Mohon tunggu...
Erlinaagst
Erlinaagst Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Memiliki hobi menulis cerpen, puisi dan juga cerita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Penjaga Makam: Mbah Sutar

3 Maret 2024   12:44 Diperbarui: 3 Maret 2024   12:55 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Obrolan panjang itu menyelimuti malam yang sunyi. Aku memang sering bermain dirumah Mbah Sutar supaya Mbah Sutar tidak merasa kesepian. Dia hanya sendirian di rumah gubuk itu. Setelah bercerita panjang lebar, napas dari kakek tua itu tampak kesulitan dan sesegera mungkin aku memberikan minum air putih hangat. Aku juga tak lupa membawa makanan, sore tadi, aku memasak sayur sop dan sebagian dari masakan itu aku bagikan kepada sang penjaga makam: Mbah Sutar. Mbah Sutar meneguk minumnya sampai habis dan dia juga memakan masakanku. Katanya, masakanku enak dan habis tak tersisa di piring itu.

''Matur nuwun nggih cah ayu, Selalu jaga kesehatan dan berbuat baik.''

Aku pun mengangguk. ''Sami-sami, Mbah. Mugo-mugo diparingi kekiyatan gesang saben dinten, nggih.''
''Aamiin. Waktune sampeyan neng ndunyo iki ono watese.''

Ucapan terakhir dari Mbah Sutar membuat pikiranku semakin gusar. Entah apa yang membuatku gusar.


****

Setelah kejadian beberapa waktu lalu dirumah Mbah Sutar. Aku masih menganggumi Mbah sutar dalam diam. Aku yakin Mbah Sutar adalah orang yang baik di muka bumi ini, yang aku temui di desa terpencil ku ini. Dia sudah memberiku tawa dan cerita nasihat yang mampu membuatku kagum dengan ketulusannya sebagai penjaga makam.

Malam ini adalah malam yang beda. Entah kenapa malam ini suasana angin cukup dingin dan sangat-sangat membuatku menggigil. Aku baru saja pulang dari kerja kelompok dan terpaksa pulang jam 8 malam. Untung saja rumah teman kelompok ku hanya beda RT. Aku harus wajib berjalan di pemakaman Jatilayu karena itu adalah satu-satunya akses jalan kerumah ku.
Gapura pemakaman desa Jatilayu sudah ada di depan mataku. Aku melihat di berbagai titik ada asap berwarna abu-abu mengepul dari daerah pemakaman. Perasaan ku yang gusar dan takut pun seketika tenang saat melihat Mbah Sutar tengah berdiri di tengah-tengah Gapura. Saat aku berjalan untuk mendekati Mbah Sutar, aku melihat wajah laki-laki rentan itu tampak pucat seperti orang sakit.

''Assalamualaikum, Mbah.'' Sapaku di saat langkah kaki ku berhenti tepat di sampingnya.

''Waalaikumsalam, Ndok. Baru pulang?''

''Nggih, Mbah. Habis pulang kerja kelompok.''

Aku melihat di salah satu pondasi gapura itu ada bendera kuning yang diikat. Aku yakin pasti ada salah satu warga yang meninggal. Tapi, entah siapa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun