Salah satu daerah yang berhasil menerapkan sistem e-government adalah Kota Surabaya. Di bawah kepemimpinan Walikota Tri Rismaharini, Pemerintah Kota Surabaya ternyata sudah merintis penerapan sistem e-government sejak 2002 lalu. Kini, banyak daerah yang belajar kepada Pemerintah Kota Surabaya terkait keberhasilan penerapan sistem itu.
Karena itu pula, baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengundang Walikota Surabaya yang akrab disapa Bu Risma itu sebagai narasumber dalam suatu seminar yang ditaja BPKP di Gedung BPKP yang megah di kawasan Pramuka, Jakarta.
Bu Risma yang berpenampilan sederhana cukup lugas dan rinci menjelaskan bagaimana sistem e-governement itu bekerja. Semua program/kegiatan termasuk anggarannya menjadi sangat transparan dan bisa dilihat oleh masyarakat melalui website resmi Kota Pahlawan itu. Begitupun soal lelang proyek yang tidak bisa lagi diakali alias dikondisikan. Semua serba transparan dan harus tunduk kepada sistem yang ada. Termasuk soal perizinan suatu usaha, semua harus tunduk kepada sistem yang dibuat. Tidak ada lagi kongkalikong di sana. Tidak ada lagi KKN di sana. Kalau memang tidak memenuhi syarat, maka izin usahanya tidak bisa keluar. “Tidak akan ada satu rupiahpun keluar kecuali untuk kegiatan yang sudah ada di website,” terang Bu Risma menegaskan keunggulan sistem e-government itu.
Dengan sistem e-government itu pula, terang Bu Risma lagi, masalah administrasi yang selama ini dirasa cukup berbelit dan berliku-liku, kini menjadi sangat ringan. Mudah dan simpel. “Dulu kalau sudah Musrenbang, kita bisa tiga bulan ga tidur-tidur (untuk menyusun program/kegiatan). Sekarang (dengan sistem e-government) paling beberapa hari sudah selesai,” ungkap wanita yang pernah dinobatkan sebagai walikota terbaik di dunia itu, seraya menambahkan bahwa pada dasarnya masyarakat tidak mau tahu dengan soal administrasi. Bagi masyarakat yang penting bagaimana hasilnya. Oleh karena itu, menjadi tugas pemerintah untuk membuat urusan administrasi menjadi mudah dan ringan, sehingga masyarakat dapat segera merasakan manfaat atau hasilnya.
Contoh lain, Bu Risma menyebut, jika ada investor yang ingin menanamkan modalnya di Surabaya, sang investor tidak perlu bersusah payah datang ke Surabaya. Cukup buka website Pemkot Surabaya, segala urusan administrasi segera selesai.
Atas dasar keberhasilan itu pula, kini Bu Risma sering diundang menjadi narasumber ke berbagai acara. Tidak sedikit pemerintah daerah yang bersusah-payah datang ke Surabaya hanya untuk mempelajari dan mencontoh sistem itu. Pokoknya, banyak yang memuji dan berdecak kagum atas keberhasilan Pemkot Surabaya menerapkan sistem e-government itu.
Lalu, mungkin muncul pertanyaan, apa sebegitu susah menerapkan atau menjalankan sistem e-government itu, sehingga hanya beberapa daerah saja, bahkan mungkin Pemkot Surabaya saja yang berhasil menerapkan sistem itu? Kalau jawabannya iya, berarti bolehlah kita sebut Bu Risma dan jajarannya adalah orang-orang yang jenius, hebat, cerdas dan seterusnya...
Tapi menurut hemat saya, sebenarnya sistem e-government itu tidaklah susah-susah amat menerapkannya. Mungkin kalau “si Amat” memang susah, hehehe...Bisa copy paste kok...Yang susah itu adalah, apakah ada kemauan yang kuat untuk menerapkan sistem itu. Karena seperti diakui sendiri oleh Bu Risma, ketika dirinya memutuskan untuk menerapkan sistem e-government itu, maka tidak sedikit ancaman yang datang. Tidak saja terhadap dirinya pribadi, tapi juga kepada keluarganya. “Saya berkali-kali diancam mau dibunuh,” ungkapnya, getir.
Apa pasal? Karena dengan sistem itu, tertutup peluang untuk melakukan kongkalikong atau KKN dalam anggaran. Semua menjadi transparan dan bahkan bisa dikawal oleh masyarakat. Inilah dilema yang selama ini menjadi beban banyak pemimpin di negeri ini. Tegasnya, hanya sedikit pemimpin di negeri ini yang berani melepas berbagai kepentingan yang banyak melekat di pundaknya. Mulai dari kepentingan diri sendiri, keluarga, kroni, tim sukses, hingga partai politik pendukung. Bagi pemimpin seperti Bu Risma hanya ada satu kepentingan, yakni kepentingan untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat banyak. Soal kepentingan memperkaya diri sendiri, keluarga, kroni, balas budi kepada tim sukses atau nyetor ke partai politik pendukung, ia tidak peduli. Coba anda perhatikan dan renungkan, apakah banyak pemimpin yang seperti itu di Bumi Pertiwi ini? Jawabannya pasti SEDIKIT.
Kebanyakan pemimpin kita masih tergoda menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Masih mengedepankan kepentingan kroni-kroninya di atas kepentingan masyarakat banyak. Masih wajib balas budi terhadap tim suksesnya walau melanggar aturan. Dan tentu, masih sering nyetor ke partai yang mendukungnya. Jika begitu, maka tentu saja, tidak mungkin dan tidak bisa menerapkan sistem e-government sebagaimana dilakukan Pemkot Surabaya itu.
Merujuk judul tulisan ini, menurut hemat saya aktual juga bila kita kaitkan dengan capres/cawapres yang bakal bertarung pada 9 Juli mendatang. Hanya ada dua pasangan, Jokowi-JK dan Parbowo-Hatta.Sayang Bu Risma ga ada ya...hehehe...Tapi bila kita ingin melihat bangsa ini maju dan berjaya di masa yang akan datang, sebaiknya nanti kita pilih pasangan capres/cawapres yang menurut keyakinan kita bebas dari banyak kepentingan, kecuali kepentingan untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat banyak! Kalau nanti yang terpilih masih saja pasangan yang sarat dengan kepentingan (konflik interest), negeri tercinta ini akan begini-begini saja. Bahkan mungkin lebih buruk lagi. Wallahu’alam...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI