"Sayang, kamu sudah makan? Jangan sempat masuk angin yah?"
"Sayang, hatiku berdebar-debar terus bila ingat kamu!"
"Sayang, suaramu selalu membuat aku begitu merindukanmu!"
"Sayang, bertemu denganmu bagaikan mendapatkan anugerah terindah dalam hidupku!"
Itu baru sebagian SMS yang dikirimkan Rizaldy kepadaku. Masih banyak lagi yang lainnya memenuhi inbox HPku.Kadang ku hapus dengan sengaja, namun sering pula terhapus dengan sendirinya karena kelebihan quota.
Rizaldy begitu peduli pada diriku. Berbeda dengan lelaki terdahulu yang singgah di dalam hidupku. Sepertinya, cintanya untukku tak akan ada habis-habisnya. Aku tergagap-gagap menerima serangan cinta yang begitu membabi buta.
*
"Sayang, aku sudah sangat merindukan pertemuan seperti ini." Bisik Rizaldy di telingaku ketika kami duduk bersama di serambi sebuah villa yang menghadap ke laut lepas.
"Abang, aku juga merasakan hal yang sama. Aku sangat bahagia berada di dekatmu." Balasku tak kalah mesra. Ku genggam tangan Rizaldy erat-erat seakan tak ingin lagi berpisah. Aku hanya tak ingin membuatnya kecewa.
Angin sejuk menerpa wajah kami berdua yang saling menatap mesra. Debur ombak bagai nyanyian bidadari surga yang memabukkan. Kami berdua terlena. Tidak ada lagi kata-kata yang terucap, yang ada hanyalah desah nafas yang saling memburu dengan kecepatan jari jemari yang saling menyentuh. Aku kaget. Benda itu begitu layu, sedikitpun tidak berubah bentuk menjadi kayu. Aku lemas, ku lihat wajah lelaki itu menjadi pias.
Erlina, 28 Desember 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H