Pasalnya, berkat tangan dingin Jonan, yang menjabat sebagai Dirut PT KAI sejak 2009-2014 (lebih kurang enam tahun), telah terjadi transformasi dan reformasi luar biasa di tubuh PT KAI. Perkeretaapian di Indonesia yang sebelumnya akrab dengan kesemrawutan, jorok, kumuh, tidak aman dan tidak profesional, kini telah berubah menjadi angkutan massal yang bersih, aman, nyaman, modern dan tentu saja profesional.
Pak Jonan tentu saja belum meninggal. Beliau saat ini masih menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI di Pemerintahan Jokowi-JK. Namun, nama Jonan begitu harum dan selalu disebut setiap kali kita berkunjung dan menginjakkan kaki di PT KAI.
Fakta ini juga yang dirasakan 29 orang pejabat eselon III (termasuk penulis) di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau yang mendapat kesempatan berkunjung dalam rangka Benchmarking (salah satu agenda dari Diklat Pim III Tahun 2018) ke PT KAI di Bandung, Jawa Barat.
Rombongan kami diterima Vice President Human Resources Development PT KAI (Persero) Ira Nevasa dan sejumlah petinggi lainnya. Ira mengakui, keberadaan kereta api di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1864 baru menemukan transformasi yang luar biasa sejak tahun 2009 saat Jonan memegang kendali.
Alhasil, PT KAI yang pada tahun 2008 masih merugi sebesar lebih kurang Rp83,4 miliar, berkat tangan dingin Jonan, pada tahun 2009 sudah mampu meraup laba bersih sekitar Rp153,8 miliar. Padahal pada tahun yang sama, Jonan juga berhasil menaikkan gaji pegawai PT KAI.
Ira yang sudah puluhan tahun berkarir di PT KAI, ternyata merasakan betul bagaimana perubahan paradigma yang terjadi di jajaran PT KAI. Jika dulu banyak pegawai PT KAI hanya sibuk dengan diri dan kepentingannya sendiri-sendiri (product oriented), kini mereka sangat peduli dengan kepentingan masyarakat (konsumen) (customer oriented). Kerja profesional dengan memanfaatkan teknologi terkini juga menjadi andalan.
Tapi, reformasi yang digagas Jonan ternyata juga menimbulkan resistensi. Tidak semua pegawai KAI siap dengan perubahan itu, terutama mereka yang selama ini sudah berada di zona nyaman. Makanya tidak heran, hingga 2017, tidak kurang dari 1.140 orang pegawai KAI mengundurkan diri alias pensiun dini.
Tapi apapun itu, masyarakat kini merasakan hasil positif dari reformasi yang digagas Jonan. Bahkan seperti yang diakui Jonan sendiri dalam suatu kesempatan, dirinya bahkan merasa lebih dikenal sebagai Dirut PT KAI dibanding jabatan Menteri ESDM yang kini ia sandang.
Di sisi lain, dapat pula kita tarik benang merah, bahwa sehebat apapun inovasi, seheboh apapun reformasi, jika tidak diikuti dengan kepemimpinan yang kuat (strong leader), maka hasilnya tidak akan optimal.