Mohon tunggu...
Erison Caesar
Erison Caesar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jangan Lupakan Pendidikan Kaum Difabel

2 Mei 2015   10:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin ada sebagian orang yang sudah mengenal apa itu difabel, yang merupakan akronim dari different abilities people, atau orang dengan kemampuan yang berbeda. Secara umum masyarakat mengenalnya sebagai para penyandang cacat. Mungkin secara fungsional tidak ada yang membedakan diantara penyebutan kedua istilah tersebut, tetapi patut diperhatikan bahwa perbedaan bahasa dapat menimbulkan persepsi yang berbeda, baik itu postif maupun negatif.

Menurut UU No. 4 Tahun 1997 yang dimaksud dengan cacat adalah mereka yang memiliki kelainan fisik maupun mental sehingga menghambat mereka untuk menjalankan aktivitas normal. Namun jika ditelaah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cacat merujuk pada kondisi benda mati yang rusak, tentu Tuhan tidak menciptakan makhluk-Nya seburuk itu bukan?

Kembali dalam pemahaman bahasa. Tidak ada konotasi manusia normal maupun tidak normal di hadapan-Nya, semua adalah sama, tidak ada yang sempurna. Justru mereka yang dilahirkan berbeda adalah orang-orang yang memang memiliki kemampuan berbeda untuk menjalankan aktivitas yang berbeda juga. Mereka memiliki keahliannya masing-masing yang mungkin bagi orang “normal” masih banyak yang belum bisa mencapainya. Ada banyak contoh nyata dalam kehidupan kita, sederhananya bisa dilihat pada Paralympics Games dimana para difabel berkompetisi dalam olahraga selayaknya Olympic Games. Meskipun harus berada dalam kursi roda, menggunakan kaki/tangan palsu, tidak mampu melihat, bahkan berdiri saja membutuhkan usaha ekstra, tapi nyatanya mereka masih memiliki semangat untuk mengejar prestasi. Bahkan ada diantara mereka yang menjadi motivator terkenal. Sedangkan kita? Belum bisa mensyukuri nikmat yang sudah diberikan oleh sang Maha Pencipta.

Lalu bagaimanakah kondisi pendidikan Indonesia saat ini untuk para penyandang disabilitas? Pendidikan inklusi yang dirancang oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan khusus nyatanya masih jauh dari kata harapan. Masih banyak sekolah di Indonesia yang belum bisa menyediakan pendidikan inklusi sehingga harus menolak menerima siswa dari SLB. Kesiapan pendidik yang belum memiliki pemahaman akan kebutuhan difabel, aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas yang kurang memadai, sistem pembelajaran yang berbeda dengan SLB, biaya pendidikan yang mahal, hingga budaya kultural 'mengucilkan' menjadi penghambat bagi kaum disabilitas untuk berkarya.

Lantas, apakah dengan memberikan sumbangan saja sudah cukup untuk memberikan perhatian kepada pendidikan mereka? Saya katakan tidak. Menurut Salim Segaf (Mensos KIB II) perlindungan yang dibutuhkan oleh teman-teman disabilitas adalah kesetaraan hak, kesamaan dalam menjalani aktivitas normal. Berikan kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan. Berikan sistem pembelajaran yang adaptif terhadap kebutuhan mereka. Sampaikan materi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dan yang terpenting adalah upaya penyiapan tenaga pendidik melalui pelatihan pemahaman penyelenggaraan pendidikan inklusi, serta pembangunan infra struktur pembelajaran yang aksesibel.

Tidak harus menunggu pihak pemerintah untuk bekerja. Mungkin saat ini kita belum memiliki kuasa apapun untuk merubah regulasi dan kebijakan. Tetapi kita bisa mulai dengan menggerakkan tangan kecil kita sendiri. Dimulai dari diri sendiri, ubah cara pandang kita terhadap teman2 disana, pahami kebutuhan mereka, berbagi pemahaman dengan teman kita yang belum tahu, suarakan kebutuhan mereka, dan tidak lupa selalu berbagi perhatian dan ilmu kepada mereka.

Salam hari pendidikan 2 Mei. Pendidikan adalah hak setiap warga negara termasuk kaum disabilitas. Perjuangkan kesetaraan pendidikan karena itulah yang membedakanmu dengan kaum tidak terdidik.

Erison Caesar,
Kementerian Pendidikan dan Prestasi BEM KM IPB 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun