Matahari mulai tenggelam meninggalkan ufuknya. Seorang gadis berambut sebahu masih terdiam memandang senja di peradaban. Dia hanya menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. Tanpa arah, entah sebenarnya apa yang dipikirkan.
"Ratih, mengapa kamu masih disini?". Tiba-tiba seseorang datang kian mendekat. Membawa secangkir teh hangat di tangan. Lantas, menyodorkan kepada gadis yang sedari tadi hanya diam tanpa berniat berbicara.
"Sudahlah Ratih, lapangkan hatimu, luaskan maafmu pada takdir. Sudah dua tahun berlalu, tapi sepertinya kamu masih saja enggan menerima kenyataan," tutur lelaki itu yang kini duduk berdampingan dengan Ratih di pesisir pantai.
Angin menerpa syahdu, ombak bergemuruh lantang. Ingatan menyapa bersama balutan memori yang menyelimuti. Lembayung yang bertengger amat elok hingga sang empunya tak kunjung bersua. Nikmat yang menjalar di seluruh nadinya menambah lekat suasana.Â
Apa arti sebuah kehilangan? kehilangan yang menyayat sukma sampai terasa begitu ngilu. Perasaan tak sanggup yang kerap orang bilang tak boleh. Namun, mau bagaimana lagi. Pepatah mengatakan, 'sebaik apapun perpisahan, tetaplah menyakitkan'.
"Kamu tau Yud? setiap hari sepanjang tahun hatiku masih tercabik-cabik dengan peristiwa itu. Aku selalu merasa bersalah, berulang kali. Sedih sekali mengapa semesta begini padaku," ujar Ratih dengan deraian air mata yang menyapu basah bagian pipinya.Â
Yuda hanya bisa mendengarkan tanpa berniat menyela apapun. Melihat Ratih menangis tersedu-sedu membuat dirinya menyesal telah mengorek masa lalu.
"Yuda, kehilangan adalah hal wajar. Itu bukan yang ingin kamu katanya. Aku tau Yud, aku paham semua orang akan pergi untuk selamanya. Tapi, dia pergi karena aku Yud...," tangis Ratih semakin deras.
Yuda memeluk Ratih yang kembali menyalahkan dirinya, "DIA PERGI KARENA AKU," ucap Ratih tak tertahankan.Â
"Ra, tenang..jangan gini. Semua akan membaik, kamu nggak salah atas kepergian dia. Ini bukan salah kamu, berhenti menyalahkan diri sendiri." Yuda berusaha menenangkan Ratih.Â
Ratih masih belum bisa menerima realita. Dia ingin ada satu orang saja yang bisa memahami. Tetapi, tampaknya tidak ada yang bisa mengerti. Sulit memang untuk memahami orang lain. Seringnya, diri sendiri pun tidak tau dengan kondisi diri.