Pengelolaan Situs Lukisan Dinding di Kaimana, Provinsi Papua Barat
Abstract
Rock painting situs of the Kaimana (West Papua) is an culture asset which is necessary to develop. To manage the situs is not separated from its usage and develop the culture life. It needs Stakeholders involvement (academician, government, and the society) in planning, decision making, and monitoring. This means to minimalize the conflict in managing the culture and reaching the proposed goals.
Kabupaten Kaimana (Papua Barat) sebagai suatu wilayah yang memiliki peran penting dalam sejarah peradaban manusia, berbagai tinggalan budaya dari beberapa periode ditemukan di wilayah tersebut. Seperti tinggalan budaya dari masa prasejarah, masa Islam dan masa kolonial. Keberadaan tinggalan-tinggalan budaya tersebut merupakan aset daerah yang penting untuk pembangunan. Seperti situs lukisan dinding, situs tersebut berasal dari masa prasejarah sebagai hasil karya seni seniman masa lalu yang adiluhung.
Hingga saat ini situs tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pihak lainnya, yang mengambil bagian dalam hal pengelolaannya. Jika dilihat dari potensi yang dimiliki wilayah Kaimana dan khususnya di daerah ditemukannya seni cadas, terdapat suatu mimpi yang dapat menjadi kenyataan jika kawasan tersebut dikelola dan dikembangkan.
Berbagai potensi dimiliki kawasan situs seperti temuan sumberdaya arkeologi (seni cadas) sebagai warisan budaya peninggalan nenek moyang, dan juga panorama alam yang dimiliki kawasan tersebut berupa bentangan alam dengan tanjung-tanjung, teluk, selat, pulau-pulau karang, pantai tebing karang dan pantai berpasir serta keadaan lingkungan bawah airnya yang indah. Di samping itu keberadaan kampung-kanpung penduduk yang berada di wilayah pantai berpasir yang tertata mengikuti alur pantai serta terbentangnya hutan rimba yang menambah keindahan alam sekitarnya.
Melihat potensi-potensi tersebut dan menyikapi keberadaan sumberdaya budaya sebagai sesuatu yang berharga, maka situs tersebut perlu dikembangkan dan dikelola dengan baik, sebagai salah satu modal pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kusumahartono, 1995: 8). Sehingga dalam pengelolaannya pun dapat disejajarkan dengan sumberdaya lainnya. Upaya pengelolaan situs lukisan dinding Kaimana tidak hanya sebatas pada suatu kegiatan penelitian atau untuk analisis ilmiah semata, tetapi dengan melihatnya dari sudut pandang yang berberda maka situs tersebut dapat diabdikan kepada masyarakat karena dapat memberikan manfaat yang besar untuk berbagai kepentingan.
Terdapat berbagai macam manfaat yang diperoleh dari suatu sumberdaya budaya apabila nilai-nilai yang terkandung di dalamnya terungkap. Adapun manfaat dari sumberdaya budaya tersebut adalah:
-Scientific research yaitu bahwa sumberdaya arkeologi tidak hanya digunakan untuk memenuhi kepentingan disiplin arkeologi saja tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai disiplin lainbagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
-Creative arts adalah sumberdaya arkeologi dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi para seniman, penulis, sastrawan, fotografer dan bahkan dijadikan sebagai objek kretivitasnya,
-Education adalah sumberdaya arkeologi terutama yang bersifat monumental maupun yang berada di museum dapat dijadikan sebagai objek pendidikan bagi anak-anak sekolah dalam menanamkan rasa cinta dan bangga terhadap kebesaran bangsa dan tanah air melalui hasil karya nenek moyang, dengan harapan untuk mempertebal ketahanan budaya, di mana pada era global sekarang ini mau tidak mau persentuhan dengan budaya asing tetap terjadi, namun jika telah memiliki ketahanan budaya yang tangguh tidak mungkin terjadi pengrusakan budaya sendiri,
-Recreation and tourism adalah sumberdaya arkeologi dapat dijadikan sebagai objek wisata dan rekresi yang sehat dan positif,
-Symbolic representation adalah sumberdaya arkeologi dapat memberi gambaran secara simbolis tentang kehidupan manusia, terutama yang mempercayainya,
-Legitimate of action adalah sumberdaya arkeologi digunakan untuk memperkuat kedudukan,
-Social solidarity and integration adalah sumberdaya arkeologi dapat mewujudkan bentuk-bentuk solidaritas sosial dan integrasi yang kuat dalam suatu masyarakat, sehingga dapat memperkuat jati diri atau untuk menunjukkan identitas bangsa
-Monetary and economic gain adalah sumberdaya arkeologi dimanfaatkan sebagai objek wisata budaya secara ekonomis akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat setempat (Gunadi, 2004 dan Haryono 2003).
Dari potensi dan manfaat warisan budaya tersebut, selain nilai-nilai penting berkaitan dengan identitas yang mempertebal ketahanan budaya, juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat dan pembangunan daerah. Oleh karena itu sudah selayaknya dikembangkan melalui pengelolaan secara tepat dan benar.
Berkait pengelolaan sumberdaya budaya terdapat dua kepentingan strategis di dalamnya yaitu pelestarian dan pemanfaatan atau pemanfaatan yang berwawasan pelestarian. Pelestarian merupakan upaya perlindungan dan pemeliharaan warisan budaya secara langsung sehingga terhindar dari kerusakan baik yang diakibatkan oleh alam maupun karena ulah manusia, mengingat sifat dari warisan budaya yang tidak terbaharui (non-renewable), terbatas (finite) dan khas (contextual). Di samping itu juga pelestarian pada hakikatnya adalah upaya mempertahankan agar suatu sumberdaya budaya tetap berada pada konteksnya.
Pelestarian sumberdaya budaya merupakan inspirasi bagi kelanjutan perjuangan dan menjauhkan terjadinya keterasingan sejarah yang berakibat pada kemiskinan budaya, dan juga untuk mempertahankan eksisnya warisan budaya, karena warisan tersebut tidak hanya dimiliki generasi masa kini namun juga merupakan warisan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian kegiatan pelestarian juga untuk memberikan makna baru bagi warisan budaya yang tidak terlepas dari usaha pemanfaatannya, untuk itu dalam upaya pelestarian warisan budaya harus dibicarakan bersama melalui suatu dialog terbuka dan seimbang untuk mencapai suatu kesepakatan dalam pengambilan keputusan, karena antara pemerintah dan masyarakat memiliki konsep pelestariannya masing-masing.
Sehubungan hal tersebut maka dalam kegiatan pengelolaan kawasan situs lukisan dinding Kaimana diperlukan tindakan strategis, mengingat situs tersebut masih tergolong situs perawan, walaupun sudah diketahui keberadaannya namun belum diketahui apa makna dan manfaatanya. Ada beberaapa langkah yang perlu ditempuh berkaitan dengan usaha pengelolaannya sebagai berikut:
1.Kegiatan penyuluhan
Kegiatan penyuluhan merupakan sarana untuk memperkenalkan dan menyadarkan masyarakat di semua lapisan akan arti penting dari suatu warisan budaya, sehingga mereka turut mengambil bagian dalam usaha pelestarian dan pemanfaatannya. Kegiatan penyuluhan penting dilakukan, karena dengan melihat kondisi situs yang cukup memprihatinkan seperti kerusakan baik yang diakibatkan oleh alam seperti pengaruh iklim yang mengakibatkan mulai memudarnya obyek lukisan dan akar-akar tanaman yang menjalari permukaan lukisan maupun akibat perbuatan manusia berupa tindakan vandalisme.
Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan masyarakat maupun aparat pemerintah tentang makna dan manfaat dari warisan budaya, sehingga belum terlihat adanyatindakan perlindungan situs dari kerusakan apa lagi yang diakibatkan oleh perbuatan orang-orang yang tidak bertanggujawab. Kegiatan penyuluhan juga sebagai sarana menyosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan segala aspek dari Benda Cagar Budaya (BCB), terutama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya untuk memberi penjabaran, kejelasan, dan pedoman mengenai pengaturan, penguasaan, pendaftaran, pengalihan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pembinaan, pengawasan serta hal-hal yang berkaitan dengan pelestarian BCB di wilayah hukum Negara Republik Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) serta perundang-undangan lainnya yang terkait. Penyuluhan juga dijadikan sarana berdialog dengan beberapa kalangan seperti pemerintah, akademisi/arkeolog, dan masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya budaya, peranannya dan hal-hal yang dapat meredam kemungkinan terjadinya konflik.
2.Membangun kemitraan
Dalam pengelolaan situs lukisan dinding Kaimana ada tiga pihak yang berkepentingan seperti pihak pemerintah daerah Kaimana, akademisi/arkeolog dan masyarakat adat. Semua pihak tersebut harus membangun hubungan kerjasama sebagai stakeholders dalam pengelolaan maupun dalam mengambil kebijakan-kebijakan dengan tidak merugikan pihak manapun. Di samping itu juga untuk menempatkan pihak-pihak tersebut menurut fungsinya masing-masing sehingga terjalin sinergis dan tujuan yang diharapkan tercapai.
Adapun peran masing-masing pihak tersebut di antaranya: pihak pemerintah daerah berperan sebagai penguasa wilayah yang mengatur dan mengambil kebijakan-kebijakan mengenai pembangunan daerah, pihak akademisi/arkeolog yang berperan menggali dan menemukan serta mengungkapkan nilai-nilai budaya melalui suatu kegiatan penelitian secara holistik, dan pihak masyarakat (adat) yang nota bene adalah pemilik atau pewaris budaya. Berkaitan dengan masyarakat adat, menurut Aman mendefinisikan masyarakat adat sebagai kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (turun-temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya dan wilayah sendiri (Zakaria, 2004: 52-53).
Mengacu pada pernyataan tersebut, di Papua pada umumnya keberadaan masyarakat adat mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, apalagi jika itu berkaitan dengan usaha pembangunan daerah, peranannya tidak terlepas dari hak-hak kepemilikan wilayah adat secara komunal yang telah dimiliki secara turun temurun dan aturan-aturan adat yang mengikat anggotanya.
Dari hasil amatan langsung (observasi) penulis di lokasi penelitian (Kaimana) pada bulan April 2008 menunjukkan bahwa upaya pengelolaan situs lukisan dinding masih terkesan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kesan yang nampak secara kasat mata bahwa situs lukisan dinding sepertinya dibiarkan saja begitu adanya. Sumberdaya budaya yang berada di distrik Kaimana ini agaknya kurang terurus, sehingga jika tidak ditangani akan berangsur-angsur rusak karena tak terpelihara. Tanpa adanya sentuhan dari pihak-pihak berkompetan sangat bisa jadi lukisan dinding yang sesungguhnya bernilai historis ini akan punah. Tentunya kondisi tersebut patut disayangkan, keperdulian beberapa pihak nampaknya masih dibutuhkan, terutama pemerintah daerah, para profesional di bidang arkeologi dan sejarah dan masyarakat setempat menjadi pantas untuk memikirkan persoalan ini.
Perlunya pelibatan masyarakat, khususnya masyarakat adat setempat dalam pengelolaan menjadi unsur penting supaya ditemukan kesamaan konsep dalam memberi arti dan makna bagi warisan budaya yang ada, sehingga secara bersama-sama dapat mengambil kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pendekatan partisipatoris menjadi pilihan utama yang layak dilakukan dan juga untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan. Karenanya, cara-cara top-down yang tidak lagi populis harus ditinggalkan. Siapa pun pihak berkompeten yang akan mengelola situs ini diharapkan mampu bekerjasama dalam memaknaj dan mengembangkan keberadaan situs dengan tidak merugikan pihak manapun dan terutama untuk menunjang kesejahteraan masyarakat setempat.
Perlu untuk diketahui bahwa hingga kini pemanfaatan situs lukisan dinding baik oleh pihak pemerintah maupun masyarakat Kaimana baru sebatas pada usaha mengantar tamu atau wisatawan mengunjungi objek bersejarah yang ada dan juga untuk menikmati keindahan alam sekitarnya. Dilain pihak, ada beberapa masyarakat yang menyediakan speed boat atau long boat mereka untuk disewakan dan mereka sekaligus berperan sebagai pengantar. Penggunaan sarana trasportasi tersebut karena lokasi situs – situs yang berada pada pantai tebing karang, yang untuk menjangkauhanya bisa menggunakan kendaraan laut. secara umum persewaan kendaraan laut berkisar antara Rp. 2.500.000,- biaya ini meliputi biaya BBM dan jasa .
Berkaitan dengan kegiatan mengantar wisatawan untuk mengunjung objek bersejarah yang ada, para pengantar hanya berperan sebatas mengatar atau penunjukkan arah dimana lukisan itu berada dan tidak ada informasi lain yang dapat diperoleh darinya seperti makna lukisan, hal ini karena minimnya pengetahuan mereka akan arti atau makna dari warisan budaya tersebut. Dengan melihat kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pemanfaatan situs lukisan dinding baru dinikmati oleh sekelompok orang saja, maka dari itu perlu segera dilakukan upaya pengelolaan situs secara tepat sehingga berdampak pada pembangunan masyarakat Kaimana umumnya dan kesejahteraan masyarakat sekitar situs khususnya.
3.Pelaksanaan pengelolaan
Pengelolaan sumberdaya budaya perlu suatu manajemen yang baik. Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kegiatan dengan bantuan sumberdaya manusia dan peralatan. Ada tiga unsur manajemen yang harus dipenuhi yakni tujuan yang ingin dicapai; proses untuk mencapai tujuan dan sumberdaya manusia dan peralatan untuk berproses sehingga mencapai tujuan. Demikian juga ada lima fungsi manajemen yang harus dilaksanakan seperti:
-Perencanaan (planning), dengan menyususn kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan,
-Pengorganisasian (organizing), dengan menempatkan setiap pihak berdasarkan tugas dan kewenangannya,
-Pengarahan (directing), dilakukan bimbingan, arahan dan contoh bagi pelaksana kegiatan,
-Pengkoordinasian (coordinating), dengan menciptakan kerjasama yang terpadu dan saling menunjang pada setiap pihak yang terlibat, dan
-Pengawasan (Controlling), dengan melakukan kontrol danevaluasi terhadap setiap pihak yang terlibat (Wasito, 2001).
Berdasar paparan di atas maka dalam kegiatan pengelolaan kawasan situs lukisan dinding Kaimana diperlukan suatu bentuk manajeman yang tepat, terutama berkaitan dengan konservasi objek arkeologi dengan menempatkan sumberdaya manusia sesuai bidang dan keahliannya. Di samping juga halberkaitan dengan upaya pemanfaatan situs sebagai sarana yang dapat dikembangkan sebagai obyek pariwisata yang berdampak langsung pada perekonomian masyarakat.
Dalam konteks pengembangan situs lukisan sebagai obyek pariwisata, perlu memerhatikan aspek-aspek apa saja yang berkaitan atau yang menunjang seperti lingkungan alam sekitarnya maupun lingkungan budaya serta pihak-pihak mana saja yang terkait di dalamnya. Dan langkah terpenting yang mendesak dilakukan adalah dialog antar-stakeholders, karena ini merupakan sebuah aktivitas berupa komunikasi lintas sektoral sehingga dapat menyatukan berbagai macam pendapat berbeda yang pada gilirannya akan membuahkan kesepahaman dalam suatu kepentingan bersama (common interest) berkaitan dengan nilai, peran dan manfaat sumberdaya budaya bagi banyak pihak (untuk kepentingan luas).
Namun dengan melihat kondisi sekarang, arkeolog dapat menjadi fasilitator maupun mediator dalam upaya pengelolaan situs lukisan dinding di Kaimana sehingga tercapai tujuan yang diharapkan yaitu lestarinya warisan budaya dan pemanfaatannya bagi banyak kepentingan, khususnya untuk memberdayakan sekaligus nantinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Penutup
-Pengelolaan situs lukisan dinding kaimana sebagai asset pembangunan daerah penting dilakukan demi kelestarian situs dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat,
-Kerjasama dari semua pihak yang berkepentingan sangat diharapkan demi tercapainya tujuan serta meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik,
-Pelibatan masyarakat adat sebagai stakeholders merupakan hal yang sangat penting dan perlu dilakukan,
-Diharapkan pada tahap selanjutnya, pemerintah daerah dapat memfasilitasi dan sekaligus sebagai mediator dalam segala tindakan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan situs lukisan dinding, baik untuk kepentingan pelestarian maupun dalam pemanfaatannya untuk dikembangkan sebagai obyek pariwisata.
Daftar Pustaka:
Haryono, Timbul, 3003. “Pengembangan dan Pemanfaatan Aset Budaya dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah” Materi Komisi Kebudayaan pada Rakor Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta
Kasnowihardjo, Gunadi, 2004. “Manajemen Sumberdaya Arkeologi 2”, diterbitkan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisi Daerah Kalimantan
Kusumahartono, Bugie. 1995. “Manajemen Sumberdaya Budaya Pendekatan Strategis dan Taktik” Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional Metedologi Riset, Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra UI Depok, 23-24 Januari
Wasito, Sri, 2001. “Mengoptimalkan Kinerja Dokumentasi Arkeologi Sebagai Sarana Penyebarluasan Informasi”, Proceeding EHPA, Peningkatan Apresiasi Masyarakat Terhadap Nilai-Nilai SDA, Proyek Peningkatan Penelitian Arkeologi Jakarta
Zakaria, R Yando, 2004. “Merebut Negara”, Lappera Pustaka, Jakarta.
_____
Oleh: Erlin Novita Idje Djami
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H