Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Pornografi Ancam Anak Bangsa

31 Oktober 2018   16:45 Diperbarui: 31 Oktober 2018   16:44 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Industri pornografi merupakan industri yang cukup menghasilkan pendapatan besar, terlebih dengan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi seperti gadget dan Internet yang semakin memudahkan manusia untuk mengakses konten apa saja, termasuk pornografi. 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. 

Mark Kastleman, penulis buku The Drugs of the New Millenium, menyebut pornografi sebagai visual crack cocaine atau narkoba lewat mata, dimana efek pornografi mirip dengan efek yang diberikan ketika seseorang mengonsumsi narkoba, yakni menyebabkan kecanduan.

Perusahaan yang berada di balik situs-situs pornografi yang terkait merek 'Reality Kings' mencatat keuntungan atau laba kotor (gross profit) untuk tahun pajak 2016 sebesar 22,98 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp308,82 miliar[1]. 

Keuntungan yang didapatkan dari industri pornografi ini tak lain didapatkan dari pelanggan-pelanggan setianya yang merupakan penggemar serta pecandu pornografi. Hal ini membuat industri pornografi mulai 'mengepakkan sayapnya' untuk menjaring konsumen lebih banyak lagi. Hal yang dilakukan oleh industri ini ialah memperkenalkan konten pornografi kepada anak-anak, khususnya anak laki-laki sebagai target pasar mereka.

Hal yang dilakukan beragam, seperti mulai memasukkan konten-konten berbau pornografi di games-gamesonline, iklan-iklan pornografi di website-website, dan juga di video-video musik. Hal ini merupakan sarana yang digunakan untuk membuat konten pornografi menjadi sesuatu yang lumrah untuk dilihat. Ada pula yang mempromosikan konten pornografi dengan cara merangsang otak[2]. 

Tak hanya itu saja, menurut Mark B Kastleman, pelaku bisnis pornografi juga memberikan video-video pornografi gratis dengan harapan agar mereka dapat membentuk semacam perpustakaan porno bagi kalangan anak dan remaja hingga secara perlahan-lahan secara psikis di dalam diri mereka terbentuk mental porn model (model pornografi). Media-media ini digunakan untuk menipu penontonnya (terutama anak dan remaja) agar terperangkap dan ketagihan[3].

 Usaha ini mulai membuahkan hasil, pornografi mulai menyebar dan menggerogoti otak anak-anak Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2016, didapatkan fakta bahwa sebanyak 63.066 anak-anak dari 87 juta anak Indonesia terpapar pornografi. Kondisi ini semakin diperparah dengan kemudahan mengakses informasi melalui internet. 

Pada tahun berikutnya, didapatkan informasi berdasarkan hasil riset Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPA), dari 1.600 anak Sekolah Dasar kelas 3 hingga 6, hanya 3 persen yang mengaku belum pernah terpapar pornografi. Ini berarti 97% dari 1.600 anak kelas 3-6 SD sudah pernah melihat konten pornografi. 

Pornografi memiliki dampak yang sangat fatal , khususnya bagi anak, yakni merusak otak. Dengan mengonsumsi kontek pornografi, meskipun hanya sebentar saja, sudah merusak otak anak. Gambar porno yang anak lihat akan ia simpan hanya dalam waktu 0,3 detik saja. Dopamin, epinefrin, dan berbagai senyawa kimia dalam otaknya akan aktif. Senyawa kimia ini membuat anak ketagihan, bahkan sampai ia dewasa[4]. Tak hanya itu saja, bagian otak prefrontal cortexnya juga tidak akan berfungsi pada saat-saat tertentu. Padahal, prefrontal cortex ini merupakan bagian yang penting karena berfungsi untuk berpikir, merencanakan, memutuskan sesuatu, mengontrol emosi dan tubuh, memahami diri sendiri, empati pada orang lain, dan juga moral[5]. Konsumsi pornografi akan menghambat pertumbuhan otak bagian ini.

Kini dan nanti, orangtua, kakak, saudara, dan seluruh pihak harus bahu membahu melindungi anak-anak dari ancaman pornografi. Hal yang dapat dilakukan ialah dengan membangun komunikasi yang baik dengan anak, memperhatikan saat anak membuka gadget, tidak memberikan gadget terlalu sering dengan membuat anak lebih nyaman bermain dan beraktivitas tanpa gadget, serta memberikan pendidikan seks yang baik bagi anak. Mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun