Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Si Bayi Pembawa Rezeki

19 Januari 2011   04:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:25 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh kartu kredit food stamps, dari http://files.fluxstatic.com

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar diambil dari http://thefreshxpress.com"][/caption] Ketika Anda melihat gambar di atas, kemungkinan respon spontan Anda, "Ah yang benar saja. Masa bayi bergelimang uang?" Sejenius, sehebat, seluar biasa apapun sang bayi, dia belum bisa menghidupi menghasilkan uang, malah sebaliknya membutuhkan banyak uang. Namanya juga bayi yang masih 'rapuh', masih dalam tahap perkembangan fisik dan psikologis, dan membutuhkan banyak perhatian dan kasih sayang orang tuanya. Jangankan mencari uang, melafalkan kata 'uang' saja belum bisa dia lakukan. Jadi, mana mungkin dia bisa menghasilkan uang. Mustahil! Pengalaman saya di kota Iowa (AS) ternyata bersebrangan dengan asumsi di atas. Secara jujur, saya hidup dari beasiswa yang saya peroleh dari keringat mengajar. Separuh waktu (sekitar 20 jam seminggu) saya habiskan untuk mengajar dua kelas di universitas dan separuhnya lagi untuk mengambil kuliah. Beasiswa sebenarnya bisa dicukup-cukupkan (kan orang kita terkenal pandai mengelola uang dan lincah berhemat) untuk kebutuhan keluarga kecil saya (saya, istri dan si bayi), tapi masalahnya tugas mengajar saya hanya 10 bulan, karena selama musim panas tidak ada kelas. Otomatis, saya tidak memiliki penghasilan apapun selain mengandalkan dari tabungan. Nah, ini yang jadi tantangan maha berat mengingat besarnya biaya hidup di Amrik ini. Bayangkan saja biaya sewa apartemen dan listrik berikut gas saja bisa menyedot separuh dari jumlah beasiswa yang diperoleh. Belum lagi kebutuhan makan, transportasi, keperluan akademik semisal buku dan lain sebagainya. Namun, orang bilang hidup itu bak roda, pasti akan memutar. Kadang kita suka, kadang kita duka. Itulah yang suka menjadi pelipur lara, penyemangat ketika kepala kita penat. Setelah si kecil hadir ke tengah-tengah kami di pertengahan bulan Juli 2010 (tepatnya tanggal 21), hidup saya berubah total, karena ada tambahan tanggung jawab, baik secara psikologis, sosial maupun finansial. Belum lagi proses kelahiran si kecil yang akhirnya harus melalui sesar, yang tentunya berimbas pada biaya rumah sakit yang cukup besar. Tapi kesemuanya itu tidaklah berarti dibanding keceriaan dan kebahagiaan yang kami rasakan saban harinya setelah si kecil lahir. Saya yakin jalan selalu ada di tengah pelbagai kesulitan yang melanda. [caption id="" align="alignright" width="447" caption="Contok cek WIK, dari http://www.sandiegowic.org"]

Contok cek WIK, dari http://www.sandiegowic.org
Contok cek WIK, dari http://www.sandiegowic.org
[/caption] Sedari istri hamil, kemudahan sudah kami dapat. Kantor Depkes Iowa menawarkan WIC (Women, Infants and Children)--sebuah program untuk peningkatan gizi ibu hamil dan menyusui dengan memberikan sebilangan cek per bulan untuk membeli makanan penunjang ibu hamil dan menyusui semisal susu murni, susu formula, telur, keju, sereal, jus, beras/roti, kacang-kacangan, dan sejenisnya. Tidak ada angka nominal di dalam ceknya. Yang ada hanya rincian barang yang bisa dibeli. Cek ini bisa dipakai di sejumlah toko kebutuhan pokok di sekitar kota. Alhamdulillah, cek ini sudah bisa memperingan beban anggaran belanja kami. Setelah si kecil lahir, petugas dari Depsos pun langsung hadir ke rumah sakit. Misinya satu, memastikan bahwa si kecil mendapatkan tanggungan asuransi untuk membayar biaya perawatan rumah sakit, karena asuransi kami selaku orang tua sudah ditanggung universitas. Selain ramah, orangnya pun sangat membantu. Bahkan urusan pengiriman berkas pun dia urus untuk kami. Tidak sepeser pun uang 'pelicin' atau 'amplop' yang harus kami selipkan kepadanya untuk memperlancar urusan, jauh berbeda dengan pengurusan administrasi di tanah air. Dalam waktu satu bulan, aplikasi asuransi pemerintah AS untuk si kecil sudah diterima dan si kecil bisa keluar masuk rumah sakit tanpa membayar serupiah (maksudnya sesen =) pun. Jadi urusan biaya perawatan si kecil tuntas. [caption id="" align="alignleft" width="188" caption="Contoh kartu kredit food stamps, dari http://files.fluxstatic.com"]
Contoh kartu kredit food stamps, dari http://files.fluxstatic.com
Contoh kartu kredit food stamps, dari http://files.fluxstatic.com
[/caption] Beberapa minggu setelah si kecil lahir, tetangga kami mengabari ikhwal adanya program bantuan makanan untuk warga AS yang taraf ekonominya rendah (si kecil otomatis jadi warga AS karena dilahirkan di wilayah AS). Dulu, program ini dikenal dengan food stamps. Bentuknya kartu kredit yang diisi secara rutin oleh pemerintah. Besaran isiannya sangat bergantung pada jumlah orang di keluarga yang berhak memperoleh program ini. Dalam kasus kami, karena hanya si kecil yang jadi warga AS, maka yang berhak cuma sendiri. Walaupun hanya untuk satu orang, bantuannya cukup signifikan, US $200 per bulan. Mendengar semua ini, kami berikhtiar dengan mengisi semua berkas dan mengikuti wawancara. Sebulan kemudian, Alhamdulillah pengajuan kami diterima, dan si kecil mempunyai kartu kredit sendiri yang bisa kami pakai untuk belanja sembako, apapun bentuknya. Memang tidak bisa diuangkan, tapi bantuan ini sangat memperingan kantong belanja kami. Dengan kartu itulah, kebutuhan pokok keluarga terpenuhi. Dengan kata lain, dengan uang si kecillah kami melangsungkan hidup. [caption id="" align="alignright" width="227" caption="Foto si kecil sekarang"][/caption] Kami tak henti-hentinya bersyukur atas semua karunia Allah SWT yang telah memberikan kelapangan rizki kepada keluarga kami, utamanya setelah si kecil hadir bersama kami. Kami memberikan nama kepadanya "Mysha Anindita Kurniawan, yang bermakna "orang yang hidup dengan bahagia, benar dan penuh karunia". Sekalipun masih kecil dan mungil, duduk pun belum bisa apalagi jalan, dia sudah menghadirkan karunia besar kepada kami. Mudah-mudahan dia bisa menjadi orang yang bahagia, benar dan penuh karunia, sesuai dengan namanya. Hikmah berharga yang bisa saya bagi melalui cuplikan kisah di atas adalah bahwa janji Allah SWT untuk memberikan rizki kepada setiap makhluk-Nya tidak akan Dia pungkiri. Tantangan dan kesusahan hidup merupakan bagian dari skenario besar dari-Nya agar kita bisa lebih tangguh dalam mengarungi bahtera kehidupan dan pintar bersyukur atas semua nikmat yang Allah SWT turunkan. Kisah nyata lainnya: Di Sini Tilang…Di Sana Tilang…Di Mana-mana Aku Ditilang Shalat Jumat Pun Harus Mengalah Ada SIM Tembak di Amrik?!? STMJ: Studi Terus Mabok Jalan Jadi Pemulung di Amrik Pipis di Negerinya Obama Cari Terasi Sampai ke Washington DC Bule, kok Ngomong Sunda? Ke Amrik Bermodalkan Mimpi? Bisa Dong! Shalat aja Kok Repot!!! Sunda? Yes! Jawa/Bali? No!!! “Profesor apa Rocker?”

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun