Plastik menjadi salah satu topik yang kerap dibicarakan saat membahas tentang masalah persampahan dan lingkungan. Plastik adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan di dunia dan terintegrasi secara luas ke dalam gaya hidup saat ini serta memberikan kontribusi besar pada hampir semua bidang produk dan jasa. Karakteristik khas yang menjadikannya sangat berguna terutama berkaitan dengan fakta bahwa plastik bersifat fleksibel dan tahan lama.
Menurut Hammer, Kraak, & Parson (2012), karakteristik ini sangat berguna ketika plastik digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi ketika plastik dibuang ke lingkungan mereka dapat bertahan untuk waktu yang sangat lama. Karena morfologi yang hampir tidak dapat dihancurkan dan racun yang dikandungnya, plastik dapat secara serius mempengaruhi ekosistem (UNEP 2005).
Berdasarkan penelitian dari lembaga Ilmu Pengetahuan, disadur dari Mongabay, setiap tahunnya sendiri, laut di Indonesia diperkirakan mendapat kiriman sampah plastik dari manusia dengan jumlah antara 100 ribu hingga 400 ribu ton (Riski & Wiradara, 2019). Salah satu ancaman serius yang berasal dari plastik adalah mikroplastik. Â Mikroplastik adalah potongan plastik yang sangat kecil dan dapat mencemari lingkungan. Mikroplastik memiliki diameter yang kurang dari 5 mm.
Dikutip dari wawancara oleh Kompas.com (2018), menurut Prabang Setyono, Ahli Lingkungan Hidup dari Universitas Sebelas Maret, mengatakan bahwa mikroplastik memiliki ukuran yang mikroskopis atau ukuran yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukurannya bisa lebih kecil daripada kutu rambut (Pulex irritans) atau plankton (Sagitta setosa).
Terdapat dua jenis mikroplastik:
- Mikro primer: diproduksi langsung untuk produk tertentu yang dipakai manusia (seperti sabun, deterjen, kosmetik, dan pakaian)
- Mikro sekunder yang berasal dari penguraian sampah plastik di lautan.
Kedua jenis mikroplastik ini dapat bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama.
Pada tahun 2018 sendiri, Ecoton melakukan penelitian tentang kandungan mikroplastik pada 132 lambung ikan di Sungai Berantas dan hasilnya adalah 80 persen dari lambung ikan yang diteliti mengandung mikroplastik (Riski & Wiradara, 2019.
Hal ini sangat mengancam ekosistem dan biota yang ada di laut karena ukuran mikroplastik ini tidak berbeda jauh dengan ukuran makanan plankton yang biasa dikonsumsi sehari-hari, sehingga para biota laut termasuk plankton itu pun tercemari rantai pasokan pangannya. Dimulai dari ikan kecil memakan plankton sebagai konsumsinya sehari-hari, kemudian ikan kecil tersebut dimakan oleh ikan yang lebih besar lagi dan terus berlanjut hingga sampai akhirnya ke dalam tubuh manusia.
Pencemaran mikroplastik pada biota laut dapat dibuktikan pada penelitian yang dilakukan Rochman, et all (2015), cemaran mikroplastik ditemukan pada 28% sampel ikan maupun oyster dari perairan Makassar. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Carberry, et all (2017) yang menunjukkan bahwa cemaran mikroplastik ditemukan pada 77% saluran pencernaan Japanese anchovy (Engraulis japonicus) dengan konsentrasi 2-15 partikel/ekor (Tanaka & Takada, 2016). Meskipun tidak ditemukan pada jaringan daging, hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mikroplastik dapat terabsorbsi dari saluran pencernaan ke organ lain seperti hati dan pankreas serta menimbulkan gangguan kesehatan, seperti pada kelenjar endokrin.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwiyotno, et all (2018), konsentrasi mikroplastik (MP) yang ditemukan pada sampel air laut Teluk Jakarta tertinggi sebanyak 31 partikel/m3 dengan berat 130 mg/m3, sedangkan pada sedimen 3 partikel/kg dengan berat 2.4 mg/kg. Adapun konsentrasi MP tertinggi di perairan Tarakan 5 partikel/g dengan berat 4.2 mg/kg sedimen. Pada umumnya mikroplastik dalam bentuk fragmen ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan jenis mikroplastik lain seperti fiber dan granul/pellet.
Maka dari itu, penting bagi berbagai pihak untuk saling mengintegrasikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan ini,
Dari Pemerintah
Pentingnya untuk meningkatkan kapasitas TPA dan semakin memperketat jalur persampahan dari hulu ke hilir, terutama juga dalam memberikan solusi untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh layanan sampah. Saat ini, menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2015), 81 persen sampah di Indonesia tidak terpilah, hanya sekitar 9 persen yang berhasil dipilah dan didaurulang. Hal ini menandakan bahwa penanganan sampah di darat masih belum maksimal sehingga banyak yang pada akhirnya bermuara ke lautan
Dari Industri
Industri merupakan institusi yang seharusnya banyak bertanggungjawab karena menjadi penyumbang terbesar sampah plastik di dunia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena plastik memang menjaga kualitas produk sampai lama, terutama bila didistribusikan ke daerah yang cukup jauh. Namun, yang perlu untuk selalu diperhatikan dan dilakukan adalah mengutamakan penelitian dan pengembangan bagaimana produknya agar meminimalisir penggunaan plastik sebanyak mungkin. Sudah banyak konsep bulk-store atau penggunaan recycled plastics untuk pembuatan produk baru. Selain itu perlunya juga peran industri dalam mengedukasi masyarakat perihal sampah yang mereka hasilkan dari penggunaan barang-barang yang terbuat dari plastik tersebut.
Dari Masyarakat
Saat ini, edukasi tentang persampahan kepada masyarakat masih kurang. Selain karena sudah terbiasa dari awal untuk mencampur sampah organik dan anorganik, masyarakat juga masih kurang memiliki kesadaran untuk menggunakan plastik secara bijak. Perlu adanya pemahaman yang secara menyeluruh serta solusi yang hadir dan konkrit seperti adanya punishment yang tegas untuk saat ini.
Bila seluruh pihak dapat melaksanakan tugasnya masing-masing dan serius dalam menanganinya, sudah seharusnya ancaman mikroplastik dikedepannya dapat berkurang. Sebab, menurut Peneliti Kimia Laut dan Ekotoksilogi Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Reza Cordova, yang disadur dari Mongabay oleh Anbary (2019), diperkirakan pada tahun 2050 jumlah sampah plastik akan lebih banyak dari jumlah ikan yang ada di lautan, dan hal ini juga akan berkaitan erat dengan keberadaan mikroplastik.
Kelak, sudah bukan kita lagi yang menempati bumi ini. Tapi, anak cucu kita. Dengan kita menjaga ekosistem laut agar terbebas dari mikroplastik, selain menyelamatkan biota laut kita juga menyelamatkan generasi kita kedepannya dari ancaman polusi rantai pasokan makanan. Jadi, mau meninggalkan rumah yang seperti apa untuk mereka?
Referensi
Ambari, M. (2019, January 16). Ancaman Mikroplastik Semakin Nyata di Kawasan Pesisir Indonesia. Seperti Apa?. Retrieved from https://www.mongabay.co.id/2019/01/16/ancaman-mikroplastik-semakin-nyata-di-kawasan-pesisir-indonesia-seperti-apa/
Carbery M, O'Connor W, Thavamani P. 2017. Trophic transfer of microplastics and mixed contaminants in the marine food web and implications for human health. Environ. Int. https://doi.org/10.1016/j.envint.2018.03.007
Dwiyono, et all. (2018). Ancaman Cemaran Marine Debris Dan Mikroplastik Pada Lingkungan Perairan Dan Produk Perikanan. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/331033141_ANCAMAN_CEMARAN_MARINE_DEBRIS_DAN_MIKROPLASTIK_PADA_LINGKUNGAN_PERAIRAN_DAN_PRODUK_PERIKANAN
Hammer J., Kraak M.H.S., Parsons J.R. (2012). Plastics in the Marine Environment: The Dark Side of a Modern Gift. In: Whitacre D. (eds) Reviews of Environmental Contamination and Toxicology. Reviews of Environmental Contamination and Toxicology (Continuation of Residue Reviews), vol 220.
Rochman CM, Tahir A, Williams SL, Baxa DV, Lam R, Miller JT, The FC, Werorilangi S, 2015. Anthropogenic debris in seafood: Plastic debris and fibers from textiles in fish and bivalves sold for human consumption. Scientific Reports 5, 14340. doi:10.1038/srep14340.
Tanaka K & Takada H. 2016. Microplastic fragments and microbeads in digestive tracts of planktivorous fish from urban coastal waters. Scientific Reports vol 6 (34351).
Wibawa, S. W. (2018, March 16). Disebut Ada di Dalam Air Kemasan, Apa Itu Mikroplastik? Retrieved from https://sains.kompas.com/read/2018/03/16/173400623/disebut-ada-di-dalam-air-kemasan-apa-itu-mikroplastik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H