Sejarah masuknya Islam ke Tatar Sunda, masih disusun berdasarkan sumber-sumber sekunder dan sumber data yang diragukan validasinya. Penting untuk mengetahui data yang lebih valid tentang sejarah masuknya Islam ke Tatar Sunda. Pada artikel ini, saya mencoba merekonstruksi kembali sejarah masuknya Islam ke Tatar Sunda dan mengungkapkan kapan komunitas Muslim pertama kali di bangun di daerah barat Pulau Jawa ini.
Beberapa keterangan tentang keberadaan komunitas Muslim pertama di Tatar Sunda.
Naskah Wawacan Perbu Kean Santang misalnya, mencatat adanya pengislaman bangsawan-bangsawan Pajajaran di sekitar wilayah Pakuan, Ibukota Kerajaan Sunda Pajajaran, yang kini adalah Kota Bogor. Dan menurut naskah tersebut, hal itu adalah pengislaman pertama di Tatar Sunda. Entah kapan naskah ini ditulis, namun adanya mitos harimau  gaib mengisyaratkan bahwa naskah ini tidak ditulis di masa Kerajaan Sunda Pajajaran berdiri ( dalam kultur Masyarakat Pajajaran tidak ditemukan kepercayaan terhadap harimau gaib dan ini akan kita bahas nantinya).
Sumber-sumber dari Cirebon, seperti contohnya Carita Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Pangeran Arya Carbon yang ditulis sekitar 1720 M, mencatatkan adanya pondok pesantren yang didirikan Syaikh Qurro dari Cempa di Karawang. Salah satu santri dari pondok ini adalah Nyai Subang Larang yang nantinya menjadi istri Prabu Siliwangi, Raja Padjajaran dan melahirkan Raden Walangsungsang, perintis Kesultanan Cirebon. Namun, sekali lagi, naskah ini mengisahkan peristiwa yang terjadi pada abad ke-15 M dan ditulis pada tahun 1720 M. Sehingga kevalidan naskah ini perlu diuji dengan perbandingan beberapa sumber.
Carita Purwaka Caruban Nagari disebutkan mengutip dari Naskah Nagarakretabhumi yang ditulis Pangeran Wangsakerta pada 1693 M. Sama seperti Carita Purwaka Caruban Nagari, Naskah Nagarakretabhumi juga mencatat adanya tokoh Syaikh Qurro sebagai salah satu penyebar Islam di Tatar Sunda. Sayangnya, keotentikan naskah ini pun dipermasalahkan. Peneliti Nina Herlina Lubis mengutip penelitian Filolog Edi Ekadjati, bahwa naskah-naskah karya Wangsakerta yang ditemukan hanyalah salinan-salinan dari tahun 1888 M. Salinan naskah-naskah Wangsakerta pun diragukan, dikarenakan tidak adanya naskah asli yang ditemukan dan juga , menurut M.C.Ricklefs, kekeliruan penulisan pada naskah tersebut berupa huruf-huruf yang kasar. Yang mana huruf-huruf kasar tidak biasa pada naskah-naskah kuno. Masalah mengenai analisis naskah Wangsakerta, akan saya bahas di artikel lainnya.
Naskah Indramayu seperti contohnya Babad Dermayu yang ditulis pada 1900 M, telah menuliskan adanya pengislaman di Daerah Indramayu dengan pengukuhan Sunan Gunung Jati terhadap Wiralodra, seorang Pangeran Majapahit yang telah masuk Islam. Data dari naskah-naskah ini, akan kita bandingkan dengan data dari sumber-sumber kontemporer.
Sumber Kontemporer Tentang Awal masuknya Islam ke Tatar Sunda.
Ternyata, ada pula sumber kontemporer yang menjelaskan awal terbentuknya komunitas Muslim di Tatar Sunda. Tome Pires, seorang penjelajah Portugis yang datang ke Jawa tahun 1513 M, mencatat adanya Komunitas Muslim di Cimanuk, yang masih berada di bawah kekuasaan Raja Sunda. Tome Pires juga mencatat adanya serangan yang dilakukan Demak terhadap Cirebon 40 tahun sebelum kedatangannya ( kira-kira 1473 M) dimana Cirebon dahulu adalah negeri pagan / penyembah berhala dan Penguasa Demak mengirim salah satu budaknya dari Gresik untuk menaklukkan Cirebon, lalu mengangkatnya menjadi Penguasa Cirebon. Budak Gresik tersebut adalah seorang pedagang yang memiliki kekuasaan besar. Tome Pires samasekali tidak menyinggung eksistensi Komunitas Muslim di Karawang, padahal jika benar petunjuk naskah Carita Purwaka Caruban Nagari tentang adanya pesantren di sana, maka akan ada komunitas Muslim di daerah tersebut.
Sayang sekali, keterangan ini diacuhkan oleh Sejarawan Yoseph Iskandar, penyusun buku Sejarah Jawa Barat Yuganing Rajakawasa. Â Sejarawan Yoseph Iskandar tampaknya tetap berpegang pada sumber-sumber Cirebon tentang Syaikh Qurro yang mendirikan pesantren di Karawang dan juga Raden Walangsungsang yang merupakan putra salah satu Santriwati Syaikh Qurro dengan Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja , yang mendirikan Cirebon sebagai Pusat Penyebaran Islam.
Sulit dilacak kapan dan dimana  Komunitas Muslim muncul pertama kalinya di Tatar Sunda. Yang jelas, Karawang jelas tidak memiliki bukti yang kuat sebagai tempat munculnya Komunitas Muslim pertama di Tatar Sunda.  Posisi Karawang terletak di pedalaman, dan catatan Tome Pires menegaskan bahwa komunitas-komunitas Muslim berkembang pesat di pesisir Utara Jawa. Tome Pires mencatat bahwasannya Islam di Jawa disebarkan melalui cara perdagangan dan para pedagang Muslim memantapkan dirinya di bandar bandar strategis yang terletak di Pantai Utara Jawa. Jadi, agak aneh apabila Karawang merupakan salah satu tempat tumbuhnya Komunitas Muslim pertama di Tatar Sunda.