Menurut Ustadz Salim.A.Fillah, pada 1825 M, Tuanku Imam Bonjol menyeru para pemimpin lokal atau Kaum Adat yang bersekutu dengan Belanda untuk bergabung dengan Kaum Padri melawan Belanda. Dibawah kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol, Kaum Padri dan Kaum Adat membuat sebuah perjanjian yang disebut sebagai Perjanjian Puncak Pato dimana Kaum Padri dan Kaum Adat bersama-sama menyepakati sebuah semboyan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Yang dalam Bahasa Indonesia artinya adat berdasarkan syariat yang berdasarkan pada Kitabullah atau Al-Quran. Dengan demikian Tuanku Imam Bonjol menyatukan Kaum Padri dan Adat untuk melawan Kolonialis Belanda, pada 1831 M, Belanda datang lagi ke Sumatra setelah mengalahkan Pangeran Diponegoro. Yang lalu kekuatan bersatu Kaum Padri dan Adat berhasil memukul mundur Belanda berkali-kali di Benteng Bonjol hingga Tuanku Imam Bonjol ditangkap secara licik.
Dari sini, kita bisa mengambil pelajaran bahwasannya dalam sejarah tidak ada yang benar-benar hitam putih. Semuanya berwarna abu-abu, tapi kita juga belajar dari kemampuan Tuanku Imam Bonjol yang mau belajar dari kesalahan pendahulunya dan melakukan suatu langkah yang lebih baik demi mewujudkan kemenangan. Tidak tepat menggeneralisir satu golongan hanya karena kesalahan beberapa oknum saja.
Sumber:
Fillah, Salim. A:Kisah-kisah Pahlawan Nusantara,Pro-U Media,2022 Â M.
Dobbin, Christine:Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri,Komunitas Bambu Depok,2008 M.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H