Wisata budaya telah menjadi salah satu program andalan pemerintah daerah, untuk menarik kedatangan wisatawan, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu kegiatan wisata yang berpotensi besar adalah mengunjungi desa adat dan melihat secara langsung kegiatan masyarakat yang masih memegang kuat nilai dan kebudayaan tradisional. Letak desa adat yang biasanya berada di tengah alam dan jauh dari peradaban kota menambah nilai tersendiri, sehingga pemerintah daerah di berbagai provinsi semakin giat mempromosikan kampung adat melalui media sosial. Salah satu kampung adat yang tengah menjadi sorotan adalah Kampung Tololela.
Kampung Tololela
Tololela adalah sebuah kampung adat yang berada kabupaten Ngadha, Flores, tepatnya di dekat kaki gunung Inerie. Kampung ini dihuni oleh 96 warga keturunan etnis Ngadha yang menempati 31 rumah tradisional. Dengan topografi yang berkontur, kampung Tololela terbagi menjadi dua bagian; bagian atas dan bawah. Kampung atas dihuni oleh 4 woe (klan) yaitu Siga Dala, Siga Daku, Siga Lalu Bila, dan Siga Padhu Raga. Sementara kampung bawah dihuni oleh klan Metu, Be'a, dan Raba. Kehadiran masing-masing klan diwakilkan oleh tujuh elemen tradisional yang disebut sebagai Ngadhu dan Bhaga. Dalam budaya lokal, masing-masing menyimbolkan relasi wanita dan pria.
Meski terletak di dua bagian yang memiliki perbedaan ketinggian, seluruh warga beraktivitas sebagai satu komunitas yang solid. Mereka disatukan oleh Kisaloka atau lapangan besar di tengah-tengah desa atas yang dikelilingi rumah-rumah tradisional dengan posisi lebih rendah. Kisolaka menjadi pusat kegiatan kampung dan tempat dilakukan semua ritual dan upacara adat warga Tololela.
Sebagai kampung adat yang masih memegang teguh nilai-nilai budaya, kegiatan di Tololela sangat terikat oleh kepercayaan warga tentang kehadiran roh leluhur dalam kehidupan mereka. Seluruh kegiatan besar harus mendapat restu dan berkat leluhur; ditandai oleh berbagai ritual untuk berkomunikasi dengan roh para leluhur. Banyak ritual besar yang dilakukan melalui prosesi yang sangat unik sehingga mampu mengundang wisatawan dalam jumlah besar. Salah satu diantaranya adalah Ritual Ka'Sao atau ritual pentahbisan rumah adat baru yang berlangsung pada bulan September 2019. Pemerintah daerah bekerjasama dengan Indonesiana, bahkan menjadikan Ritual Ka'Sao ini sebagai acara puncak dari Festival Inerie 2019; sebuah festival yang menjadi ajang penting untuk mempertunjukkan kebudayaan Ngada.
Ancaman Baru untuk Tradisi Kampung Adat
Keunikan tradisi Tololela dan keramahan warganya membuat Tololela semakin popular di kalangan wisatawan sebagai obyek baru. Sebelumnya, wisatawan umumnya hanya mengunjungi kampung adat Bena yang sudah dikenal lebih dahulu. Tololela akan menjadi tujuan wisata baru, terutama jika Pemerintah Daerah dapat membangun fasilitas dan infrastruktur yang dapat mengakomodasi keperluaan wisatawan, seperti memperlebar jalan menuju desa adat dan menyediakan tempat parkir kendaraan. Meski pun demikian, kedatangan wisatawan ini dapat membawa ancaman baru bagi warga Tololela khususnya ancaman terhadap tradisi yang telah mereka lestarikan dari generasi ke generasi.
Kehidupan masyarakat Tololela sangat berhubungan erat dengan leluhur. Dalam hal spesial, misalnya pada saat ada pihak luar yang akan berkunjung ke desa untuk keperluan tertentu, maka perlu diadakan upacara untuk memastikan, apakah leluhur berkenan dengan kehadiran pihak luar tersebut. Upacara itu dilakukan melalui proses ritual yang cukup rumit dan memakan waktu. Selain itu, walaupun wisatawan disambut baik bila ingin masuk ke rumah warga, tidak semua ruang bisa diakses oleh wisatawan. Salah satu diantaranya adalah bagian yang paling sakral atau bagian rumah inti yang disebut sebagai Sao One.
Di luar kehadiran pengunjung yang memerlukan upacara untuk meminta ijin leluhur, pada prinsipnya, masyarakat Tololela menyambut hangat kehadiran wisatawan yang berkunjung ke desa Tololela; baik yang datang untuk memfoto ataupun hanya sekedar memperhatikan kegiatan mereka. Banyak wisatawan yang tampak antusias saat menyaksikan keseharian masyarakat adat Tololela dan menikmati obrolan dengan warga. Bahkan mulai banyak wisatawan yang menginap agar dapat benar-benar merasakan kehidupan di Tololela.
Masalah datang saat ada wisatawan yang masuk ke dalam desa dan kemudian hanya sekedar berkeliling desa tanpa sedikitpun merasa perlu berinteraksi dengan warga. Perilaku wisatawan yang bertindak seenaknya adalah salah satu dari beberapa contoh yang terjadi di kampung tradisional yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi mengenai adat dan kebiasaan warga desa yang dikunjungi wisatawan. Hal ini sering terjadi pada desa-desa tradisional seperti Desa Tololela yang tidak memiliki pagar dan batas fisik desa. Dengan demikian batas antara wilayah desa dengan alam sekitarnya menjadi rancu. Oleh karena itulah dibutuhkan intervensi yang dapat menjadi penanda bahwa sebagai wilayah desa, tidak semua orang luar bisa masuk ke desa secara sembarangan. Penanda ini juga juga dapat memperteguh jati diri Tololela sebagai desa adat. Intervensi ini juga diharapkan dapat mengedukasi wisatawan yang akan datang ke desa Tololela sebagai desa yang memiliki adat dan nilai sendiri dan perlu dihormati oleh masyarakat luar ataupun wisatawan.