Meski terbilang kabupaten baru di Riau, namun Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) termasuk kabupaten yang cukup strategis dan diperhitungkan. Bukan hanya karena letaknya yang strategis karena berbatasan langsung dengan provinsi tetangga, Sumbar dan Jambi. Namun potensi kekayaan alamnya sebenarnya sangat menggiurkan.
Sejak dimekarkan dari Kabupaten Indragiri Hulu berdasarkan UU Nomor 53 Tahun 1999, Kabupaten Kuansing terus berbenah. Laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita dari tahun ke tahun terus menaik meski belum maksimal.
Sesuai data BPS, laju pertumbuhan ekonomi Kuansing pada 2009 masih tercatat 6,90 persen. Angka ini naik sedikit pada tahun-tahun berikutnya menjadi sekitar 7 persen lebih. Pembangunan Kuansing diyakini akan semakin maju dan berkembang bila kabupaten ini dimekarkan menjadi dua kabupaten.
Kenapa mesti dimekarkan? Dengan dimekarkan, rentang kendali (space of control) pasti akan semakin pendek. Pelayanan pemerintah terhadap masyarakat pasti akan semakin dekat. Potensi kekayaan alam pasti akan semakin tergali dan pada gilirannya pendapatan asli daerah (PAD) pasti akan semakin meningkat. Pada akhirnya, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pasti akan semakin baik.
Penulis sangat menyadari bahwa wacana pemekaran ini pasti menimbulkan pro kontra. Sikap antipati biasanya pertama kali datang dari pihak penguasa karena khawatir wilayah kekuasaannya akan semakin berkurang. Tapi sebaiknya, mari kita melihat wacana ini secara jernih dan objektif hanya demi kepentingan masyarakat secara umum. Bukan demi kepentingan politik dan kekuasaan semata.
Mengacu kepada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda, dijelaskan bahwa ketentuan mengenai pembentukan daerah diatur dalam Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup pembentukan daerah. Pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1).
Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan bahwa : “Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dokumen, serta perangkat daerah.”
Pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Untuk kabupaten/kota, syarat administratif yang harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor, seperti : kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Terakhir, syarat fisik yang dimaksud harus meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan suatu provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan suatu kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota termasuk lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Secara umum, Kabupaten Kuansing yang memiliki luas wilayah lebih-kurang 7.656,03 km2 dengan jumlah penduduk lebih dari 365.090 jiwa (data tahun 2012) dapat memenuhi semua persyaratan yang diharuskan UU di atas.
Saat ini, Kabupaten Kuansing terdiri dari 15 kecamatan (Kuantan Mudik, Kuantan Tengah, Singingi, Singingi Hilir, Gunung Toar, Sentajo Raya, Benai, Pucuk Rantau, Hulu Kuantan, Pangean, Logas Tanah Darat, Kuantan Hilir, Kuantan Hilir Seberang, Inuman dan Cerenti). Jika dimekarkan, bisa saja wilayah Kuansing ini dibagi menjadi dua atau cukup bergabung Kecamatan Pangean, Logas Tanah Darat, Kuantan Hilir, Kuantan Hilir Seberang, Inuman dan Cerenti menjadi satu kabupaten baru (sekedar usul, bisa aja kabupaten ini namanya nanti Kabupaten Kuantan Hilir Raya).
Hemat penulis, untuk kabupaten/kota se-Provinsi Riau, sebenarnya tidak hanya Kabupaten Kuansing yang sangat layak dimekarkan, tapi beberapa kabupaten/kota yang lain juga sama. Sebut saja misalnya, Inhil, Rohul, Bengkalis maupun Kampar.
Sekedar data pembanding, Provinsi Sumatera Barat yang luasnya hanya lebih-kurang 42.012.89 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 5.383.988 jiwa, memiliki 12 kabupaten, 7 kota, 179 kecamatan, 259 kelurahan dan 880 desa. Sementara Provinsi Riau yang luas wilayahnya dua kali lipat Sumbar, yakni lebih-kurang 87.023.66 km2 dengan jumlah penduduk lebih-kurang 5.867.358 jiwa hanya memiliki 10 kabupaten, 2 kota, 163 kecamatan, 243 kelurahan dan 1.592 desa (data dari Kemendagri).
Wajar saja jika setiap tahun Sumbar bisa mendapat kucuran APBN jauh di atas Provinsi Riau karena wilayah kabupaten/kota-nya lebih banyak. Jika Provinsi Riau berkeinginan merebut lebih banyak dana APBN, maka salah satu strateginya bisa dengan cara memperbanyak kabupaten/kota. Masalahnya hanya, masyarakat Riau mungkin sulit untuk bersatu memperjuangkan hal itu. Apalagi kalau sudah diprovokasi dan dipolitisasi.
Menjelang Pilkada kabupaten/kota serentak yang dimulai pada Desember 2015 nanti, ada baiknya wacana pemekaran ini menjadi salah satu bargaining (tawar-menawar) masyarakat di Riau dengan calon bupati/walikota. Jika sang calon komit mendukung pemekaran, maka masyarakat baru akan mendukungnya. Wallahu’alam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H