Mohon tunggu...
erisman yahya
erisman yahya Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah, maka kamu ada...

Masyarakat biasa...proletar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Rasa Pilpres Menuju Kursi Capres

26 September 2016   19:28 Diperbarui: 26 September 2016   19:39 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari 101 daerah di Indonesia yang akan menggelar Pilkada serentak pada 15 Februari 2017 mendatang, DKI Jakarta menjadi daerah yang paling menarik untuk dicermati. Bukan saja karena Ibukota Negara dengan APBD setiap tahun di kisaran Rp70 triliun, menjadi sangat menarik karena para calon yang bersaing bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka adalah figur-figur terkenal yang bahkan digadang-gadang bakal naik menjadi RI 1.

Tidak heran bila tokoh-tokoh nasional sekaliber Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto dan tokoh-tokoh hebat lainnya terlibat menjadi pemain utama dalam pesta demokrasi DKI ini. Masing-masing berjuang untuk memenangkan calon yang diusung.

Tidak hanya itu, media massa nasional baik cetak, elektronik maupun online dalam beberapa hari ini dan bahkan beberapa bulan ke depan akan selalu menjadikan Pilkada DKI dan calon-calon yang diusung dengan segala pernak-perniknya sebagai berita utama (headline). Media tentu saja akan berupaya mempengaruhi opini publik sesuai dengan nilai-nilai yang diperjuangkan termasuk siapa pemilik dan calon mana yang diusung.

Hari ini saja (edisi Senin, 26/09/2016), dari empat media cetak nasional yang saya cermati, semuanya naik cetak dengan headline (HL) seputaran Pilkada DKI. Harian Kompas misalnya, mengambil HL “Pilkada Menjadi Pertaruhan Demokrasi.” Rakyat Merdeka mengambil HL juga kaitannya dengan Pilkada DKI, “Presidennya Netral Bekas Presidennya Boleh Tidak Netral.” Koran Tempo juga sama, “Agus Yudhoyono Bidik Pemilih Perempuan,” dan Media Indonesia mengambil HL “Warga Jakarta Tidak Ingin Pemimpin Coba-coba.” Membaca HL Media Indonesia, memang terasa beraroma Ahok. Ini bisa dipahami karena Media Indonesia sulit dilepaskan dari figur seorang Surya Paloh, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Nasdem, salah satu Parpol pendukung Ahok.

Sebegitu menariknya Pilkada DKI, sampai-sampai mantan Presiden SBY ketika berkumpul dengan tokoh-tokoh partai lain yang tergabung dalam Koalisi Cikeas di kediamannya, beberapa waktu lalu, dengan gaya setengah bercanda mengatakan, “Ini Pilpres apa Pilkada sih?” guraunya melihat animo tokoh-tokoh nasional dan banyaknya media yang meliput.

Kendati Pilkada DKI sangat menarik, hendaknya Pilkada serentak di enam provinsi lainnya tidak tenggelam begitu saja. Begitu juga Pilkada serentak di 18 kota dan 76 kabupaten. Di Pilkada Aceh misalya, bisa saja jadi momentum bagi kembalinya kekuatan para pejuang Aceh Merdeka. Pilkada Banten bisa juga jadi taruhan untuk mengukur kekuatan politik dinasti Atut.

Begitu juga Pilkada di provinsi-provinsi yang relatif baru, seperti Bangka Belitung, Gorontalo, Sulbar dan Papua Barat. Seringkali calon-calon yang muncul bukan karena kualitas, tapi hanya karena punya uang dan kebetulan anak seorang petinggi atau mantan petinggi (politik dinasti). Makanya tidak heran, sudah terlalu banyak kepala daerah karbitan seperti ini yang ketika menjabat ternyata tidak punya kemampuan memimpin daerahnya. Ujung-ujungnya malah tertangkap karena kasus narkoba atau bahkan korupsi. Alamak jaaaang..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun