2.Gaya Penulisan
Neng Dara Affiah memiliki gaya penulisan yang khas, menggabungkan narasi, refleksi, dan filsafat dalam setiap babnya. Gaya naratifnya terlihat dari banyaknya pengalaman pribadi dan kisah yang ia bagikan untuk memperkuat argumennya. Ia menggunakan pengalaman hidupnya, seperti saat menghadapi gempa bumi di Palu, sebagai medium untuk menggambarkan isu-isu kemanusiaan yang lebih luas.
Penulis juga memiliki pendekatan reflektif, di mana ia tidak hanya mengkritik, tetapi juga merenungkan nilai-nilai spiritual dan sosial yang mendasari berbagai persoalan. Pendekatan ini mengundang pembaca untuk tidak hanya memahami isu yang diangkat, tetapi juga merenungkan dampaknya dalam kehidupan mereka sendiri.
Sisi filosofis dari gaya penulisannya terlihat dalam cara ia menghubungkan pemikiran tokoh-tokoh besar seperti Muhammad Iqbal, Jalaluddin Rumi, Erich Fromm, hingga Pierre Bourdieu dengan konteks lokal Indonesia. Meskipun mengangkat isu-isu berat seperti ketidakadilan gender, fundamentalisme agama, dan konflik sosial, Neng Dara menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas, sehingga idenya mudah dipahami oleh berbagai kalangan pembaca.
Namun, penulis sering menyisipkan kutipan dari berbagai tokoh besar tersebut, yang mungkin membutuhkan sedikit usaha lebih bagi pembaca awam untuk memahaminya. Kendati demikian, buku ini tidak hanya memberikan analisis yang tajam tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan nilai-nilai yang mereka anut dalam kehidupan sehari-hari, membuat buku ini menjadi pengalaman membaca yang mendalam dan berkesan.
3.Keunggulan Buku
Buku "Kemanusiaan dan Pembaruan Masyarakat Muslim Indonesia" karya Neng Dara Affiah menonjol karena kedalaman dan keberagaman perspektifnya. Penulis memadukan pemikiran Islam klasik, filsafat Barat, dan pengalaman pribadi, menciptakan pandangan yang relevan bagi pembaca dari berbagai latar belakang. Dengan kritik sosial yang tajam, Neng Dara menyoroti isu diskriminasi gender dan norma patriarkal, menggunakan argumen berbasis agama dan teori sosial modern untuk mendorong tafsir progresif tentang keadilan. Â
Buku ini juga membawa pesan humanisme universal, menekankan nilai-nilai cinta, solidaritas, dan toleransi sebagai landasan kehidupan bersama. Melalui tokoh inspiratif seperti Gandhi dan Bunda Teresa, penulis menunjukkan bagaimana empati dan cinta dapat menjadi kekuatan perubahan. Disampaikan dengan gaya yang reflektif dan naratif, buku ini tidak hanya memaparkan isu kompleks tetapi juga menginspirasi pembaca untuk berperan aktif dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan manusiawi.
4.Kelemahan Buku
Keterbatasan Data Empiris: Sebagai sebuah karya esai, buku ini lebih banyak menawarkan refleksi dan analisis filosofis dibandingkan data empiris. Hal ini dapat menjadi kelemahan jika pembaca mencari pendekatan yang lebih berbasis penelitian.
Terkesan Elitis: Beberapa bagian mungkin terasa terlalu teoretis bagi pembaca umum, terutama yang tidak familiar dengan konsep-konsep dari tokoh seperti Pierre Bourdieu atau Erich Fromm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H