Tentang Pluralisme;
"(Hal - hal ) seperti inilah yang membuat kami demikian lama membelakangi agama.. karena kami banyak sekali melihat peristiwa yang menunjukan ketiadaan kasih sayang yang dilakukan orang - orang dengan kedok agama. Lambat laun, barulah kami tahu, bukan agama yang tiada kasih sayang, melainkan manusia jugalah yang membuat buruk segala sesuatu yang semula bagus dan suci itu..
Sepanjang hemat kami, agama yang paling indah dan paling suci adalah kasih sayang. Dan untuk dapat hidup menurut perintah luhur ini haruskah seseroang mutlak menjadi Kristen? Orang Budha, Brahma, yahudi, Islam bahkan kafir pun dapat juga hidup dengan kasih sayang yang murni." 14 Desember 1902
Memasuki usia 24 kartini menyadari usahanya untuk bersekolah lagi baik di semarang maupun di Belanda, tak akan pernah terlaksana. Padahal ia sudah mengikuti kursus privat bahasa inggris dan prancis.
Desakan dan tentangan keluarga yang kuat agar ia segera menikah membuat mentalnya kelelahan . Ia sedang menunggu jawab dari pemerintah Hindia Belanda mengenai zin beasiswanya ke Belanda ketika ayahnya menerima pinangan Bupati Rembang.
Ironisnya sang bupati sudah punya tujuh anak dan masih memiliki dua istri namun bukan dari kalangan bangsawan. Istri pertamanya seorang raden ayu telah meningggal dunia. Karena itu ia ingin menikahi kartini untuk menggantikan posisi istri pertamanya. Keputusan sang ayah membuat Kartini menyerah meskipun dengan hati hancur.
Namun ditengah keputusasaannya Kartini tidak menyerah begitu saja. Beruntung sang bupati Rembang termasuk pria berpikiran maju, cerdas dan idealis karena pernah bersekolah di Leiden. Kartini mengajukan syarat agar ia tetap bisa mewujudkan cita citanya yaitu mendirikan sekolah untuk anak anak perempuan pribumi di Rembang. Bahkan ia meminta agar anak anak tirinya menjadi murid murid pertamanya. Sang bupati menyetujuinya.
Menurut Roekmini adiknya dalam surat menceritakan bahwa dalam upacara perkawinan adat jawa yang dijalani kakaknya, Kartini menolak mencium kaki suaminya, seperti yang selalu di lakukan pengantin wanita.
Kartini tak mau membungkukan badan saat upacara panggih (kedua pengantin bertemu). Sang suami sempat terperanjat namun dengan bijaksana ia menjulurkan kedua tangannya untuk meraih tangan kartini.
Sikap suaminya yang progresif dan berjiwa besar itulah yang pelan pelan membuat Kartini mampu berdamai dengan dirinya sendiri. Bahkan akhirnya bisa menghormati suaminya.
Dalam surat suratnya setelah menikah kartini berjanji tidak akan membiarkan nasibnya dan nasib adik adik perempuannya terulang pada anak anak suaminya