Hari mulai malam, tak terasa tubuh begitu gemetar melihat suasana pondok yang ku tinggali. Saat itu usiaku masih 11 tahun dan duduk di bangku SD, aku masih ingat bagaimana aku yang tidak pernah memiliki rasa takut pada apapun saat usia itu. Banyak yang bilang, aku orang yang pemberani dan ada yang bilang jika aku orang yang memiliki jiwa laki-laki. Padahal dalam hatiku yang terdalam aku bukanlah sosok yang seperti itu.
Saat itu jam menunjukkan kisaran jam 11 malam, dan saat itu pula aku ingin buang hajat, segeralah aku beranjak dari dudukku dan bergegas menuju ke kamar mandi. namun sesampai tiba di kamar mandi yang itu sangat dekat dengan kamarku ternyata sudah sepi tidak ada orang yang disana, melihat suasana yang mencekam ini, rasa takutpun mulai menguasai perasaanku. Disana hanya tertinggal suara jangkrik dan gemericik air yang terdengar.
Tiba-tiba saja bulu kudukku berdiri dan kaki terasa sulit untuk menginjak ke dalam kamar mandi yang berjejer rapi didepanku dan memang terlihat begitu angker tempat ini, dan katanya pondok ini sudah berdiri dari puluhan tahun lamanya. Tidak heran jika banyak sekali cerita-cerita yang aneh dan menakutkan di tempat ini.
Aku tak pernah punya firasat buruk akan hari ini ketika akan memasuki kamar mandi ini, dan aku berjalan menuju kamar mandi sembari melihat-lihat sekitarku banyak kran yang bercucuran mengeluarkan percikan air yang menemani rasa takutku.
Tak terasa air kencing ini sudah tidak bisa aku tahan, tiba-tiba sebuah cikrak didepanku berjalan sendiri kearahku, sontak aku terperanjat dan jantungku berdegup kencang, saat itu aku masih melototi cikrak yang tengah berjalan, aku masih memastikan mataku yang salah apa memang itu sungguhan. Setengah tidak percaya, aku lari terbirit-birit ke kamarku menahan air kencing yang sudah tak dapat aku tahan hingga terasa mau ngompol.
Setelah sampai dikamar aku menceritakan kejadian yang menimpaku, teman-temanku tidak percaya jika ceritaku ini memang benar adanya. Dan aku ingin membuktikan ini pada temanku dengan mengajak teman samping tidurku untuk melihat bahwa cerita ini bukan sekedar omong kosong.
Saat sudah sampai didekat kamar mandi, aku memberikan aba-aba kepada temanku untuk bersembunyi dari kejauhan dibalik tangga dekat kamarku, saat itu aku masih melihat bahwasanya cikrak tersebut masih berjalan ke arahku terlihat cepat, dan temanku setengah tidak percaya dan mulai ketakutan. Aku menyuruhnya untuk tetap fokus dan yakin bahwasanya yang aku lihat memang bukan fiktif belaka.
Dan cikrak tersebut masih berjalan ke arahku dan arah temanku, kita langsung memberikan instruksi menghitung 1-3 dan lari sempoyongan menuju kamar. Sesampai di kamar, temanku langsung merebahkan badannya ke tempat tidurnya dan menutup kepalanya dengan selimut sembari menjerit. Aku yang saat itu ketakutan, hanya menahan rasa takutku untuk tidak terlihat memalukan.
Dan keesokan harinya aku tidak pernah melewati kamar mandi tersebut yang menebus mushola, dan jika aku aku ingin sholat, aku akan beranjak ke mushola dengan melewati jalan memutar yang lebih jauh.
Karena kejadian ini, ketika hari sudah menunjukkan pukul tengah malam, jika aku ingin pergi ke kamar mandi, membuatku harus ada yang menemaniku kesana. Dan kini aku mulai memiliki rasa trauma ketika akan pergi kekamar mandi karena insiden ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H