Seperti diketahui bahwa penyerangan terhadap Bani Quraizhah terjadi setelah adanya Perang Khandaq. Karena Perang Khandaq pasukan muslimin mengalami kondisi kritis lantaran mereka menghadapi kepungan musuh dalam jumlah cukup besar. Ketika pasukan muslimin dalam kondisi kritis kaum Yahudi mengkhianati perjanjian damai sehingga pasukan muslimin mendapat “tusukan” dari belakang”. Pengkhianatan ini diprovokatori oleh Huyay bin Akhtab an-Nadhari. Terjadilah kemudian perang Bani Quraizhah pada akhir Dzulqaidah dan awal Dzulhijjah awal tahun ke-5 Hijriyah.[4]
Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari menyatakan bahwa hadits tersebut mengandung faidah bahwa tidak tercela orang yang mengamalkan hadits ataupun ayat Quran dari segi lafadznya. Begitu pula bagi orang yang mengamalkannya dengan cara menggali teks dalil untuk memperoleh maknanya secara khusus. Artinya dari pernyataan tersebut, maka boleh bagi para ulama mujtahid yang memiliki perbedaan pendapat memahami sebuah dalil selama masih dalam proses ijtihad sepanjang tidak menyelisihi aqidah. Seandainya pun ulama itu salah, maka ia tidak berdosa.
Sumber
1. Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Shohih Bukhori, cet. ke-1, (Beirut: Dar al-Ibnu Katsir, 2002), hlm. 1011.
2. Abu Al-Husain Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shohih Muslim, cet. ke-1, (Riyadh: Dar ath-Thoyyibah, 2006), hlm. 848.
3. Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarh Shohih Al-Bukhori, juz 7, hlm. 409-411.
4. As-Sirah An-Nabawiyyah Fi Dhou’ Al-Mashadir Al-Ashliyyah, cet. ke-1, (Riyadh, 1992), hlm. 459-460.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H