Mohon tunggu...
Eriska Yani Safitri
Eriska Yani Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah sayađź’—

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Does a Paradigm Shift in Education Spur the Nations Progress?

8 Oktober 2024   14:30 Diperbarui: 8 Oktober 2024   14:42 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan: Inti Kemajuan Suatu Bangsa

Pendidikan merupakan fondasi utama kemajuan suatu bangsa. Cara penyelenggaraan pendidikan memengaruhi kualitas sumber daya manusia serta kemajuan sosial dan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan perubahan signifikan dalam sistem pendidikan, mulai dari hubungan antara guru dan siswa hingga metode pengajaran yang digunakan. Namun, apakah perubahan ini sepenuhnya positif? Mari kita uraikan secara mendalam.

Perubahan Paradigma dalam Pendidikan

Pada zaman dahulu, sistem pendidikan masih tradisional dan kaku. Siswa yang membawa ponsel pintar ke sekolah sering kali mendapat sanksi, dan selama proses pembelajaran, interaksi dengan teknologi sangat dibatasi. Hal ini mencerminkan upaya untuk menjaga suasana belajar yang kondusif dan mengurangi gangguan. Guru berperan sebagai otoritas yang menjaga integritas proses belajar mengajar.

Namun, di era saat ini, paradigma pendidikan telah berubah drastis. Banyak sekolah telah mulai mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan akses siswa terhadap informasi dan keterampilan teknologi. Meskipun hal ini memiliki banyak manfaat, penting bagi sekolah untuk menetapkan aturan yang jelas agar penggunaan gadget tetap terkendali dan tidak mengganggu fokus siswa dalam belajar. Misalnya, live streaming di kelas dapat menjadi gangguan jika siswa lebih tertarik pada interaksi sosial daripada materi pelajaran.

Hubungan Guru-Siswa: Dari Otoritas Menjadi Teman

Di masa lalu, guru dihormati sebagai figur berwibawa dan simbol intelektualitas. Hubungan antara guru dan siswa cukup renggang; siswa menunjukkan rasa hormat kepada guru, sementara guru peduli terhadap perkembangan siswa. Sistem ini mendukung transmisi pengetahuan yang efektif serta pembentukan karakter yang kuat.

Seperti yang telah diungkapkan dalam penelitian SMKMUBerBah tentang guru sebagai otoritas vs fasilitator yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, berkolaborasi dan menemukan pengetahuan sendiri.

Namun, kini pandangan masyarakat terhadap guru telah berubah. Banyak siswa kini memandang guru sebagai teman sebaya, bukan sosok yang patut dihormati. Interaksi antara siswa dan guru sering kali kurang formal; banyak siswa menggunakan bahasa yang tidak sopan saat berbicara dengan guru mereka. Fenomena ini mencerminkan menurunnya rasa hormat terhadap otoritas pendidikan.

Kurangnya Integritas dalam Metode Pengajaran Modern

Selain perubahan dalam hubungan antara guru dan siswa, metode pengajaran juga mengalami perubahan drastis. Teknologi digital dan media sosial kini menjadi alat utama dalam proses belajar mengajar. Meskipun teknologi dapat membuat materi lebih interaktif dan menarik, namun tidak selalu efektif dalam menyampaikan pengetahuan yang substansial.

Banyak siswa saat ini kurang memiliki pengetahuan dasar untuk memahami dunia di sekitarnya; misalnya, banyak siswa yang tidak mengetahui apa kepanjangan dari MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) atau cara menghitung jam analog. Bahkan ada siswa yang tidak menghafal tabel perkalian karena terlalu mengandalkan kalkulator. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan belum sepenuhnya memfasilitasi perkembangan otak siswa secara optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi teknologi digital dalam proses pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Hal ini menciptakan lingkungan belajar yang dinamis dan memperkaya pengalaman belajar peserta didik, sebagaimana terungkap dalam penelitian Buchanan (2011) dan penelitian Junaidi Abdul Rahman dan Ikhwan Noor Ikhsan (2019) mengenai sistem e-learning di Politeknik Hasnur yang menunjukkan dampak positif dalam meningkatkan efisiensi materi kuliah dan proses penugasan.

Kesimpulan: Kembali ke Nilai Tradisional

Untuk menyiapkan generasi masa depan yang cerdas dan berintegritas moral, kita perlu kembali pada nilai-nilai tradisional dalam pendidikan. Guru harus dihormati sebagai simbol kecerdasan dan moralitas; hubungan antara guru dan siswa harus dijaga untuk menjaga suasana belajar yang kondusif.

Metodologi pengajaran juga perlu direvisi agar lebih berfokus pada transfer pengetahuan yang substansial daripada sekadar interaktif. Dalam hal ini, guru harus siap menghadapi tantangan baru sambil menjaga integritas profesional mereka di hadapan siswa.

Oleh karena itu, kita harus memastikan bahwa generasi penerus kita tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki integritas moral yang kuat demi masa depan bangsa Indonesia yang cemerlang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun