Mohon tunggu...
Erlin Helinda
Erlin Helinda Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 Manajemen Pelayanan Kesehatan FKM UI

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Masih Perlu kah Bidan di Indonesia?

21 Desember 2015   12:26 Diperbarui: 21 Desember 2015   14:43 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Target Pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) 2015, penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 102  per 100.000 kelahiran hidup,  Angka Kematian Bayi (AKB) 23 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (AKABA) 32 per 1.000 kelahiran hidup. Kondisi yang ada masih jauh dari target yang ditetapkan. Hal ini terlihat dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 yang menunjukkan AKI mengalami peningkatan dari 228 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2007 (SDKI, 2007) dan meningkat sebesar 22,31 %  menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012), AKB dari 34 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 (SDKI, 2007) mengalami sedikit penurunan sebesar 3,03%  menjadi 32 kelahiran hidup (SDKI, 2012) dan AKABA dari 44 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 (SDKI, 2007) mengalami penurunan sebesar 4,76% menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).

Faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.  Penyebab langsung kematian ibu adalah factor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas seperti perdarahan, pre ekslamsia/ eklamsia, infeksi, persalinan macet dan abortus. Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah faktor-faktor yang memperberat keadaan ibu hamil seperti EMPAT TERLALU (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan dan terlalu dekat jarak kelahiran) menurut SDKI 2002 sebanyak 22,5%, maupun yang mempersulit proses penanganan kedaruratan kehamilan, persalinan dan nifas seperti TIGA TERLAMBAT (terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat dalam penanganan penanganan kegawatdaruratan). Factor lain yang berpengaruh adalah ibu hamil yang menderita penyakit menular seperti malaria, HIV/AIDS, tuberculosis, sifilis; penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus, jantunng, gangguan jiwa ; maupun yang mengalami kekurangan gizi.

Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan kontrasepsi. Menurut data SDKI Tahun 2007, angka unmet need 9,1%. Kondisi ini merupakan salah satu factor penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian ibu.

Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu yaitu  melalui :

  1. Peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai
  2. Pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran
  3. Pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau.

Bidan berperan penting menjaga kelangsungan hidup ibu dan anak, terutama di daerah pedesaan. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki posisi penting dan strategis dalam penurunan AKI dan AKB, memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan melalui pendidikan kesehatan dan konseling, promosi kesehatan, pertolongan persalinan normal dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan perempuan serta melakukan deteksi dini pada kasus-kasus rujukan.

Karena setiap persalinan beresiko, maka komplikasi dapat terjadi kapan saja, kompetensi bidan perlu ditingkatkan dalam mendeteksi dini setiap ibu hamil. Melihat kenyataan tersebut maka pelayanan antenatal harus dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan berkualitas agar adanya masalah /penyakit tersebut dapat dideteksi dan ditangani secara dini. Melalui antenatal terpadu, ibu hamil akan mendapatkan pelayanan yang lebih menyeluruh dan terpadu, sehingga hak reproduksinya dapat terpenuhi, missed opportunity dapat dihindari serta pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan secara lebih efektif dan efisien. Selain masalah kompetensi bidan, distribusi penempatan bidan yang belum merata menjadi masalah yang masih terjadi sampai sekarang.  Penempatan bidan di kota lebih dominan dibanding desa, hal ini terkait dengan masalah geografis, jangkauan, tunjangan kesejahteraan dan kebijakan pemerintah daerah. Bila distribusi bidan belum merata seperti ini, tujuan peningkatan akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kebidanan yang komprehensif  akan menjadi hal yang sangat sulit diwujudkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun