Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ustadz Bandung Pesan Poker Chips dari AS

21 Juni 2011   16:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:18 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi poker chips (sumber: http://reneesbookaddiction.files.wordpress.com/)

[caption id="" align="aligncenter" width="612" caption="Ilustrasi poker chips (sumber: http://reneesbookaddiction.files.wordpress.com/)"][/caption] Kejadiannya kemarin. Ketika itu, saya sedang mencari tahu mengapa setiap kali mengakses facebook, fasilitas chatting sering kali aktif padahal saya jarang sekali mengaktifkannya. Saya curiga ada orang yang mungkin sudah atau sedang 'mengobok-obok' akun saya. Tiba-tiba, seorang ustadz yang merupakan kawan lama ketika beraktivitas di Bandung mengajak saya untuk chat. Terus terang, saya sedikit kaget karena jangankan mengajak mengobrol, membalas pesan facebook pun tidak sempat, saking padatnya aktivitas sang ustadz. Memang kalau ditengok info dalam akun facebooknya, begitu banyak lembaga yang beliau tangani. Selain mengisi kultum subuh di sebuah radio Bandung, ustadz yang satu ini memang sangat aktif dalam kegiatan sosial dan pendidikan. Wajar kalau kesibukannya luar biasa. Anehnya, beliau mengawali pembicaraan dengan sapaan "Pagi". Bukannya, salam semisal "Assalaamu'alaikum Wr. Wb." Kok Aneh. Tapi saya langsung tepis semua itu dan langsung menyapa balik sambil bertanya kabar. Ustadz menjawab pesan dengan sangat singkat dan bertanya "lg dimana?". Saya pun menjawab bahwa saya sedang studi di AS. Ustadz pun kemudian berkata bahwa ada temannya yang membutuhkan sesuatu dari sini. Beliau bertanya apa saya bisa membelikannya. Tentu saja saya tidak berkeberatan untuk membantu, apalagi untuk seorang ustadz yang sudah menjadi sahabat dari beberapa tahun silam. Yang membuat semakin janggal adalah barang yang minta dibelikan--"Poker Chips". Saya terheran-heran dibuatnya. Ah masa teman ustadz butuh poker chips. Makanya, kontan saja saya tanya, "Untuk apa ustadz?" Dengan singkat, beliau jawab, "sy tidak tahu." Dengan menepis semua kecurigaan, saya mengatakan siap membelikan barangnya dan mengantarkannya langsung ke tempat ustadz pas nanti pulang ke Indonesia. Si ustadz merespon, "sekarang". Dari situ, kecurigaan saya semakin menjadi-jadi. Jangan-jangan akun ustadz ini sedang di-hack. Saya langsung teringat modus operandi para hacker di tanah air yang membongkar dan menggunakan kartu kredit orang untuk berbelanja. Bisa jadi orang ini pun bermoduskan serupa. Dengan memanfaatkan ketenaran sang ustadz dan banyaknya teman yang ustadz miliki, dia gunakan jejaring itu untuk meminta sesuatu dari orang lain. Karena kegemaran saya meneliti bahasa, saya sangat sensitif dengan pilihan kata dan penggunaan struktur. Pertama, yang cukup mencurigakan adalah penggunaan kata sapaan sendiri yang dipakai si ustadz (palsu) ini. Di awal, dia menyebut dirinya "ustadz". Kemudian dalam kalimat berikutnya "saya". Seterusnya, "ana". Ini benar-benar aneh. Bahasa itu mencerminkan identitas. Ketika seseorang terlihat tidak nyaman menggunaan jenis kata untuk sebuah identitas, maka bisa jadi orang tersebut bukan bagian dari identitas itu. Yang kedua, sapaan untuk saya. Seingat saya, beliau orang yang sangat respek kepada siapapun, terlepas dari tingkat pendidikan atau status apapun yang disandang orang yang dia ajak bicara. Ketika beraktifitas bersama, beliau selalu menyapa saya dengan nama "Eri" atau sapaan "antum". Belum pernah sekalipun terlontar sapaan "kamu". Tapi, dalam chatting, dia menyapa saya dengan "kamu". Apa ustadz sudah berubah? Sepertinya tidak mungkin. Berdasarkan semua itu, saya kemudian menghentikan obrolan saya dengan ustadz yang saya yakini palsu ini. Saya berkeyakinan akun facebook ustadz sudah ada yang membobol. Apalagi setelah dicek wall-nya, tidak ada update status atau aktivitas terkini. Yang ada hanyalah berjubel foto barang jualan atau postingan orang yang men-tag nama ustadz. Saya langsung tersadarkan bahwa facebook atau ruang online manapun rentan dengan pencurian identitas. Saya langsung mengubah password karena khawatir bisa jadi sudah ada orang yang memanfaatkan akun saya untuk menipu orang lain. Bagi para pembaca, hati-hatilah. Sering-seringlah mengganti password, terutama kalau kita sering membuka akun kita dengan menggunakan internet publik yang notabene keamaanannya rendah. Dan, apabila ada teman (lama) yang tiba-tiba meminta sesuatu, amati pola bahasanya dan waspadalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun