuhkan kecakapan kolaboratif  mumpuni yang dikomandoi olah pemimpin negara. Mensupply vaksin bagi hampir 300 juta jiwa dengan rentang waktu tertentu tentu tidak bisa selesai hanya dengan dengan semangat saru negara semata, akan tetapi terhimpun beberapa negara untuk bahu membahu menyelesaikan permasalahan tadi. Tragedi yang terjadi di masa Pandemi Covid ini, mampu menghasilkan kolaborasi krisis Kesehatan dan krisis ekonomi. Profil calon pemimpin yang Kolaboratif menjadi penting untuk mampu Bersama menyelesaikan setiap gelombang krisis yang ada.

  • Digital Native Komunikator, berbicara tentang komunikatif,  fokus yang ingin penulis ulas adalah terkait media apa dan bagaimana pesan bisa diterima dan dipahami dengan baik bukan semata skill individu pemimpin, kemampuan orasi akan menjadi kurang stretagis jika tidak dibarengi dengan penguasaan teknologi dalam memasifkan pesan. Kemampuan penguasaan  artificial intelligence (AI) salah satu kuncinnya. Kemampuan mengelola data, memahami pola, memahami lingkungan sekitar yang menjadi ciri khas unggul AI menjadi faktor kunci dalam meramu komikasi yang baik dan efektik pemimpin masa depan. Automatisasi di masa depan perkara langka untuk dihindari, automatization without skill dan skill without automatization akan menjadi perkara yang sia sia. Masyarakat Indonesia diharapkan menjadi masyarakat yang siap terkait pergeseran dunia yang serba otomatis dimulai dengan pemimpinnya. Penguasaan teknologi sebagai alat guna menyampaikan visi dan gagasan pemimpin menjadi sangat strategis untuk dilakukan.
  • Dengan profil calon pemimpin yang "melek teknologi" ini, diharapkan sang pemimpin dapat selalu tampil dihadapan masyarakat dan dunia, sehingga layak untuk ditampilkan.

  • Keberpihakan pada Kepentingan Nasional, ada satu masa kontradikis  dihadapi oleh negara dalam satu peristiwa yang menghadapkan kepentingan nasional dan kepentingan global. Satu titik pemimpin dituntut untuk memilih pada kepentingan siapa dia akan berdiri, rakyat? Atau kepentingan global. Penulis meyakini bahwa berbagai pendekatan bisa dicari untuk menemukan solusi tanpa melihat hanya hitam putih "kita" atau "mereka". Akan tetapi, jika itu terjadi maka kedepan pemimpin perlu tegas berdiri lantang untuk bangsa, negara, dan rakyatnya. Mengapa narasi ini menjadi penting? Tidak lain dikarenakan kedepan Sumber Daya akan semakin terbatas, persaingan akan semakin terbuka dan mengharuskan masyarakat berhadapakn tidak semata dengan bangsa sendiri tapi dengan bangsa lain, proteksi perlu dilakukan pada titik dan kondisi tertentu sehingga keberadaan negara dan pemimpin bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

  • Memiliki Wawasan Kebangsaan, Kebhinekaan di Indonesia perlu menjadi kefokusan bagi calon pemimpin Indonesia luas, besar, dan kayanya Indonesia memerlukan pemimpin yang benar-benar teruji dilapangan bukan hanya memiliki sisi kognisi atau afeksi yang baik. Pengalaman kepemimpinan tidak bisa dianggap tuntutan gaya lama bagi kompleksitas Indonesia, Indonesia khusus dalam kepemimpinan nasional tidak perlu terburu buru atau terjebak dengan narasi pemimpin baru atau jikapun perlu, pemimpin baru perlu ditafsir ulang menjadi pemimpin pembaharu yang didalamnya tetap mensyaratkan pengalaman kepemimpinan yang baik di tingkat nasional.
  • Kepemimpinan adalah hal pokok yang dalam setiap masanya tetap menjadi hal ramai untuk dikaji. Bagaimanapun potensi yang dimiliki tanpa seseorang dengan kemampun mumpuni untuk merajut, menjalin dan menyatukan tentu tidak akan lahir satu kesatuan dalam kehidupan bernegara. Pemimpin menjadi sosok harapan transformasi kebaikan bagi sebuah bangsa, oleh karenanya momen pemilihan umum menjadi langkah strategis memiliki arah kepemimpinan bangsa. Besar harapan penulis masyarakat lebih teredukasi dalam menentukan pemilihan dan semakin cerdas mendialektikan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan/atau golongannya. Pada momen pemilu konstituen bisa bertanya visi mereka pada sektor-sektor publk yang strategis misal pajak, perlindungan kesehatan, perlindungan ketenagakerjaan, atau akses pendidikan untuk semua masyarakat ketimbang berbicara hal-hal yang bersifat sara.

Terima kasih Penulis sampaikan kepada Bpk. Ir. S. Benny Pasaribu, M. Ec., Ph. D, selaku Dosen Mata Kuliah Kepemimpinan Organisasi di Univ. Trilogi, Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun