Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Si Kabayan Bingung dengan "Gift Card"

7 Juli 2011   17:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:51 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Beraneka Kartu hadiah (sumber: http://www.geardiary.com/)"][/caption] Si Kabayan di sini tentunya bukan merujuk pada tokoh tersohor "Si Kabayan" dalam cerita Sunda yang sudah banyak difilmkan dan menjadi ikon budaya Sunda. Si Kabayan memang terkenal dengan kekocakannya. Dia kadang konyol dalam menyikapi keadaan tapi sering kali cerdik dalam mencari jalan keluar. Orangnya polos tapi jujur dan ikhlash. Paling tidak, itulah gambaran Si Kabayan yang tertanam kuat dalam ingatan saya. Si Kabayan di sini merujuk pada saya sendiri. Orang asli Sunda yang dalam banyak hal nampak 'konyol' dan mungkin menurut sebagian orang 'bodoh' ketika dihadapkan dengan puspa ragam kejutan budaya di negara asing yang dikunjunginya (baca: Amerika Serikat). Kekonyolan itu murni berpangkal dari ketidaktahuan atau kurangnya pajanan terhadap budaya luar. Ya maklum saja orang yang pertama kali ke luar negeri harus langsung berhadapan dengan pelbagai fenomena lintas budaya. Tentunya, pasti banyak kejutan, dalam berbagai makna. Dalam tulisan sebelumnya, Si Kabayan ini pernah kelimpungan dengan cek. Karena seumur hidupnya belum pernah berkenalan dengan cek--siapa juga orang kampung yang harus berurusan dengan cek, datang ke AS dijanjikan akan mendapat cek tanpa pernah tahu dan melihat langsung cek seperti apa. Dalam kosakata di kepalanya, yang (konngkrit) ada hanya kuitansi. Jadi, cek asli dianggap kuitansi dan komplain ke pemberi beasiswa karena cek dianggap belum tiba.Konyol memang. Namanya juga Si Kabayan. Pengalaman selanjutnya berurusan dengan gift card--kartu hadiah berupa kartu kredit yang bernilai uang. Biasanya, kartu hadiah ini dikeluarkan oleh toko, restoran atau perusahan tertentu. Dengan kartu ini, si penerima bisa membeli barang dari pihak yang mengeluarkan kartu sesuai dengan nilai uang yang tertera. Ada juga kartu hadiah yang bisa dipakai di pelbagai tempat semisal kartu hadiah untuk makan di restoran lokal, apapun restorannya. Terus terang, Si Kabayan ini belum pernah melihat atau memegang langsung yang namanya kartu hadiah, karena bukan satu hal yang lumrah dipakai di tempat asalnya. Mungkin sekarang sudah mulai tren, tapi tetap saja tidak sepopuler dan semasif di AS. Dalam banyak kesempatan, misalnya hari bapak, hari ibu, Thanksgiving atau Natal, banyak perusahaan mendisain kartu hadiah khusus untuk acara tersebut karena banyak orang AS yang meminatinya dan membelinya untuk hadiah. Sepertinya, ini karena kartu hadiah lebih praktis dibandingkan hadiah barang yang belum tentu pas dengan kebutuhan dan keinginan si penerima hadiah. Beberapa kali, Si Kabayan ini mendapatkan kartu hadiah. Seringnya datang dari eksperimen atau tes di kampus yang ia ikuti. Sebagai imbalan atas partisipasinya, ia diberi kartu hadiah. Nilainya beragam dari 8 dolar sampai 20 dolar, tergantung dari jenis eksperimen yang diikutinya. Uniknya, bentuk dari kartu hadiah ini sangat beragam dan menarik. Lazimnya seperti kartu kredit biasa tapi kadang berbentuk lucu seperti mobil-mobilan dan sebagainya. Satu waktu, Si Kabayan ini tergoda untuk ikut dalam salah satu program bank yang diiming-imingi dengan kartu hadiah. Karena program tersebut tidak dikenai biaya, plus berhadiah, Si Kabayan memutuskan mendaftar. Tidak tanggung-tanggung, kartu hadiahnya bernilai 50 dolar. Lumayan untuk belanja sembako untuk sekitar dua minggu. Menurut pihak bank, kartu hadiah akan datang ke alamat rumah dalam kurun waktu dua minggu. Dua minggu dia menunggu, tidak ada kartu hadiah yang datang. Yang ada hanyalah laporan rutin dari bank ikhwal saldo dan tek-tek bengeknya. Anehnya, ada kartu di dalamnya. Bentuknya kartu kredit dengan 16 digit nomor di depan kartu dengan nama saya di bawahnya, garis hitam di belakang, laiknya kartu kredit dan tentunya identitas banknya. Karena sudah muak dengan tawaran kartu kredit, dia langsung lempar (dramatisasi =) saja kartu itu. Dalam hati dia berkata, "Aku tidak butuh kartu kredit!" Satu bulan menunggu, kartu hadiah yang ia tunggu tak kunjung datang. Dia pun memberanikan diri untuk datang langsung ke bank untuk menanyakan keberadaan kartu hadiah itu. "Siapa tahu pihak bank ingkar janji atau lupa," pikirnya. Menurut bank, mereka akan mencari tahu dan memberi kabar melalui telepon secepat mungkin. Kabar pun tak urun datang, begitu pun telepon yang dijanjikan. Hampir dua bulan, Si Kabayan ini memutuskan menyurati langsung karyawan bank yang menjanjikan kartu hadiah tersebut. Inti suratnya adalah komplain karena dalam waktu yang dijanjikan kartu hadiah belum diterimanya. Dalam hitungan jam, si karyawan tersebut langsung merespon dan berjanji akan mengirimkan kartu baru. Dia mengira ada kesalahan teknis di pengiriman yang membuat kartu itu tersangkut atau terkirim ke salah alamat. [caption id="" align="alignleft" width="228" caption="Contoh kartu hadiah dari bank (sumber: http://creditcardoffersiq.com/)"][/caption] Beberapa hari kemudian, tibalah amplop dari bank yang isinya hampir sama dengan apa yang Si Kabayan terima sekitar satu bulan lampau. Kertas dan kartu kredit. Tadinya dia mau langsung membuangnya tapi kali ini dia baca semua berkas terlampir. Ternyata, si kartu kredit itu adalah kartu hadiah yang berbentuk kartu debit. Di situ disebutkan reward card. Dia aktifkan kartu itu dan benar saja itu adalah kartu hadiah. Berarti, kartu yang sebulan lalu dia terima itu adalah kartu hadiah, bukan kartu kredit. Dia bandingkan kartu baru dengan kartu lama, dan semua nampak sama kecuali nomor di depannya saja. Ah, dasar Si Kabayan, rupanya kartu hadiah sudah diterimanya sejak bulan lalu. Besoknya, Si Kabayan menghubungi pihak bank (tentunya tanpa mengakui kebodohannya) bahwa dia sudah menerima kartunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun