Mohon tunggu...
Erland Ang
Erland Ang Mohon Tunggu... -

Saya adalah warga Indonesia kelahiran kota Ternate, Maluku Utara. Saya kemudian berdomisili di kota Manado sejak tahun 1999. Sekarang saya sedang bekerja di salah satu perusahaan sipil di Singapura.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengalaman 4 Tahun Kuliah di Negeri Singa

5 Juni 2012   12:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:22 7029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai seorang mantan mahasiswa yang baru lulus sekitar hampir setahun yang lalu, di dalam benak saya masih sangat melekat bagaimana rasanya bisa kuliah di luar negeri. Saya adalah seorang mantan mahasiswa yang kuliah di jurusan Nanyang Technological University (NTU) Singapura jurusan teknik sipil (lulusan tahun 2011). Setelah lulus saya telah bekerja selama hamper setahun di negeri singa ini. Kalau mau diingat dari awal perjalanan ketika saya sibuk mengurus berkas-berkas untuk saat saya masih kelas 3 SMA sampai momen ketika saya deg-degan sesaat sebelum membawakan presentasi sidang akhir, saya pasti senyum-senyum sendiri. Kenapa? sebab banyak pengalaman menarik yang saya peroleh selama kuliah di sini. Berbagai jenis seminar dari berbagai universitas lokal maupun luar negeri yang telah saya hadiri pun tidak sanggup memberikan gambaran jelas tentang kehidupan perkuliahan yang sebenarnya.

Saat pertama kali ke kampus NTU, sudah ada beberapa senior mahasiswa orang Indonesia yang telah siap membantu mengurus kelengkapan berkas-berkas kuliah dari tes kesehatan, pengurusan visa pelajar, sampai pada pembuatan rekening bank. NTU merupakan salah satu universitas di mana terdapat organisasi pelajar mahasiswa Indonesia sehingga tidak terlalu sulit pelajar Indonesia untuk beradaptasi di universitas ini.

Kuliah di luar negeri mempunyai beberapa tantangan utama. Salah satu tantangan utama yang dihadapi setiap mahasiswa asing adalah tantangan bahasa. Tantangan ini cukup sulit terlebih khusus bagi orang Indonesia, karena di Indonesia kita hanya diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia sehingga cukup sulit untuk mempraktekkan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Coba bayangkan saja, jika ada orang Indonesia yang berbahasa Inggris di Indonesia, pasti orang itu akan dianggap sok jago dan malah akan ditertawakan oleh teman-temannya. Di negara seperti Malaysia dan India, bahasa Inggris telah menjadi bahasa kedua mereka. Jadi, kemampuan untuk berbicara dalam bahasa Inggris bukanlah sesuatu yang patut untuk mereka banggakan.

Saya masih ingat betul masa-masa tiga bulan pertama saya di bangku kuliah. Di dalam tas saya selalu saya bawa kamus Bahasa Inggris-Indonesia karangan “John M. Echols” (dulu kamus ini dianggap kamus bahasa Inggris  yang paling lengkap dan benar). Tiap kali masuk kelas, saya cukup kesulitan mendengar pelajaran dalam bahasa Inggris apalagi yang tidak dibawakan oleh english native speaker (misalnya Cina, India, dll) karena cara pengucapan mereka masih dipengaruhi dialek asli mereka. Belum lagi ketika bertemu orang non-Indonesia untuk pertama kalinya. Saat mau bicara, di dalam kepala saya harus selalu saya tulis dulu apa yang ingin saya ucapkan dalam bahasa Indonesia, kemudian diartikan ke bahasa Inggris, kemudian diutarakan pada lawan bicara saya.

Belum lagi saat saya sedang belajar. Untuk pelajaran selain matematika, saya harus selalu menerjemahkan materinya ke dalam bahasa Indonesia sebelum saya coba mengerti isinya. Proses ini pun berlaku bagi mahasiswa Indonesia dan akan berlangsung sekitar 1 sampai 6 bulan tergantung kemampuan masing-masing individu. Dua kali lipat memang usahanya, tapi  manfaat yang bisa saya peroleh sekarang saya adalah saya sudah lancar berbahasa Inggris tanpa harus berpikir terlebih dahulu (walaupun grammar kadang kala masih belum tepat). Membaca artikel dalam bahasa Inggris pun telah menjadi sama mudahnya dengan membaca artikel berbahasa Indonesia.

Tantangan kedua yaitu tantangan kultur. Budaya belajar di luar negeri jauh berbeda dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia lebih banyak malasnya dari pada rajinnya, di luar negeri khususnya Singapura mahasiswa pada umumnya jauh lebih rajin. Rajin di sini bukan berarti mereka lebih rajin masuk kelas atau bikin tugas, tapi rajin di sini lebih mengartikan bahwa orang-orang di sini lebih memahami akan artinya pendidikan. Jika ada mahasiswa-mahasiswa yang sering bolos kelas, itu tidak berarti bahwa mereka adalah pemalas. Bisa jadi dosennya memang tidak pintar mengajar sehingga mereka memilih belajar sendiri ketimbang masuk kelasnya, atau ada kegiatan lain yang mereka anggap jauh lebih penting dibandingkan masuk kelas.

Enaknya kuliah di luar negeri memang demikian. Tidak semua kelas yang saya hadiri perlu wajib absensi. Dengan kata lain, setiap mahasiswa diberikan kebebasan secara penuh untuk memilih apakah mereka merasa perlu masuk kelas tersebut atau tidak. Dari sini saya belajar bagaimana bertanggung jawab pada diri sendiri. Orang tua kita tidak akan melarang karena mereka memang tidak sedang bersama-sama dengan saya. Karena itu apapun yang saya lakukan, saya harus siap untuk menanggung semua konsekuensinya.

Manfaat utama kuliah di luar negeri hanya berasal dari gelar yang saya telah dapatkan. Dengan kuliah di luar negeri, saya belajar bagaimana hidup mandiri, belajar bagaimana melihat sudut pandang warga negara asing yang datang dari latar belakang yang berbeda-beda. Saya pun bisa belajar budaya-budaya baru dari mereka. Memang tidak semuanya selalu baik, dan itu juga berarti tidak semuanya juga buruk. Ada yang hal-hal yang patut saya contohi, dan ada yang patut saya hindari.

Belajar di negeri orang memang ada senangnya dan susahnya sendiri. Secara finansial, tidak semua mahasiswa Indonesia mampu mengenyam pendidikan di luar negeri. Kuliah di luar negeri memang biayanya jauh lebih mahal dibanding kuliah di Indonesia. Tetapi setelah empat tahun belajar di negeri orang, saya rasa tidak ada salahnya untuk dicoba bagi mereka yang diberikan kesempatan yang jarang seperti ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun