Mohon tunggu...
erine_076
erine_076 Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Belajar dari Odong-odong

20 September 2015   22:17 Diperbarui: 20 September 2015   22:35 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Teknologi, ya kata tekonologi bukanlah hal yang asing lagi di telinga masyarakat zaman sekarang. Tidak dapat dipungkiri dengan adanya teknologi sangat mempermudah masyarakat dalam mencari dan menerima informasi. Kemunculan teknologi ditandai pada tahap print age dan tahap electronic age, yang dikemukakan oleh Marshall Mc Luhan dimana pada tahap tersebut masyarakat telah mengenal media, baik media cetak maupun media elektronik. Kemunculan teknologi juga didasarkan pada kebutuhan masyarakat akan informasi-informasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Awalnya kemunculan teknologi sangat diterima oleh masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat sendiri mengalami pro dan kontra terhadap munculnya teknologi. Sebagian besar masyarakat beranggapan dengan adanya teknologi mereka mengkhawatirkan bagaimana seseorang dalam menyikapi atau menerima teknologi sebagai pengetahuan baru yang bersifat terbuka.

Dari masa ke masa teknologi kini semakin berkembang. Bisa dikatakan dimana kita berada disitu teknologi pasti ada, bahkan kini masyarakat tidak bisa lepas dari teknologi. Contoh kasusnya adalah tertabraknya remaja di rel kereta api saat berselfie. Mereka rela berfoto di tepi rel kereta dengan merelakan nyawa mereka. Hal ini terlihat karena adanya teknologi yang mereka gunakan dengan fasilitas yang semakin maju. Berbagai kalangan menerima adanya teknologi dengan berbagai pandangan pula, dimulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga orang tua. Sebenarnya yang dikhawatirkan adalah bagaimana anak-anak menyikapi kemunculan teknologi untuk menambah pengetahuan baru untuk mereka. Anak-anak yang dibahas oleh penulis adalah anak-anak yang berusia sekitar 3 sampai 6 tahun. Tidak bisa dipungkiri dengan berkembangnya IPTEK anak-anak berusia 3 sampai 6 tahun pun sekarang mampu menggunakan teknologi yang semakin maju. Walaupun mereka sudah dapat menggunakan teknologi yang ada namun dipastikan mereka belum bisa memilih hal-hal mana yang harus mereka terima sesuai usia mereka. Apa yang mereka terima dari teknologi yang ada maka mereka akan beranggapan itu adalah pengetahuan baru yang harus mereka terapkan, karena anak-anak seusia mereka sangat mudah dalam menerima hal-hal baru.

Jika melihat anak usia 3 sampai 6 tahun, perkembangan baik fisik maupun non fisik mereka sangat maju. Dapat dikatakan teknologi merupakan salah satu faktor dari perkembangan pemikiran maupun tingkah laku mereka. Namun teknologi sendiri memiliki dampak bagi mereka, baik dampak positif maupun negatif. Permasalahan teknologi yang penulis amati pada saat ini terutama bagi anak-anak adalah kurangnya jiwa anak-anak dalam diri mereka. Yang penulis maksud adalah banyak anak-anak sekarang yang menerima pengetahuan lebih diluar cakupan usia mereka. Contoh kasus yang akan penulis angkat adalah tenggelamnya lagu anak-anak.

Bagi penulis lagu anak-anak kini sudah jarang sekali terdengar ditelinga masyarakat. Bahkan yang keluar dari mulut anak-anak sekarang bukan lagi lagu anak-anak melainkan lagu-lagu popular zaman sekarang, misalnya lagu-lagu dari band Indonesia seperti lagu dari band Wali, Noah, Ungu dsb. Dimana menurut penulis hal tersebut sebetulnya sesuatu yang seharusnya belum mereka terima pada usia 3 sampai 6 tahun. Hal ini bisa diakibatkan karena perkembangan teknologi yang sangat luas sehingga masyarakat tidak dapat menyeleksi masyarakat mana yang harus menerima hal-hal baru seperti hal diatas. Sehingga terkesan anak usia 3 sampai 6 tahun terkesan dewasa sebelum waktunya. Dimana seharusnya mereka mengenali lagu-lagu anak seusia mereka namun kenyataannya mereka malah lebih mengenali lagu-lagu yang seharusnya belum mereka terima. Bagi penulis hal ini merupakan permasalahan sepele yang sebenarnya dapat berdampak besar untuk kedepannya. Teknologi yang dipercaya dapat menambah informasi kita tentang sesuatu yang belum kita ketahui namun kenyataannya malah teknologi dapat menenggelamkan hal-hal yang seharusnya menjadi dasar perkembangan anak. Namun dari fenomena yang penulis angkat tentang permasalahan teknologi yang menenggelamkan lagu anak-anak, kita dapat belajar lagu anak-anak melalui odong-odong. Odong-odong adalah permainan anak-anak yang hanya sekedar duduk dimana cara bermainnya ada seseorang yang mengayuhkan sepeda agar si anak yang menaiki odong-odong dapat bergerak maju mundur bahkan kesamping kanan kiri. Saat anak-anak sedang bermain odong-odong bergerak kesana kemari, maka lagu anak-anak diputar agar suasana bermain odong-odong semakin ramai. Lagu yang diputarkan memang terkhusus lagu anak-anak karena permainan ini juga ditujukan untuk anak-anak usia 2 sampai 5 tahun. Dari odong-odong kita bisa belajar dan mengingat-ingat kembali lagu anak-anak yang semakin hari semakin dilupakan masyarakat.

Modern vs tradisional. Ya, mengapa bisa demikian? Karena teknologi vs odong-odong. Kita bisa belajar sesuatu dari hal sederhana dibanding hal yang bisa dikatakan sangat modern dan mencakup pengetahuan yang sangat luas. Bukan berarti kehadiran teknologi saat ini menjatuhkan pemikiran seseorang terhadap pemahaman kepribadian seseorang, namun karena terlalu banyak hal yang ada di dalam teknologi sehingga menyebabkan kita kurang tepat untuk memilih mana yang seharusnya kita terima sesuai usia yang kita injak.

Dari fenomena yang sudah penulis bahas. Penulis dapat menghubungkan kasus ini dengan teori komunikasi yang ada, yaitu teori kegunaan dan gratifikasi yang dinyatakan oleh Blumler dan Katz. Teori ini menjelaskan dimana manusia memiliki hak dalam memilih media yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan. Tentunya anak-anak belum dapat memilih media mana yang mereka anggap menjadi kebutuhan mereka. Disini peran orang tua sangat diperlukan, orang tua seharusnya dapat membatasi atau memantau penggunaan teknologi bagi anak-anak dibawah usia 6 tahun. Teknologi perlu bagi anak-anak namun bagaimana cara mereka menggunakan tekonologi tersebut bagi perkembangan mereka, jangan sampai pengetahuan yang mereka terima melebihi usia mereka yang seharusnya belum menerima hal-hal baru tersebut. Penulis melangsir teori ini dari mailto:http://muktikomunikasi.blogspot.co.id/2014/03/teori-uses-and-gratifications.html ?subject=(m.detk.com)

Dengan adanya fenomena ini penulis mengharapkan peran orang tua yang lebih selektif lagi terhadap teknologi yang berkembang terutama untuk kalangan anak-anak yang menggunakan teknologi. Bukannya melarang anak-anak untuk tidak menggunakan teknologi, namun lebih tepatnya adalah membatasi penggunaan yang berlebihan.

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun