Mohon tunggu...
Erinetta Subekti
Erinetta Subekti Mohon Tunggu... Freelancer - Anak perempuan yang terlalu penasaran dengan apa yang terjadi disekitarnya.

Halo! Aku Rin, seorang petualang dimensi baru melalui tulisan. Seperti seorang pelukis yang memadukan palet beragam warna, saya berusaha menggabungkan kata-kata menjadi lukisan-lukisan kata yang menghidupkan imajinasi. Setiap kalimat adalah langkah tarian, dan setiap cerita adalah panggung untuk keajaiban.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mental Bobrok, Masyarakat Sakit! Ketika Pornografi Mencetak Pemerkosa dan Mendorong Pelacuran

19 Agustus 2024   13:18 Diperbarui: 19 Agustus 2024   13:20 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Neraka di Tanah Sendiri

Indonesia, tanah yang kaya akan budaya dan moralitas, kini berubah menjadi medan tempur bagi para iblis yang lahir dari pornografi. Mereka bukan hanya sekadar bayangan di sudut gelap, tetapi makhluk yang berkeliaran di antara kita, siap memangsa dengan kejam. Pornografi bukan lagi hiburan murahan, ia adalah racun mematikan yang mencetak monster-monster dalam bentuk manusia. Dan saat kita tertidur dalam ilusi aman, mereka memburu, memperkosa, dan menjual tubuh untuk kesenangan yang sakit.

Pornografi, Sumber Nafsu Iblis yang Menguasai Pikiran

Pornografi adalah pintu gerbang ke neraka, tempat nafsu liar berkeliaran tanpa batas. Gambar dan video yang dianggap "hanya hiburan" itu adalah instrumen yang menumbuhkan pikiran sakit. Anak-anak yang tidak berdosa, remaja yang lugu, bahkan orang dewasa, semua menjadi mangsa dari mesin pemusnah moral ini. Setiap klik, setiap tontonan, menanamkan benih kejahatan yang perlahan tumbuh menjadi hasrat tak terkendali.

Ini bukan hanya tentang menonton, ini adalah tentang merasakan, membayangkan, dan akhirnya, melakukan. Fantasi-fantasi liar yang ditanamkan oleh pornografi menjadi kenyataan ketika pikiran tidak lagi mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Dalam bayang-bayang gelap kamar mereka, para pecandu pornografi bertransformasi menjadi predator yang haus darah. Mereka tidak lagi melihat manusia sebagai manusia, tetapi sebagai objek untuk memenuhi nafsu binatang mereka.

Pemerkosaan, Ritual Keji yang Ditenagai Nafsu Setan

Pemerkosaan bukan sekadar kejahatan, ini adalah ritual keji yang dilakukan oleh mereka yang telah dirusak oleh pornografi. Di balik setiap serangan brutal, ada jiwa yang telah lama hilang, tenggelam dalam genangan darah dan air mata korban mereka. Mereka tidak peduli, tidak menyesal. Bagi mereka, pemerkosaan adalah perwujudan dari fantasi yang selama ini mereka idamkan, sebuah pencapaian dari hasrat binatang yang tak terpuaskan.

Para pemerkosa ini hidup di antara kita, berpakaian rapi, tersenyum manis, tetapi dalam hati mereka, tersembunyi iblis yang siap memangsa. Mereka tidak membutuhkan alasan, tidak membutuhkan pemicu; kehadiran seorang perempuan yang tidak berdaya sudah cukup untuk memicu aksi mereka. Dan ketika aksi itu selesai, mereka melangkah pergi, meninggalkan korban mereka dalam kegelapan, terluka, dan hancur.

Pelacuran, Penjualan Jiwa kepada Iblis

Ketika pemerkosaan menjadi bukti kebobrokan moral, pelacuran adalah penjualan jiwa kepada iblis. Banyak yang berpikir bahwa legalisasi pelacuran bisa menjadi solusi, tetapi ini hanyalah upaya untuk menormalkan kejahatan. Pelacuran bukanlah pekerjaan; itu adalah perbudakan modern di mana tubuh dijual, dan jiwa dihancurkan. Setiap transaksi dalam pelacuran adalah tindakan merendahkan manusia menjadi sekadar komoditas, dijual kepada siapa saja yang mampu membayarnya.

Legalisasi pelacuran tidak akan menghentikan pemerkosaan; itu hanya akan memberi izin resmi kepada mereka yang ingin membeli tubuh manusia untuk memenuhi fantasi pornografi mereka. Pelacuran yang dilegalkan hanya akan memperburuk situasi, memberi legitimasi kepada penyakit mental yang telah mencengkeram masyarakat kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun