Kampus Mengajar merupakan salah satu program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) yang dipelopori oleh Menteri Pendidikan yaitu Nadiem Anwar Makarim. Program ini diusung khususnya sebagai solusi dalam mengatasi krisis pendidikan ditengah pandemi. Program ini menaruh perhatian besar terhadap kemampuan literasi numerasi serta adaptasi teknologi siswa siswi dipenjuru negeri. Sehingga, kebermanfaatan program dapat terasa terutama bagi sekolah sasaran yang dinilai masih tertinggal. Salah satunya SDN 3 Jatimulya yang beralamat di Jl. Cidahon, Desa Jatimulya, Kecamatan Pameungpeuk, Provinsi Jawa Barat.Â
Jika ditinjau berdasarkan lokasi sekolah. SDN 3 Jatimulya cukup strategis, dengan berada ditengah-tengah kecamatan yang cukup maju. Hal ini ditunjukkan dengan realitas masyarakat yang menggunakan alat tranportasi dan komunikasi modern dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, berdampingan dengan bentang alam yaitu lautan yang menimbulkan berdatangannya wisatawan baik lokal maupun internasional. Dengan demikian, sangat mungkin untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Namun, pengelolaan sekolah yang masih dinilai kurang berakibat pada kemampuan akademik siswa seperti baca, tulis, dan menghitung.Â
Merujuk pada fenomena tersebut, mahasiswa KM3 berinsiatif untuk melakukan perbaikan baik pada motode maupun sarana pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi bahwa kebanyakan guru masih menggunakan metode ceramah dan minimnya alat peraga dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga, siswa merasakan kebosanan dan yang memiliki keterbatasan khususnya dalam kemampuan dasar literasi kurang tersentuh. Maka, metode pendekatan individual yang cukup solutif diaplikasikan pada siswa yang belum bisa membaca. Tentunya dilengkapi dengan media pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.Â
Metode pembelajaran tersebut dirasa berhasil dalam meningkatkan literasi siswa. Hal ini terbukti beberapa siswa yang awalnya sama sekali tidak bisa membaca, sekarang sudah mengenal bahkan mampu mengingat huruf dan menggabungkan huruf. Media pembelajaran seperti puzzle huruf dan kartu kata dan dalam kemasan permainan pun cukup membantu dalam proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu, kreatifitas, partisipatif, dan konsistensi pengajar dalam menjalankan pembelajaran sangat dituntut. Mengingat, kebutuhan anak sekolah dasar yang senang bermain, bergerak, dan merasakan secara langsung. Hal tersebut sejalan dengan karakteristik anak 6-12 tahun menurut Seifert dan Haffung (Fipin Lestari,dkk.2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H