Mohon tunggu...
Erlyn Choirun Nisa
Erlyn Choirun Nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Uin Maliki Malang. Tinggal di kota Malang asal Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Penting! untuk Anak Usia Dini

1 April 2016   23:57 Diperbarui: 3 April 2016   23:33 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pendidikan anak usia dini merupakan upaya yang dasar untuk memfasilitasi setiap perkembangan anak di masa emasnya. Sebagai suatu proses yang sangat penting untuk perkembangan anak, pendidikan bukan hanya berpusat pada nilai akademik peserta didik semata, tetapi juga mencakup pada pengembangan seluruh kemampuan, konsep diri, dan kepribadian, pembentukan emosi peserta didik. Salah satu aspek pengembangan konsep diri dan kepribadian anak adalah dengan menyadari tentang adanya peran gender yang itu harus diketahui oleh anak masa keemasan ini. Dan seharusnya pengenalan gender ini seharusnya ditanamkan sedini mungkin, karena ini sangat berpengaruh pada perkembangan anak untuk masa depannya, oleh karena itu pengenalan peran gender sangat perlu diberikan pada anak sejak usia dini untuk membantu anak menyadari sepenuhnya mengenai konsep diri mereka sebagai laki-laki dan perempuan secara keseluruhan.

Pengenalan peran gender oleh pendidik sangat perlu diberikan dan sangat penting sekali untuk anak sejak anak masih berusia dini. Menurut NAEYC (dalam Sujiono 2011:6) dalam Tandayu (2015): “Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun.” Anak yang berusia 5-6 tahun merupakan bagian dari anak usia dini yang secara terminologi disebut sebagai anak usia pra sekolah. Para ahli menyebutkan sebagai masa golden age, dimana perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan sampai 50%. Pentingnya mengenalkan peran gender sejak dini sangat erat kaitannya dengan perkembangan dan pembentukan pola perilaku dan kepribadian anak di masa dewasa. Oleh karena itu segala jenis informasi yang benar dan berkaitan erat dengan peran gender harus ditanamkan secara tepat agar dapat tersimpan di memori anak dalam jangka panjang dan dapat menerapkannya.

Pembelajaran mengenai peran gender pada anak dapat dilakukan melalui berbagai metode pembelajaran yang dalam pelaksanaannya disetiap kegiatan pembelajaran harus bersifat konkrit dan berorientasikan. Jadi dalam mengenalkan sesuatu kepada anak usia dini ini, harus dengan bahasa yang dapat mudah dicerna dan tidak mengada-ada, lebih tepatnya harus jelas dalam memberikan pengetahuan pada anak tersebut. Karena jika penjelasan yang diberikan pada anak tidak dapat dicerna dalam memori otak anak, maka anak akan mudah lupa dan tidak dapat mengingat secara berulang-ulang apa yang telah disampaikan sebelumnya. Seperti contoh: ketika guru memperkenalkan alat vital mereka itu harus dengan sebutan vagina ataupun penis, bukan malah menyebutnya; Anu, Titit, Burung. Karena semua itu tidak logis dalam sebuah pengetahuan untuk mereka, apabila anak usia dini bertanya, “ alat vital ini kok dinamakan burung, sedangkan burung itukan terbang kok ini tidak terbang”. Nah maka dari itu pengetahuan yang seperti ini harus diganti dengan kebenaran adanya. Agar tidak ada kebohongan dalam pembelajaran dasar-dasar pendidikan anak usia dini ini.

Memanglah tugas guru sebagai perencana kegiatan pembelajaran adalah diwajibkan untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang dapat menarik minat serta rasa ingin tahu anak untuk belajar lebih banyak mengenai peran gender tanpa mengkategorikan kegiatan yang cocok bagi anak laki-laki atau anak perempuan saja. Tentu saja diikuti tanpa adanya diskriminasi dalam pembentukan karakter dan perkembangan tersebut.

Dan seorang guru sebagai pendidik anak usia dini, diwajibkan untuk menciptakan suatu lingkungan pembelajaran yang nyaman bagi anak, sehingga memungkinkan anak untuk memahami peran gender tanpa menimbulkan pemahaman mengenai pemisahan stereotip (berbentuk tetap) dan diskriminasi (ketidakadilan) gender sejak dini. Pemisahan stereotype peran gender seringkali ditemukan dalam kegiatan pembelajaran seperti saat guru mengatakan “anak laki-laki tidak boleh menangis” dan atau “anak perempuan tidak boleh banyak tingkah”. Perilaku ketidakadilan gender di Taman Kanak-kanak atau Anak Usia Dini ini seringkali ditemukan pada saat guru tanpa menyadari selalu meminta anak laki-laki untuk menjadi pemimpin dalam setiap kegiatan, baik itu dalam lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat. Sementara anak perempuan hanya menjadi anak buah atau dibawah naungan laki-laki, sehingga anak perempuan condong terlihat lemah dalam persepsi banyak orang terutama dalam persepsi kaum laki-laki.

Pengenalan peran gender tidak hanya harus dilakukan pada anak di dalam lingkungan sekolah tetapi juga dari lingkungan rumah. Orang tua adalah tokoh utama atau orang terdekat anak yang akan selalu menjadi contoh model, dan sosok pribadi yang akan selalu ditiru oleh anak.

Maka dari itu, kita sebagai orang yang lebih dewasa dapat membimbing anak-anak kita atau peserta didik untuk memberikan pengenalan apa itu “gender” pada anak, agar anakpun dapat mengenal konsep dirinya sendiri.

Dengan inilah seorang guru dapat mengatasi hambatan pengenalan peran gender dalam pembelajaran diantaranya adalah membuat gambar mengenai peran gender, seperti halnya gambar laki-laki seperti contoh memakai : celana, baju seperti kemeja, bersepatu sport, berpeci dan untuk anak perempuan memakai: rok, kerudung, baju berwarna-warni dengan bergambar bunga, bersepatu pantofel. Kemudian menempelkannya di dinding kelas dengan membuat print out gambar. Setelah itu guru juga dapat melatih anak mengunakan toilet dan melakukan kebersihan diri sendiri dengan benar; anak laki-laki dan perempuan bebas boleh menjadi pemimpin senam, memimpin doa dan lain sebagainya.

 

Semoga bermanfaat.

Kompasianer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun